"Yang bersayap itu yang kayak gimana, sih? Ya ampun mama, kenapa nyuruh Fayez beli pembalut kayak gini?."
Fayez terus saja mengomel seorang diri. Ia bingung, di depannya ada banyak jenis pembalut. Tapi ia tidak tahu pembalut seperti apa yang di pesan oleh sang ibu.
Gerakan di sampingnya membuat Fayez menoleh. Sekilas ia melihat seorang wanita yang bergerak dengan cepat, seolah tengah bersembunyi dari pandangannya.
"Itu kan cewek yang tadi," batin Fayez.
Namun ia tidak peduli. Lagipula ia belanja ke sini atas perintah dari orang tuanya.
"Nah, ini daun sirih. Tapi, yang bersayap kayak gimana?," guman Fayez sebari membaca bungkus pembalut tersebut.
"Oh ini. Sialan, dari tadi kek gue baca." Fayez merutuki kebodohannya sendiri. Ia memang cerdas dalam bidang akademik, tapi tidak mengerti dengan hal berbau wanita seperti ini.
"Sekarang gue harus cari susu."
Ia pun pergi dari sana. Kembali ke tempat penyimpanan berbagai jenis susu. Di sini, Fayez akan membeli susu MGS untuk adiknya yang masih balita, dan susu kental manis biasa untuknya.
Fayez adalah anak kesayangan bagi kedua orang tuanya. Meski usianya sudah beranjak dewasa, tapi Fayez tetap diperlakukan layaknya seperti anak kecil. Kalau adiknya minum susu, ia pun harus ikut minum susu.
Fayez bernafas lega. Akhirnya troli belanjaannya terisi penuh dan memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan.
"Gue balik aja kali, ya?," batinnya.
Pada saat Fayez memutar troli, tanpa sengaja ia melihat Dania yang tengah mengambil sesuatu.
Fayez terkekeh. Benda yang akan Dania ambil berada di posisi paling atas. Gadis itu terus berusaha untuk mengambilnya, hingga ia terpaksa harus berjinjit namun tetap saja, tangannya terlalu pendek untuk menggapainya.
"Kalau gak sampe, jangan dipaksa. Minta tolong ke orang, kan bisa."
Dania terpaku di tempat. Ia menoleh dan melihat wajah Fayez yang sudah berada di depannya. Wajah mereka sangat dekat, hanya berjarak beberapa centi saja.
"Helo, lo baik-baik aja, kan?." Fayez memetikkan jarinya di depan wajah lugu Dania.
"Ah, iya. Gue baik-baik aja," jawab Dania sebari merapikan rambut untuk menyembukan rasa gugupnya.
"Nih, lo tadi mau ngambil ini, kan?."
"Ah, iya. Makasih ya, udah nolongin gue." Dania menerima sereal yang diberikan oleh Fayez.
"Ok. Lain kali, kalo gak nyampe jangan ambil yang paling tinggi. Itu kan di bawah ada."
Dania langsung menoleh dan ternyata sereal yang ia cari ada di bawah.
"Sial! Malu banget gue," batin Dania menundukkan kepala karena malu.
"Gue gak liat," cicitnya dengan wajah menunduk.
"Gue pergi."
Dania mengangkat kepala dan langsung menyandarkan tubuh ke rak penyimpanan makanan.
"Ya Allah, mimpi apa gue semalem? Fayez ngobrol sama gue lebih dari lima kata?," gumamnya. Dania juga meraba-raba kedua pipinya, untuk memastikan bahwa kejadian tadi bukanlah sebuah mimpi.
Dering telpon membuyarkan lamunan Dania. Tertera nama sang mama di layar ponsel miliknya.
"Astaga! Gue lupa, mama pasti udah nunggu di mobil."
Gadis itu bergegas menarik trolinya menuju kasir. Untung saja antrean tidak terlalu panjang.
Sebari menunggu mesin menghitung seluruh belanjaannya, Dania memainkan ponsel dan mengirim pesan kepada Mawar.
"Totalnya 450 ribu, Kak," ujar seorang kasir yang melayani Dania.
Dania merogoh tas selempangnya. Namun wajahnya berubah panik ketika tidak menemukan dompet di dalamnya.
"Lho, dompet gue mana, ya?," batin Dania dengan wajah yang sudah pucat pasi.
"Gimana, Kak?," tanya kasir tersebut menyadari kepanikan Dania.
"Bentar, Mbak. Dompet saya ketinggalan di mobil. Saya mau telpon mama saya sebentar."
