webnovel

Suasana Canggung

"Dania, Fayez!."

Samudera melihat kedua temannya tengah berlari menerobos hujan. Terlebih lagi Fayez, laki-laki itu berusaha keras berlari sebari membawa Dania di pelukannya.

Dengan sigap Samudera ikut berlari dan membantu mereka berdua.

"Biar gue bantu," ujar Samudera.

Fayez mengangguk. Mereka bertiga pun sudah sampai di parkiran. Paling tidak kini tubuh mereka aman dari hujan.

"Kalian baik-baik aja, kan?," tanya Samudera setelah Fayez menurunkan Dania.

"Gue baik-baik aja, Sam. Tapi Fayez, dia pucet banget." Dania menjawab. Sam langsung menoleh ke arah Fayez, dan benar. Wajahnya pucat dengan bibir yang sudah membiru.

"Bentar. Gue ambil jaket dulu."

Sam berlari ke dalam mobil Fayez untuk mengambil jaket milik laki-laki itu.

"Nih. Buka baju lo dan ganti pake jaket ini," pinta Sam pada Fayez.

Fayez menerima jaket berwarna hitam miliknya dari tangan Sam.

"Lo aja yang pake."

Dania terdiam. Karena Fayez justru memberikan jaket tersebut padanya.

"Ambil. Ngapain bengong?," uujar Fayez datar.

"Lo aja yang pake. Lo udah menggigil," kata Dania.

"Gak. Gue kuat."

Dania melirik Samudera yang tengah mengulum senyum. Ia pun mendengus pelan dan menerima jaket milik Fayez.

"Ya ampun, Fayez! Lo baik-baik aja, kan?."

Shelina keluar dari mobil dan tergopoh-gopoh menghampiri ketiga temannya.

"Bukannya lo tidur?," tanya Sam.

Shelina hanya menoleh sepintas dan kembali menatap Fayez yang sudah dalam keadaan basah kuyup.

"Ini pasti gara-gara lo, kan?," tanya Shelina pada Dania dengan tatapan tidak bersahabat.

"B-bukan, Shel," jawab Dania terbata.

"Halah. Udah dateng rapat telat, sekarang malah bikin Fayez kayak gini. Pergi lo!."

Dania mengangguk samar dan beranjak dari duduknya.

"Jangan pergi!."

"Yez, biarin aja dia pergi. Dia itu pembawa sial tau, nggak?," kata Shelina berapi-api.

"Mulut lo lemes banget, Shel," sela Sam.

"Diam di sini."

Dania kembali duduk sesuai dengan perintah Fayez. Laki-laki itu pun berdiri menuju mobil untuk mengambil sesuatu.

"Dania, lo baik-baik aja, kan?," tanya Samudera.

"Gue baik-baik aja," jawab Dania yang semakin memeluk tubuhnya.

"Lagian lo ngapain sih ngajak Fayez hujan-hujanan? Mau modus lo?." Shelina menatap Dania sinis. Hatinya panas karena terbakar api cemburu.

Dania hanya diam. Bukan karena ia takut pada Shelina, hanya saja tubuh Dania saat ini sedang tidak fit untuk meladeni Shelina.

"Lo minum dulu."

Dania mengangkat wajah saat melihat tangan Fayez mengulurkan satu botol air mineral padanya.

"Nggak usah. Buat lo aja," kata Dania menolak dengan halus.

"Minum."

Dania melirik Samudera dan diangguki oleh lelaki itu. Ia pun menerima botol air mineral yang Fayez berikan.

"Makasih," ucap Dania pelan.

Dengan malu-malu, Dania menenggak botol tersebut dan meminum airnya sedikit dan berniat untuk menutupnya kembali.

"Jangan ditutup," kata Fayez tiba-tiba.

Laki-laki itu kembali mengambil botol yang masih terbuka dari tangan Dania dan meminumnya.

Ketiga orang di sana membuka matanya lebar-lebar. Pasalnya Fayez meminum air yang tadi Dania minum.

"Fayez, lo gila?," sentak Shelina dan Fayez hanya menaikkan sebelah alisnya.

"Itu kan bekas Dania. Kok lo minum?," lanjutnya.

Dania yang merasa tidak enak pun hanya menunduk. Ia berusaha menyembunyikan detak jantungnya sebelum ada orang yang mendengar.

Samudera yang memperhatikan hal itu hanya mengulum senyum dan berpura-pura biasa saja. Padahal dalam hatinya ia bersorak sorai.

"Kita pulang," ujar Fayez tak menghiraukan ucapan Shelina.

"Dania, sini gue bantu."

"Biar gue aja."

