Nuansa romantis pun berakhir ketika, mereka melihat orang-orang berlarian dengan raut wajah ketakutan. Mereka berdua penasaran dengan apa yang terjadi, lalu mereka berlari menuju sumber keributan. Seorang pria berusia 30 tahun mengamuk, lalu melayangkan benda-benda di sekitarnya termasuk lima orang pengunjung dengan telekinesis. Sorot mata putih, serta urat-urat hitam yang terlihat membuat sosoknya terlihat mengerikan.
Lima orang yang sedang melayang, berteriak meminta tolong. Namun tak ada satu pun warga yang berani mendekatinya. Mereka berdua, mengamati pristiwa di luar nalar tersebut dari kejauhan. Fadil penasaran dengan sosok tersebut, dan juga apa yang terjadi sebenarnya. Lalu dia pun bertanya pada Sarah.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya Fadil.
"Pria itu di rasuki oleh roh jahat. Tidak ini bukan roh jahat, melainkan iblis." Ujarnya melihat sosok tersebut, dengan penglihatan supranaturalnya.
"Ya ampun di saat seperti ini, apa yang harus aku lakukan?"
"Tentu saja kita harus menghentikannya, sebelum raga orang itu di kuasai sepenuhnya. Apakah kamu sudah menguasai, seluruh tingkatan Brajamusti?"
"Belum," jawabnya tertunduk lesu.
"Kalau begitu kamu tunggu disini sayang, biar aku hentikan makhluk itu." Ujarnya melangkah maju ke depan.
Butiran cahaya mulai mengintari tubuhnya, lalu secara perlahan penampilannya berubah ke wujud aslinya yaitu gadis berselendang merah. Kedua mata hijau, menatap tajam makhluk yang bersarang di dalam tubuh pria itu. Sosok itu meraung hingga menggema, terdengar hingga 10 km jauhnya. Gadis itu mulai merapatkan jarinya, lalu dia berlari ke arah makhluk itu untuk menghantam pada bagian dada, tempat makhluk itu bersarang dengan telapak tangannya.
Pria yang sedang kerasukan, melempar lima orang dengan kemampuan telekinesisnya. Gadis itu dengan sirgap, menangkap warga satu persatu lalu menyuruh mereka untuk pergi. Semburan api hitam hampir mengenai tubuhnya, dia pun melompat kebelakang lalu mengalirkan energi sihir pada kedua telapak tangannya. Halillintar hijau muncul pada kedua tangannya, lalu dia menghilang lalu muncul di hadapannya. Telapak tangannya berhasil menghantam dadanya, dan akhirnya sosok hitam terpisah dari inangnya.
Makhluk itu berdiri tegap, dengan raut wajahnya yang mengerikan. Tingginya mencapai 180 cm, bertangan empat, memiliki kuku yang sangat panjang, kepalanya setengah hancur hingga mengeluarkan darah hitam beraroma busuk. Tubuhnya yang kekar, serta berbulu hitam lebat tersenyum pada gadis itu.
"Getih!" Ucap sosok tersebut.
Raut wajahnya seketika pucat, kedua matanya tak berkedip seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat. Baru pertamakali dia melihat makhluk astral, muncul di permukaan dalam wujud sempurna. Bahkan makhluk itu memiliki bayangan, serta wujudnya terukir pada sebuah cermin.
"Gawat, jika makhluk ini berkeliaran maka korban akan berjatuhan. Aku harus menghentikannya sebelum semuanya menjadi terlambat." Batin Sarah.
Lima lingkaran sihir, dengan lima ukiran aksara nusantara muncul mengintari makhluk tersebut. Sebuah rantai keluar dari lingkaran sihir tersebut, lalu mengikat sekujur tubuh makhluk itu. Kemudian Sarah mencekiknya lalu membawa makhlu itu ke dimensi batas. Sebuah dimensi, antara dunia manusia dan hantu. Langit jinga membentang luas, serta struktur tanah dan lingkungan yang sama persis dengan apa yang ada di dunia manusia. Hanya saja tak ada satu pun kehidupan disana.
Makhluk itu menampakkan ukuran aslinya, yaitu sekitar 30 m. Sarah mendongak ke atas, menatap tajam lawannya. Tak henti-hentinya, makhluk itu berkata "Getih" hingga bumi bergetar. Teteras air liur makhluk itu yang menetes, dapat melelehkan apapun. Membawanya ke dunia batas merupakan pilihan yang bijak. Dengan begini dia tidak akan jatuh korban akibat pertarungannya.
"Ya ampun, sepertinya sudah waktunya bagiku untuk menggunakan mode tempurku."
