"Kamu belum jawab pertanyaan saya." Cia masih bersungut-sungut karena perbuatannya, Dhika masih nekat minta jawaban.
"Saya nggak tau, belum bisa janji. Biarin saya mikir dulu, jangan sampek jawabannya merugikan saya." Ketus gadis itu. Dia terus ngusap bibirnya, sakitnya maknyos kali.
"Kapan?" Tanya Dhika lagi. Dia pun sama, mengelus bibirnya yang sedikit membengkang. Dorongan Cia sangat kuat, itu kenapa bekas yang di tinggalkan juga lumayan.
"Kapan apanya?" Kesalnya. Mau rasanya dia getok pakek palu pala si Dhika. Liat di otaknya ada apa, kok bebal kali.
"Jawabannya, saya ingin sekarang." Pinta Dhika nggak ada akhlak.
"Ngelunjak banget? Kesalahan bapak aja belum seratus persen saya lupain, sekarang berani nuntut?" Makin kesal gadis cantik itu.
"Setiap masalah yang kita bahas harus ada keputusan akhir." Dhika tetap keras kepala.
Cia menghentikan langkahnya dan menghadap Dhika, "kalau maksa terus saya akan jawab, tidak bersedia. Puas?"
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com