"Nggak usah. Biar gue yang bayar."
***
Sepulang dari supermarket tadi, Dania tak hentinya tersenyum. Sampai membuat Mawar yang duduk di sampingnya meerasa heran oleh kelakuan aneh putrinya.
"Sayang, kamu baik-baik aja, kan?," tanya Mawar.
Dania tidak menjawab. Melainkan hanya mengangguk dengan senyum yang tak luntur.
"Aneh banget. Dari tadi dia senyum terus," gumam Mawar.
"Mungkin neng Dania lagi jatuh cinta, Bu," celetuk supir pribadi mereka, pak Latif namanya.
"Ah, si Bapak, mana mungkin Dania jatuh cinta," sahut Mawar.
"Kan siapa tahu, Bu. Abisnya neng Dania dari tadi senyum-senyum sendiri. Kayak tanda-tanda lagi jatuh cinta," lanjut pak Latif.
"Tapi, Pak, saya nggak pernah lihat Dania deket sama cowok." Mawar tetap mengelak pendapat supirnya.
"Mungkin neng Dania malu mau cerita sama Ibu."
Mawar diam. Ia kembali melirik wajah Dania yang masih terlihat aneh.
***
Di saat sikap Dania yang berbeda, di dalam mobilnya pun Fayez merasakan hal yang sama. Ia tidak berhenti tersenyum, setelah bertemu Dania di supermarket tadi.
"Dia cantik banget, ya ampun. Lucu. Apalagi pake hoodie yang kegedean kayak gitu," batin Fayez mengingat betapa cantik gadis pujaan hatinya.
"Tapi tunggu, berarti yang tadi ada di samping gue juga dia, dong?." Fayez lalu teringat dengan gadis yang memakai hoodie yang sama pada saat ia memilih selai.
"Tapi, kalau emang dia Dania, kenapa dia nggak nyapa gue?," lanjutnya. "Mungkin dia malu kali, ya."
Fayez mengangkat bahu acuh. Tidak peduli siapa pun gadis yang tadi berdiri di sampingnya. Yang terpenting, hari ini ia bertemu dengan Dania tanpa sengaja dan dalam keadaan Dania yang sangat natural.
"Ternyata dia emang sesederhana itu."
Tok.. Tok.. Tok
Kaca pintu mobil Fayez diketuk oleh seseorang di luar. Fayez pun terkejut dan tersadar dari lamunannya.
"Bang, keluar. Ngapain masih di dalam mobil?."
"Mama," gumam Fayez sebari membuka pintu mobil.
"Kamu ngapain masih di dalem, hah?," tanya Kania.
"Nggak, Ma. Tadi Fayez cuma lagi istirahat aja, capek seharian nyetir."
Fayez tentu saja berbohong. Ia pergi meninggalkan sang mama yang masih berdiri di samping mobil Fayez.
"Aneh banget anak itu," gumam Kania.
"Mbok Mirnaa... Ini belanjaannya udah dateng."
Fayez yang dikenal sangat dingin, cuek dan datar ternyata tidak seperti yang terlihat. Seperti saat ini, ia berteriak di ketika memasuki rumah memanggil asisten rumah tangganya yang tengah berlari tergopoh-gopoh.
"Aduh, si Aden baik pisan. Makasih ya, Den," puji mbok Mirna yang merupakan asisten rumah tangga Fayez dan keluarga.
Beliau sudah lama mengabdi di dalam keluarga tersebut. Sehingga Fayez sudah menganggapnya sebagai seorang nenek.
"Ini, Mbok. Silakan di cek, sesuai apa nggak," ucap Fayez sebari menaruh belanjaan tersebut di atas meja makan.
Mbok Mirna dengan teliti mengecek satu per satu sayuran terlebih dahulu. Lengkap atau tidak.
"Yez, ikut Mama sebentar."
Suara Kania menginterupsi, membuat Fayez segera menghampirinya.
"Kenapa, Mamaku tersayang?," tanya Fayez dengan sikapnya yang manja.
"Kamu lagi jatuh cinta, ya?."
"Ah, Mama ngaco nih. Nggak lah, siapa juga yang jatuh cinta," jawab Fayez sebari mengalihkan wajah.
"Kamu jangan bohong. Mama bisa baca mimik wajah kamu," ujar Kania sebari terkekeh.
"Nggak, Ma. Kalau Fayez jatuh cinta, nanti juga Fayez bakal cerita sama Mama."
"Emang kamu udah bisa lupain si Nay?."