Ajaib! Fayez menyingkirkan Samudera yang hendak membantu Dania berdiri. Di sini terlihat jelas kalau laki-laki itu memang menyukai Dania.

"Fayez, aku juga kedinginan," kata Shelina manja, berharap Fayez akan membantunya.

"Sam, bantu dia." Alih-alih menjawab Shelina, Fayez justru menyuruh Samudera untuk membantu Shelina ke mobil.

"Gak usah. Gue bisa sendiri," ucap Shelina menghindari tangan Samudera yang hendak merangkul bahunya.

"Idih, siapa juga mau bantuin lo. Kalau bukan Fayez yang suruh, gue juga ogah!."

Shelina pergi sebari menghentakkan kedua kakinya. Kejadian hari ini benar-benar sangat menyebalkan. Tadi pagi Fayez menolaknya mentah-mentah, sekarang laki-laki itu menolong Dania secara terang-terangan.

"Dania, gue duduk di depan," ujar Shelina.

"Dania di depan," sahut Fayez cepat.

"Nggak apa-apa. Biar gue di belakang sama Sam," kata Dania menengahi.

"Di depan," ucap Fayez penuh tekanan.

Dania hanya bisa menurut tanpa mampu menolak. Bagaimana pun juga ia adalah seorang penumpang di mobil Fayez.

Sedangkan Shelina pergi ke jok belakang dengan raut wajah kesal dan menutup pintu dengan cara membanting.

"Astaghfirullah. Dasar cewek aneh," ucap Samudera yang terkejut oleh suara pintu yang ditutup dengan kencang.

Hujan semakin deras. Nampaknya teduh putih di atas langit mendominasi hujan sore ini. Kata orangtua zaman dulu, kalau hujan disertai teduh berwarna putih akan dipastikan reda esok pagi.

Di dalam mobil keadaan sangat canggung. Apalagi untuk Dania. Berulang kali ia mengatur detak jantungnya agar tidak berbunyi terlalu keras.

"Kenapa lo?," tanya Fayez sebari melirik Dania yang tengah membenarkan posisi duduknya.

"Nggak," jawab Dania singkat.

Sam dan Shelina hanya mampu menatap kedua insan yang berada di depannya dengan pandangan berbeda. Shelina yang menatapnya penuh iri dan Sam justru tengah mengulum tawa karena geli melihat tingkah laku Fayez yang tak seperti biasanya.

"Dania, lo udah punya pacar?."

Dania sedikit menoleh ke belakang karena Samudera yang bertanya dengan tiba-tiba.

"Belum," jawab Dania.

"Kenapa belum? Lo kan cantik. Masa sih nggak ada cowok yang deketin lo?," tanya Samudera lagi. Ia sengaja bertanya seperti itu, hanya untuk melihat ekspresi Fayez.

"Gue nggak tau. Tapi gue emang nggak punya pacar." Dania menjawab sekali lagi dengan jawaban yang sama.

"Tapi, lo lagi suka sama seseorang, kan?."

Pertanyaan Samudera kali ini sukses membuat Dania bungkam. Ekspresi wajahnya berubah menjadi merah padam. Terlihat jelas ada semburat malu di wajah Dania.

"Jangan so tau lo," kata Dania pada Sam sebari merapikan rambutnya yang sama sekali tidak kusut.

"Halah.. Ngomong aja kali. Gue tau kok, lo lagi suka sama siapa," lanjut Samudera dengan percaya dirinya.

"Siapa?." Dania menaikkan sebelah alis dan mengkerutkan keningnya.

"Agus. Lo suka sama si Agus, kan?."

Ckiitttt

"Aww... Fayez, lo apa-apaan, sih?," ujar Shelina yang kepalanya sudah terbentur kursi Fayez.

"Sori."

Diam-diam Samudera tersenyum geli. Jelas sekali kalau Fayez cemburu karena pernyataan yang tadi ia sampaikan pada Dania.

Pasalnya, saat menyebut nama Agus, Fayez tiba-tiba saja mengerem mobilnya secara mendadak. Seperti ada keterkejutan yang melanda jiwanya.

"Gimana, Dan? Bener kan tebakan gue, kalau lo suka sama Agus?." Samudera melanjutkan pertanyaannya yang sempat tertunda. Ia melirik Fayez diam-diam.

"Lo nggak usah ngarang, deh. Gue nggak suka sama temen lo itu." Dania menjawab dengan tegas dan kembali membenarkan posisi duduknya kedepan.

"Halah.. Nggak usah munafik deh lo. Kalau lo suka sama si Agus, lo jujur aja kali." Ketika Samudera diam, Shelina tiba-tiba saja memasuki pembicaraan mereka.

"Shelina diem!."

Chapitre suivant