webnovel

Aku sangat membencimu!

"Eh?"

Zora menatap kakak perempuannya dalam keraguan. Dia pikir dirinya telah terbangun dalam realitas palsu yang baru saja dia alami, tapi perkataan kakak perempuannya membuatnya sadar jika masih ada yang tidak beres.

"Ada apa? Sebelumnya kamu menangis, tapi sekarang kamu terlihat kebingungan." Flora dengan khawatir bertanya pada adik perempuannya.

Zora tersadar dari linglungnya dan segera bertanya, "Onee-sama, siapa Kami-sama yang kamu sebutkan itu?"

"Oh, kamu belum tahu. Kalau begitu akan aku memperkenalkanmu pada Kami-sama." Flora berdiri setelah menepuk-nepuk roknya sebelum mengarahkan kedua tangannya ke bocah dalam ruangan itu. "Inilah Kami-sama, Lord Asheel. Sebaiknya kamu bersikap hormat padanya."

Setelah kata-kata itu jatuh, mata Zora membelalak tak percaya. 'Jadi yang sebelumnya itu nyata? Tapi, apa ini...'

Hanya mengingat wajah kakaknya yang terlihat marah, kecewa, dan melototinya setelah yang terakhir menamparnya, membuat benih kegelisahan dan keputusasaan tumbuh di dalam hatinya.

Dia lalu dengan gugup mengangkat kepalanya sambil berharap jika itu semua tidak nyata. Setelah matanya menatap Asheel, keputusasaan yang hanyalah sebuah benih sebelumnya telah tumbuh.

Wajahnya terlihat ngeri seolah-olah telah melihat hantu, dan dia dengan marah sekaligus takut mencoba menatap Asheel.

Saat itulah dia melihat, Asheel membuat ekspresi sama seperti sebelumnya. Mata yang menyipit ke bawah membentuk bulan sabit dan mulutnya menampilkan seringai merendahkan.

'Itu semua nyata!' Ekspresinya jatuh dan wajahnya menjadi gelap. Dia menggertakkan giginya dan bersumpah akan menjauhkan kakak perempuannya dari bocah kecil ini.

Asheel telah menjadi semacam trauma dalam pikirannya.

Sementara itu, Asheel tidak tahu mengapa dia menampilkan ekspresi sinis saat Zora mencoba menatapnya sebelumnya. Tidak, dia sebenarnya setengah tahu tentang itu.

'Seperti yang diharapkan dari tiruan Sera, dia mampu melihat diriku yang lain dalam realitas yang berbeda.' Asheel berpikir sendiri dalam benaknya sebelum menganggap topik itu menarik. 'Aku tidak peduli sejahat apa diriku dalam penglihatanmu, tapi aku masih penasaran.'

"Onee-sama, bisakah kita bicara berdua sebentar saja?" Zora bertanya pada Flora dengan mata memohon.

Flora sedikit terpengaruh melihat harapan di matanya, tapi dia masih ragu-ragu, "Eh, tapi aku masih harus melayani Lord Asheel saat ini..."

"Apa? Lord Asheel?" Zora masih terkejut dengan bagaimana kakak perempuannya memanggil bocah kecil itu. Namun dia masih bersikeras, "Aku mohon, aku ingin berbicara dengan Onee-sama sekarang juga!"

"Tapi..." Flora lalu menoleh ke Asheel dengan gugup, namun matanya menunjukkan jika dia juga ingin berbicara dengan adik perempuannya saat ini.

Setelah melihat Asheel mengangguk, dia mendesah lega sebelum menatap Zora. "Baiklah, tapi sebentar saja."

Dengan itu, Zora langsung menarik tangannya dan mereka berdua berjalan menuju kamarnya dengan tergesa-gesa.

"Ada apa dengan terburu-buru ini?" Flora berkata dengan tidak berdaya. 'Apakah dia mengalami semacam pencerahan dalam tiga hari terakhir?'

"Onee-sama," Zora memanggil namanya dan menatapnya dengan ekspresi serius. "Sebelum itu, aku ingin minta maaf karena telah membuatmu khawatir dan repot."