Lima lingkar cahaya kuning, bertuliskan huruf aksara mengintari tubuhnya. Secara perlahan penampilannya pun berubah, kini dia mengenakan baju zirah berwarna silver dan juga emas. Baju zirah itu berkilauan, terbuat dari material campuran khusus penduduk langit pada setiap tempaannya. Di belakang punggungnya terdapat sebuah senjata tombak sakti. Tombak itu berwarna hitam, ujung bagian bawah berwarna kuning emas, serta bagian yang runcing terdapat ukiran aksara tercipta dari bara api. Dan juga selendang merah, masih mengintari pinggangnya.
Konon katanya baju ini pernah di gunakan, oleh salah satu tokoh pewayangan yaitu Sirkandi. Gadis itu melayang di udara, lalu dia terbang menghatam wajahnya dengan sebuah tinju. Sialnya makhluk itu berhasil memukulnya terlebih dahulu. Beruntung tameng sakti, muncul dari lengan kirinya sehingga ia dapat menangkisnya, walau terasa sakit pada lengan kirinya. Sarah meraih tombaknya lalu dia arahkan, tombak tersebut untuk menancap tepat di bagian jantungnya.
Dalam sekejam sosok itu menghilang, secara mengejutkan dia sudah berada di belakang. Lalu dia memukul Sarah dengan tinju api hitam, hingga terjatuh menghantam tanah. Kepalanya terasa pening, dia berusaha untuk bangkit sembari meraih tombaknya. Kemudian dia mengubah tamengnya menjadi sebuah panah. Dia melayang lalu melontarkan anak panah terbuat dari partikel cahaya biru hinga mengenai seluruh tubuhnya. Dalam waktu tujuh detik, sarah dapat melontarkan lima puluh anak panah.
"Huahh!"
Rintih menahan sakit, ketika seluruh tubuhnya tertancap oleh anak panah. Sarah pun merapatkan kedua telapak tangannya, lalu anak panah yang menancap di tubuhnya seketika meledak. Sayangnya itu tak cukup untuk memusnahkannya, lalu makhluk itu menyembunyikan wujudnya. Gadis itu menoleh kesana kemari, mencari keberadaan makhluk tersebut. Tiba-tiba tubuhnya tak bisa di gerakan, rasanya dia sedang di cengkram oleh sesuatu yang besar.
Gadis itu merintih kesakitan, dia merasa bagian tubuhnya ada yang patah. Sarah pun mendongak ke langit, sembari mengharapkan bantuan dari langit. Sebuah rantai sihir berukuran besar, melilit salah satu kaki makhluk itu. Rantai tersebut menariknya hingga terjatuh, dan sosoknya mulai terlihat. Langit seketika menjadi gelap, suara guntur mulai terdengar. Ribuan sambaran petir mengenai makhluk tersebut, lalu ia melihat sosok wanita berambut putih berjalan mendekat.
Sorot matanya yang merah, berkulis cerah, tinggi yang sepadan serta tubuhnya yang aduhai. Kemeja putih, dasi hitam dibalik jaket hitam yang sedang dia gunakan. Rok abu semata kaki, serta kaos kaki hitam selutut membuat kecantikkannya terpancar. Sarah
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya gadis itu.
"Iya, hanya saja tubuhku seperti ada yang patah." Ujarnya sembari menahan sakit.
"Begitu rupanya. Setelah ini aku akan menyembuhkanmu," timbalnya melirik ke arah Sarah.
Makhluk itu terikat oleh ribuan rantai, dari dalam tanah lalu seketika tanah itu berubah menjadi lumpur hisap. Secara perlahan makhluk itu tenggelap, kedalam lumpur hisap tanpa dasar. Sekali jentik gadis beramput putih itu, mengubah lumpur hisam menjadi tanah kering. Tanah itu secara perlahan, mengeluarkan api dan percikan listrik. Kemudian tanah itu meledak, hingga membentuk sebuah lubang besar. Kedua mata Sarah tak berkedip melihatnya, dirinya semakin penasaran akan sosok gadis itu.
"Kemana makhluk itu?" Tanya Sarah.
"Sudahku binasahkan," jawabnya melirik ke arah Sarah dengan raut wajahnya yang datar.
"Sebenarnya siapa kamu?"
"Perkenalkan namaku Luna. Aku adalah seorang penyihir seperti dirimu."
"Salam kenal namaku Sarah, dan sepertinya kamu salah paham. Aku bukanlah seorang penyihir, melainkan seorang putri dari negeri Kayangan."
"Oh, penduduk langit rupanya. Kemarilah biar aku sembuhkan lukamu."
