webnovel

Puncak Kekacauan 5

"Ini tidak benar, aku semakin bosan..."

Asheel masih duduk di tahtanya, dengan malas menopang kepalanya sambil memikirkan beberapa hal.

"Bagaimana aku bisa melupakannya, jika Malaikat dan Iblis yang kupanggil membunuh mereka para pribumi, maka aku tidak akan mendapat apa yang kuinginkan."

Asheel tahu jika dirinya semakin jatuh pada hasrat kekacauannya. Seseorang yang hidup menurut pada hawa nafsunya sendiri merupakan seorang pecundang di matanya, tapi saat ini dia melakukan yang sama.

Keinginan yang dipaksakan.

Apakah Asheel benar-benar menginginkan kekacauan? Dia awalnya tidak pernah menginginkannya, tapi sesuatu dalam dirinya hanya mendesak untuk melakukannya. Semakin dia menimbulkan kekacauan di mana-mana, semakin dia berhasrat untuk melakukan lebih dan lebih.

Selain itu, ada sosok misterius yang selalu mendukungnya untuk terus menimbulkan kekacauan. Jadi, alasan Asheel jatuh serendah ini adalah....

Karena dia kalah melawan dirinya sendiri.

Dia kalah melawan hasratnya, dia juga terus mengeluhkan nasibnya, namun meski begitu dia tidak pernah menyerah. Walaupun dalam prosesnya, ada begitu banyak hal milik orang lain yang harus dikorbankan.

Asheel mencoba untuk tidak peduli pada mereka, karena itu dia cukup acuh pada umat manusia dan ras lainnya.

Jika dia memiliki perasaan khusus untuk jiwa-jiwa yang tidak dia pedulikan, hatinya pasti akan merasa bertentangan jika saja jiwa-jiwa malang itu secara tidak sengaja terbantai olehnya.

Meski begitu, dia masih membutuhkan rasa kemanusiaan untuk menekan hasrat kekacauannya sendiri.

"Aku ingin tahu apakah akan ada seseorang yang berani menghentikanku lagi, karena dengan itu aku tidak akan merasa bosan."

Baru saja dikatakan, dan seekor semut sudah berjuang untuk merangkak menuju tempatnya.

Matanya melihat gadis dengan tekad kuat yang sebelumnya telah mencoba menghentikannya, dan sekarang gadis itu telah menerobos dalam perang yang telah dia persiapkan.

Dengan bantuan rekan-rekannya dan bocah berambut pirang yang pernah dia temui sebelumnya, Elizabeth berhasil mendekatinya setengah jalan.

Bocah pirang itu lumayan kuat, seperti yang diharapkan oleh putra Raja Iblis.

Dia mampu menyapu pasukan Iblis dan Malaikat dengan menggunakan pedang besarnya, sekaligus melindungi Elizabeth dari marabahaya yang mendekatinya.

Untuk Elizabeth, dia tidak merasa kesulitan saat menghadapi Iblis karena dia juga merupakan anggota dari Klan Dewi, yang kemampuan bawaannya merupakan sihir penyucian terkuat, Ark.

Tapi dalam situasi melawan Malaikat, dia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya membiarkan Meliodas menanganinya.

Raja Peri dan Raja Raksasa juga aktif dalam pertempuran, walaupun kehadiran mereka berdua tidak terlalu berguna untuk Elizabeth karena mereka terus di serang dari segala arah.

Tiga Malaikat Agung yang tersisa bersedia membuka jalan untuk Meliodas dan Elizabeth, dengan yang terakhir sangat berterima kasih atas bantuan besarnya.

Setelah berjuang puluhan menit, sebagian dari mereka sudah kelelahan dan tidak bisa lagi melanjutkan. Tapi dengan semua usaha itu, Elizabeth mampu mencapai tujuannya.

...

Asheel memutuskan untuk bertindak seperti antagonis.

Plok! Plok! Plok!

"Mengesankan, kalian. Aku tidak menyangka kalian mampu merangkak sejauh ini. Nah, sepertinya ada suatu hal yang akan dikatakan oleh nona kecil disini."