"Ya, tidak apa-apa." Flora berkata dengan penuh kasih. "Syukurlah kamu tidak murung lagi. Jangan khawatir tentang pertunanganmu, Onee-sama akan melakukan sesuatu dengan adanya Kami-sama disini."

"Kakak!" Zora langsung membentak setelah mendengar kakaknya yang menyebutkan Asheel lagi, membuat yang terakhir tersentak dan menatapnya dengan khawatir.

"Zora-chan...."

"Apakah Onee-sama tahu tentangnya? Kenapa Onee-sama begitu mempercayai bocah kecil itu? Selain itu-"

Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Flora sudah memotongnya.

"Zora, perhatikan cara bicaramu. Kamu harus menggunakan penghormatan saat menyebutkan Kami-sama."

Ekspresi Zora menjadi redup dan dia menggertakkan giginya saat mendengar Flora menegurnya karena bocah itu lagi.

"Onee-sama, sadarlah! Dia itu..." Kalimatnya terhenti saat dia menggelengkan kepalanya sebelum dia melanjutkannya, "Ngomong-omong, apakah Onee-sama tahu tentangnya? Kenapa Onee-sama bersikeras untuk menghormatinya? Asal usulnya bahkan tidak jelas...!"

Flora melipat tangannya di bawah dadanya saat dia membiarkan adik perempuannya menyelesaikan kata-katanya. Dia lalu menghela napas dan menepuk kepala Zora, "Dengar, Lord Asheel adalah seorang Dewa, Tuhan Maha Kuasa, dan yang menciptakan kita semua beserta dunia ini. Sebelumnya Onee-sama telah melakukam tindakan tal termaafkan terhadapnya, jadi Onee-sama ingin menebusnya."

"Onee-sama...!" Zora memiliki ekspresi bodoh di wajahnya. 'Onee-sama telah tercemar, dia jelas sudah dicuci otak olehnya. Sial, sudah sejauh ini... Apa yang harus kulakukan untuk menyelamatkannya?'

Dia berpikir cemas dalam benaknya.

Jika Asheel mendengar pujian berlebihan yang baru saja dikatakan oleh Flora, dia pasti akan meragukan dirinya sendiri.

"Sepertinya hanya ini yang bisa kita bicarakan. Aku sangat senang melihatmu telah kembali. Kalau begitu, aku akan kembali dulu." kata Flora sambil tersenyum.

Flora kemudian mendekati adiknya hingga jarak mereka berdua begitu dekat. Dia mengulurkan tangannya dan membelai wajah Zora dengan panuh kasih sayang, sebelum berbisik di depan wajahnya. "Bodoh, jangan membuatku khawatir lagi."

Terakhir, dia mencium keningnya dan pergi begitu saja, meninggalkan Zora yang masih berdiri dengan linglung.

"Onee-sama...."

"Oh, ya. Bisakah kamu menyajikan teh untuk Lord Asheel?" Flora berbalik di tengah langkahnya dan menginstruksikan.

"B-Baik," Zora dengan linglung menjawab saat melihat senyuman Flora yang sangat terlihat indah di wajahnya, sebelum dia tersadar dengan apa yang baru saja dia katakan. 'Apa yang baru saja kukatakan? Apakah aku harus melayani bocah tengik itu? Tuhan apanya?! Dia hanya omong kosong di balik wujud anak-anaknya!'

Dia mengutuk dalam benaknya, tapi masih berjalan menuju dapur untuk menyeduh teh.

Butuh beberapa saat untuk membuatnya karena pikirannya masih cemas dan gelisah. Dia membawa nampan dengan beberapa cangkir di atasnya.

Saat dia melewati pintu, dia sekali lagi melihat apa yang membuatnya tidak percaya.

Tar!

Karena melihat hal yang sangat mengejutkan itu, membuat nampan yang dia genggam di tangannya jatuh hingga cangkir membentur lantai dan pecah.

Di sana, dia berdiri dengan linglung saat matanya menangkap dirinya yang lain.

...

Keesokan harinya.

"Mau kemana?" Sera bertanya pada Asheel yang berjalan menuju pintu dan akan keluar.

"Aku akan menemuinya dan pergi dari tempat ini secepat mungkin," jawab Asheel acuh tak acuh.

"Oh, Chaos itu?" Sera meletakkan cangkir tehnya dan menatap punggungnya dari belakang.