Kedua gadis itu duduk di sebuah tangga sambil menatap ke depan. Sesekali mereka melirik ke atas, melihat langit jingga yang tak berganti warna selama ribuan tahun. Sekelibat sosok putih trasnparan berlalu lalang diantara mereka. Di dunia itu tidak ada apapun selain kesunyian. Luna menempelkan kedua tangannya di bahu kirinya, lalu kedua tangannya mengeluarkan sinar hijau. Energi positif mulai masuk ke dalam tubuh Sarah. Sedikit demi sedikit, tulang yang patah dan juga lupa bakar secara perlahan mulai regenerasi.
Lima belas menit telah berlaru, berkat sihir penyembuh kini tubuh Sarah terasa ringan seperti kapas. Sarah pun berterimakasih pada gadis penyihir, lalu dia berkata bahwa sebelumnya dia bisa memusnahkan makhluk itu sendirian. Luna menatap dengan raut wajahnya yang datar, lalu dia membalas apa yang dia katakan.
"Memang, kemampuanmu dalam bertarung tidak perlu di ragukan lagi. Tapi bukan lebih baik bisa menyelesaikannya lebih cepat?"
"Ada benarnya juga. Sekali lagi aku berterimakasih," membenarkan apa yang di katakannya lalu berterimakasih.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini," ajak Luna.
Sebuah portal dimensi berbentuk lingkaran mulai terbuka, lalu mereka berjalan santai masuk ke dalam. Setelah melintasi portal, kini mereka berdua telah kembali ke dunia manusia. Sekali jentik Sarah kembali mengubah penampilannya, ketika awal kepergiannya dengan Fadil. Warga sekitar, berlarian menuju pria yang kerasukan yang bersender pada sebuah tembok. Pandangannya kosong, lalu menatap wajah-wajah penasaran dengan bingung.
Sementara itu mereka berdua berjalan menelusuri lorong pasar. Sarah pun bertanya tujuan penyihir itu datang kemari, lalu dengan santai dia berkata bahwa ia sedang mencari barang untuk keperluan OSPEK. Seketika dia teringat oleh Fadil, namun dia tak menemukan keberadaanya. Sarah khawatir jika terjadi sesuatu kepadanya. Tak berselang lama, Fadil pun terlihat dari ujung lorong dan ia berlari mendekati mereka berdua. Ketingat mengucur dengan derasnya, nafasnya ngos-ngosan dengan raut wajah kelelahan.
"Akhirnya ketemu juga, tadi aku lihat kamu sempat menghilang." Ujarnya Fadil dengan nafas ngos-ngosan.
"Maaf tadi aku membawa makhluk itu ke dimensi batas," ucapnya dengan santai.
'Begitu rupanya, tapi syukurlah kamu gak apa-apa itu yang terpenting."
Kedua matanya tak berkedip, raut wajahnya memerah seketika saat melihat gadis berambut putih berdiri di samping Sarah. Dia tak menyangka bisa bertemu kembali dengannya, padahal dia berusaha untuk melupakannya. Kini dia merasa bahwa Sang Pencipta, memberi kesempatan untuk bertemu dengannya. Gadis itu terus menatapnya dengan raut wajah datar, hanya saja pipinya secara perlahan mulai memerah. Jantungnya berdegup kencang, namun ia tak mengerti dengan apa yang sedang di rasakan.
Tak kuat dengan apa yang gadis itu rasakan, dia memalingkan wajah sehingga menimbulkan tanda tanya bagi Sarah. Kemudian Sarah memperkenalkan Fadil pada teman barunya, namun Luna tak terlalu menanggapinya. Dia hanya terdiam memandang Fadil, dengan gejolak rasa tak dia mengerti. Mereka bertiga berjalan beriringan, melirik kesana kemari mencari sesuatu untuk keperluan OSPEK. Sebenarnya Fadil sudah mendapatkan semuanya, hanya saja dia ingin menemani gadis itu sekalian pendekatan.
"Sebenarnya apa yang kamu cari?" Tanya Fadil.
"Aku sedang mencari jahe dengan tiga kaki, sejak tadi aku belum menemukannya."
"Jahe tiga kaki? Oh kalau itu aku ada, ini kalau kamu tidak keberatan. Kebetulan aku punya lebih, monggo di terima." Ucapnya lalu mengambil jahe yang di maksud dalam plastik.
"Terimakasih," jawabnya dengan singkat.
Seluruh keperluan OSPEK telah dia dapatkan, lalu Luna pun pamit pada mereka berdua. Namun sebelum dia pergi, Luna menulis nomer telpon pada sebuah kertas lalu memberikannya pada Sarah. Dia meminta, untuk mengirimkan sebuah pesan pada nomer tersebut, agar nomer telpon milik Sarah dapat di simpan. Sarah yang tidak mengerti hanya mengiyakannya saja. Luna pun melambaikan tangan pada mereka berdua, dan berjalan pulang.