Setelah bertepuk tangan, Asheel menunjuk ke Elizabeth.

Elizabeth masih memiliki ekspresi tegas di wajahnya, sebelum melangkah maju dan berkata:

"Tolong hentikan semua ini, tidak ada gunanya lagi melanjutkan perang lebih lama!"

Asheel dengan angkuh menaikkan dagunya, dan dengan kepalanya yang masih ditopang oleh tangannya, dia terkekeh:

"Ya, sebenarnya tidak ada gunanya lagi melanjutkan ini semua."

Elizabeth menunjukkan eskpresi lega setelah mendengar perkataannya. Tapi dia salah karena apa yang dikatakan Asheel masih belum selesai.

"Jika terus seperti ini, keinginanku tidak bisa lagi aku dapatkan. Karena itu, bukankah seharusnya aku mengalihkan pertunjukkan ini ke panggung yang lebih besar?"

"Apa maksudmu?" Meliodas dengan cemas berkata.

"Keputusasaan seluruh dunia."

!!!

"....." Meliodas terdiam sejenak sebelum membentak: "Apa kau serius !?"

Melihat Meliodas begitu termakan oleh amarahnya, Elizabeth mencoba menenangkannya dengan menepuk bahunya.

"Kalau begitu, bolehkah aku tahu alasanmu melakukan semua perbuatan ini?"

"Alasanku?" Asheel berpikir sejenak sebelum menjawab, "Tidak ada alasan khusus. Melihat ciptaan kotorku berperang satu sama lain, bukankah akan menyenangkan bagi mereka untuk menaikkan skala situasinya?"

"Ciptaan kotormu? Kau hanya omong kosong!" Meliodas menyangkal perkataannya.

"Jika kalian begitu ingin aku menghentikannya, apa kau memiliki sesuatu untuk ditukar yang mampu membuat Yang Mulia ini terhibur?"

Elizabeth dan Meliodas terdiam. Bahkan bagi Elizabeth, pria di depannya sangat tidak masuk akal.

Pada dasarnya, Asheel menciptakan situasi perang hanya karena dia ingin. Pemikiran seperti itu merupakan kejahatan yang dimiliki oleh Iblis yang sebenarnya.

"Kau..." Ekspresi Meliodas menjadi gelap dan tidak tahan lagi oleh semua kebodohan ini. "Saat pertama kali kita bertemu, kau terlihat normal seperti manusia pada umumnya. Apakah ini sifat aslimu, atau karena terpengaruh oleh sesuatu?!"

Mendengar nada berat yang diucapkan oleh Meliodas, Asheel mendengus jijik. "Jangan samakan aku dengan para rendahan itu. Terlebih lagi, aku melakukan semua ini juga untuk memenuhi keinginanku yang sebenarnya."

Walaupun itu keinginan yang dipaksakan, Asheel tetap tidak mau mengakuinya.

"Pembicaraan ini tidak akan ke mana-mana, kalau begitu akankah kalian akan tetap menentangku?" tanya Asheel sambil menyipitkan matanya.

Diberi pilihan yang begitu berat, Elizabeth tetap keras kepala dan bersikeras. "Tidak, aku tidak akan pergi sebelum perang ini berakhir!"

Asheel meliriknya sejenak sebelum bersandar dengan malas. "Terserah pada bagaimana kalian akan melakukannya. Tapi sebelum itu, kalian berdua harus mati."

Setelah kata-kata itu jatuh, Meliodas segera berdiri di depan Elizabeth dengan waspada. Tapi dia tidak sempat bereaksi ketika semburan energi yang luar biasa mengalir dari tahta dan tumpah seperti tsunami ke arah mereka.

"Meliodas!" Elizabeth berteriak dengan ngeri saat dia tidak mempedulikan dirinya sendiri dan melesat untuk menyelamatkan Meliodas.

...

Setelah Meliodas dan Elizabeth jatuh dari ruang tahtanya, Asheel menghela napas.