Asheel hanya melambaikan tangannya tanpa menatapnya.

Setelah Asheel sampai di pulau yang sama dengan dia bertemu Zora pertama kali, dia langsung melompat ke bongkahan batu besar di sana.

'Ahh, aku ingin merokok.'

Sudah beberapa tahun sejak dia terakhir kali melakukannya. Karena dia dalam tubuh ini, Sera selalu melarangnya merokok yang agak menyebalkan baginya.

Apalagi minum wine, dia juga sudah lama tidak melalukan itu. Dan yang paling menyedihkan baginya adalah, dia hanya boleh makan ramen satu cup perminggunya karena Sera mengatur pola makannya.

Dia ragu-ragu dalam benaknya apakah akan merokok atau tidak, tapi pada akhirnya dia tidak melakukannya dan memutuskan untuk mengemut permen pemberian Merlin.

Saat dia menghela napas, dia tidak menyangka akan menemukan seseorang yang familiar disini.

"Ada apa dengan bocah itu? Dia bertindak imut saat pertama kali bertemu denganku, tapi sifat aslinya sangat busuk! Aku yakin jika dia hanya bermain-main dengan Onee-sama dan memperlakukannya...." Keluhan itu berhenti sejenak karena orang yang sedang mengeluh itu mengingat kenangan buruk yang membuat trauma di pikirannya. Dia menggaruk kepalanya dengan frustasi, "Ahh, aku pasti akan menemukan cara untuk menyelamatkan Onee-sama!"

Tapi wanita itu tidak menyangka jika orang yang dia bicarakan berada tepat di belakangnya.

"Yo, Faker. Mengeluh tentangku? Apakah kau ingin merebut pengikut setia yang baru saja kudapatkan? Dasar dungu...!"

Zora terkejut dan mendongak ke asal suara itu. Suara yang paling dia benci terdengar di telinganya dan dia tahu siapa orang yang mengatakan itu.

"Kamu!" Zora melototinya dengan tatapan belati pada Asheel sebelum menghela napas dan menenangkan dirinya. "Karena kamu tahu aku membencimu dan aku juga mengetahui wajah aslimu, akan kukatakan sekali lagi. Aku akan menyelamatkan Onee-sama dan merebutnya darimu!"

Asheel yang mendengarnya lalu menatapnya dengan aneh, "Apakah kamu juga siscon?"

"Hah?"

"Lupakan," Asheel menyelanya sebelum menyandarkan tubuhnya ke posisi berbaring pada bongkahan batu itu. "Tapi, aku yakin kamu telah melihat diriku yang lain dalam penglihatanmu. Bagaimana menurutmu?"

Zora tertegun sejenak setelah mendengar pertanyaannya, dia lalu menatap Asheel dengan serius. "Jadi itu memang nyata, ya? Tapi, itu jelas berasal dari kekuatan aneh yang membuatku terjebak dalam realitas yang berbeda. Apakah itu sebuah penglihatan masa depan?"

"Yang kamu lihat bukanlah sebuah penglihatan dari masa depan, itu nyata." Asheel meyakinkannya. "Namun, aku tahu dari keinginanku yang sebenarnya jika aku tidak ingin berbuat jahat seperti itu. Jadi kamu bisa keluar dari sana."

"Apa maksudmu?" Zora bertanya dengan hari-hati.

"Aku yang kamu lihat saat itu adalah diriku yang lain. Mungkin kesombonganku atau semacamnya."

"Tapi itu semua tetap nyata, kan?!"

"Ya, tapi karena dirimu sendiri, kamu bisa lepas dari kenyataan itu."

"Aku?" Zora dengan bingung menunjuk dirinya sendiri, lalu tersadar dengan maksud perkataannya. "Apakah karena aku sangat mirip dengan pacarmu?"

Asheel menatapnya sejenak sebelum terkekeh, "Mirip? Kurasa kamu salah paham, keberadaanmu dan kakakmu di dunia ini hanyalah sebuah tiruan. Jadi dibilang mirip maka itu akan menjadi tidak valid, nyatanya kamu sangat persis dengan Sera, kamu adalah makhluk ideal dari pikiranku yang sebenarnya tentang Sera. Yang kurang darimu jika dibandingkan dengan Sera adalah pesonamu dan posisi keberadaan kalian berdua."

"Keberadaanku...." Zora bergumam mengulangi kata-katanya, lalu dengan murung berkata, "Lalu apa arti keberadaanku di dunia ini? Apakah nasibku juga telah ditentukan?"

Asheel menggaruk kepalanya dengan kesal, "Semakin banyak orang yang menyalahkan nasib mereka akhir-akhir ini." Dia sadar jika perkataannya juga menggambarkan dirinya sendiri. Dia melanjutkan, "Sudah kubilang, walaupun aku secara tidak langsung terlibat dalam penciptaan dunia ini, tapi aku tidak menentukan nasib apapun yang kalian miliki. Bukan aku yang menulis naskahnya, ya?"

Melihat Zora masih diam saja dan mendengarkan, Asheel tersenyum padanya. "Kamu dan kakakmu tercipta dari keinginanku tentang Lucia-san dan Sera. Kalian berdua adalah keinginan idealku mengenai mereka berdua. Bahkan jika kalian tidak ingin mengakuinya, tetapi itulah kenyataannya. Mungkin, di dunia ini, orang yang tidak bisa kubenci adalah kamu, Flora, dan Merlin."

Wajah Zora menjadi gelap saat mendengar kalimat terakhirnya. "Tidak bisa kau benci katamu? Lalu kenapa kau merendahkan Onee-sama dan bahkan menikmati saat kamu melecehkannya. Bahkan kamu senang melihatku menderita di tangan kakakku sendiri!"

"Entahlah, mungkin diriku yang kau lihat itu membencimu karena tidak mau mengakui keberadaanmu." Asheel mengangkat bahu. "Tapi yang pasti, aku tidak sanggup melukai kalian berdua dengan tanganku sendiri. Tapi jika merendahkan kalian, mungkin aku masih bisa."

Dia bergumam dengan suara rendah saat mengatakan kalimat terakhir.

Zora mencoba mengabaikannya dan memutuskan untuk bertanya dengan ekspresi serius setelah mengetahui kebenaran tentang keberadaan dirinya, "Apakah kamu benar-benar Tuhan yang yang menciptakan dunia ini?"

"Aku tidak peduli kalian akan memanggilku apa," Asheel mengangkat bahu sekali lagi dan menggelengkan kepalanya, "Dan sebenarnya bukan aku yang menciptakan dunua ini, tapi kekuatanku sendiri."

"Kekuatanmu?"

"Ya, karena itulah aku datang ke tempat ini. Tapi keberadaan kalian berdua sebenarnya adalah sebuah kejutan bagiku."

"Akan lebih baik jika kamu tidak pernah ke sini. Dengan begitu, Onee-sama tidak akan pernah terlibat denganmu!" Zora mendengus.

"Tapi kakakmulah yang berdosa kepadaku, tidak, kepada Sera." Asheel memutuskan untuk memberitahukannya. "Dia berani sangat lancang karena berniat menggunakan Sera untuk alat pengganti agar kamu bisa lepas dari perjodohanmu."

Zora sedikit dikejutkan dengan perkataannya, "Onee-sama tidak akan pernah melakukan hal sejahat itu! Kau hanya bohong!"

"Terserah mau percaya atau tidak, nyatanya kakakmu sedang menebus dosanya dengan cara melayaniku."

"Itu karena kamu...!"

Asheel menyelanya lalu berkata dengan nada yang tegas, "Aku tidak pernah mencuci otaknya."

"...." Zora terdiam saat dia masih menatapnya dengan serius.

"Dengan semua pembicaraan itu, apakah kamu masih membenciku?"

"Apakah aku membencimu?" Zora mengeluarkan senyum menantang dan berkata dengan keyakinannya, "Aku sangat sangat sangat sangat sangat membencimu! Aku tidak akan pernah memafkanmu sebelum kamu meminta maaf pada Onee-sama!"

Asheel hanya menatapnya sejenak sebelum tersenyum kecil, "Ahh~, membosankan. Padahal aku ingin kamu bersikap sama seperti saat kita pertama kali bertemu..."

"Itu tidak akan pernah terjadi lagi, dasar penipu kecil!"

Chapitre suivant