"Apa yang kulakukan ini benar-benar keinginanku?" Asheel mempertanyakan dirinya sendiri. "Terserah, aku akan menyesuaikan tindakanku sesuai situasi. Tapi apa-apaan ini...?!"

Lama untuk menyadari jika kesadaran Asheel sebenarnya menjadi lebih jelas. Sementara dia terus merenung, emosinya perlahan-lahan kembali kepadanya.

Tidak seperti rasa kedinginan saat pertama kali dia menunjukkan dirinya dalam panggung pertempuran, dia saat ini lebih bisa mengekspresikan dirinya.

Hanya saja...

"Aku tetap angkuh seperti biasa."

...

"Tontonan yang sangat menarik, Asheel."

Sera tersenyum saat menonton melalui layar proyeksi buatannya. Merlin dan Ophis berada di sisinya, masih menonton dengan seksama sementara yang terakhir menjilat permen lolipop dengan ekspresi bosan.

"Apakah Asheel selalu jahat seperti ini?" Merlin tidak bisa menahan diri untuk bertanya.

Sera yang mendengar pertanyaannya lalu berpikir sejenak. "Tidak selalu, tergantung dengan bagaimana pandangannya terhadap dunia. Jika Asheel merasa muak, dia biasanya akan mengacaukannya."

"Lalu..." Merlin ragu-ragu untuk mengatakannya, tapi pada akhirnya tetap membuka mulutnya: "Lalu, Sera-nee. Apakah kamu tidak menghentikannya?"

Sera mengangkat alisnya, sedikit bertentangan untuk menjawab. "Jujur saja, sejak awal aku bukan orang baik. Aku akan menghentikan Asheel jika dia sudah melampaui batas."

"Bahkan jika seluruh dunia putus asa?"

"Ya," Sera mengangguk dengan keyakinannya sendiri.

Tidak seperti Asheel yang memiliki rasa kemanusiaan, dia sebenarnya sama sekali tidak peduli dengan dunia dan sekitarnya. Selama tidak merusak Abyss, dia tidak peduli dengan apa yang Asheel lakukan, dan itupun masih tugas yang diberikan oleh Ayahnya karena kekuatannya yang mampu menekan Energi Kekacauan milik Asheel.

Itulah sifat Seraria Yrillgod yang sebenarnya. Dia masih memiliki kebanggaan sebagai putri Sang Pencipta sekaligus sebagai salah satu Dewa yang pernah mengatur Abyss. Karena itu, dia memandang semua makhluk disekitarnya hanya sebagai makhluk yang lebih rendah. Kecuali ada yang bisa menarik minatnya, dia hanya akan bersikap apatis.

Saat semua orang berada dalam pikirannya masing-masing, Sera memperhatikan sesuatu yang datang ke arah mereka.

"Ada musuh menuju ke sini." Sera tiba-tiba berkata yang membuat Merlin waspada.

Dari kejauhan, mereka bisa melihat gerombolan pasukan Malaikat dan Iblis saling bertarung. Berdasarkan jalur para pasukan itu terbang, maka pertempuran akan terseret ke tempat mereka berada.

"Merlin, bisakah kamu mengatasinya? Aku ingin melihat perkembanganmu dalam beberapa tahun terakhir." Sera memiliki senyum kecil saat dengan santai meminta Merlin.

"Tapi mereka ratusan..."

Keluhannya tidak berhasil karena tatapan Sera pada dirinya membuatnya diam. Tatapan penuh keyakinan terhadap dirinya membuat hatinya goyah.

'Itu sangat curang melihatku dengan mata yang seolah-olah sangat berharap padaku, dan juga tatapan itu seperti sangat percaya padaku jika aku bisa melakukannya.

'Tapi ... mereka ada ratusan!'

Ini adalah pertama kalinya Merlin mengalami pertempuran nyata, dan jujur dia menjadi gugup sekaligus bersemangat.

Gugup karena baru pertama kali mencoba, dan semangat karena dia akhirnya bisa melakukan pertempuran nyata yang akan meningkatkan pengalaman bertarungnya.

Chapitre suivant