Beberapa saat kemudian, akhirnya mereka sampai di sebuah villa yang memang sudah mereka tempuh dari beberapa jam lalu. Semua orang sudah masuk ke dalam villa itu, berbeda dengan Anna dan juga El yang masih berada di halaman villa sembari El yang tengah mengeluarkan barang bawaan Anna dan juga dirinya.
Anna mencoba menyapu setiap halaman villa yang terlihat begitu asri. Senyum indah menghiasi wajahnya. Namun itu semua hanya sesaat setelah Anna melihat sebuah penampakan yang ia yakini adalah hantu.
Karena penasaran, Anna mencoba mengikuti kemana perempuan itu pergi. Tak ada rasa takut, mungkin karena dirinya yang memang sering melihat hal semacam itu membuatnya merasa terbiasa. Akan tetapi, hal yang dirinya lihat kali ini sangatlah berbeda. Aura tajam, bau amis dan bau bangkai yang begitu menusuk indera penciuman serta bentuk yang begitu menyeramkan membuatnya tak kuasa menahan rasa penasaran.
El yang melihat Anna mengendap ke arah belakang villa mulai mengikutinya secara diam-diam. Ia hanya takut terjadi sesuatu pada Anna. Lagipula alasan dirinya ikut hanyalah satu, menjaga keaman seorang perempuan yang ia sayangi sedari kecil.
"Permisi," ucap Anna pelan saat dirinya dapat menemukan perempuan yang sempat dirinya lihat.
Seorang perempuan yang terlihat seumuran dengannya tengah duduk seorang diri, rambut yang sengaja terurai namun seperti tak terurus, baju putih yang sudah dibanjiri oleh darah. Serta wajah yang tak dapat Anna lihat.
"Aku bisa melihatmu, kenapa kamu ada disini?" tanya Anna memberanikan diri.
Tak ada jawaban, bahkan suasana begitu hening.
BUGH!
Sontak Anna mengalihkan pandangannya ke arah dimana asal suara itu berada, tak ada apapun, hingga Anna mengalihkan kembali pandangannya ke depan--
"Kalian akan mati…" lirihnya membuat Anna terengah dengan keringat yang begitu membasahi tubuhnya. Perempuan yang sedari tadi menunduk, kini menampakan wajahnya. Anna dapat melihat dengan jelas wajah busuk dengan belatung yang sangat menjijikan, dia hanya memiliki sebelah mata dan terdapat banyak goresan pisau di seluruh wajahnya.
"Akhh!!! Lep-- lepas!" ucap Anna susah payah karena ia merasakan jika hantu itu tengah mencekiknya. Sungguh, dirinya tak dapat bernafas kali ini, ia berusaha terus melepaskan. Ditambah lagi sosok itu terus menatap Anna dengan tatapan marah.
"ANNA!" panggil El sembari menghampiri Anna yang tengah memegang lehernya sendiri sembari meringis kesakitan.
Anna dapat merasakan nafasnya kembali seperti semula, namun dirinya sedikit terengah karena apa yang telah dirinya lalui. Beruntung El datang dan menyelamatkannya, jika tidak Anna tidak tau akan bagaimana pada akhirnya.
Anna berhamburan kepelukan El, ia merasa keadaan di villa ini sangat tidak normal. Anna yakin ada sesuatu yang tak beres disini.
"Lo gak papa kan? Cerita sama gue ada apa?" tanya El namun Anna hanya menggeleng. Tak mungkin dirinya menceritakan semua yang ia lihat pada El.
"Kita pulang sekarang juga! Gue gak mau lo bantah gue, oke?" kata El sembari menarik Anna menuju mobil yang sempat ia bawa. Meski hari sudah sore dan itu berarti malam akan segera tiba, El tak peduli. Dirinya dapat melihat jika ada sesuatu yang terjadi pada Anna setelah kejadian dimana Anna mencekik lehernya sendiri. El tak yakin, hanya saja itu membuatnya khawatir.
Anna masih berdiam diri, dirinya belum dapat mencerna kata demi kata yang terlonttar dari mulut El. Sekalipun dirinya sudah berhasil duduk di kursi penumpang, dirinya tetap merasa hampa dan kosong.
El meraih ponsel di dalam saku hoodie yang ia kenakan, mencoba menghubungi Reno, barangkali Reno sedang membawa ponsel di dalam sakunya kini.
"No, gue pulang sama Anna. Ini gue udah jalan, have fun ya! Bilangin sama yang lain, sorry…" kata El saat panggilan sudah terhubung.
Tanpa menunggu jawaban dari Reno, El memutuskan sambungannya dan kembali memasukan ponselnya ke dalam saku. Sesekali El memandang Anna yang masih diam dengan pandangan kosong, El benar-benar tak dapat membuat Anna buka suara jika keadaannya seperti ini.
Anna sendiri masih merasa panik dan tidak dapat mengendalikan perasaannya. Anna mengaku kalah. Seolah mulutnya dipaksa untuk tetap bungkam, melupakan teman-temannya yang mungkin akan ada dalam bahaya.
***
"El sama Anna pulang duluan, dia titip pesen buat kalian, say sorry," kata Reno pada mereka yang sudah berkumpul.
"Pasti si Anna bikin rese tuh, makanya El pu--
"Lo bisa gak si gak usah ngusik Anna sama El?" tanya Radit dengan tatapan tajamnya. Entah mengapa Radit merasa selalk pitam jika dihadapkan dengan Risa. Mungkin karena Radit yang tak suka dengan perempuan macam Risa membuatnya tak mampu mengendalikan diri.
"Udah gakpapa, kita lanjut bagi kamar aja, oke?" kata Serli menengahi.
"Jadi… Risa sama Rachel di kamar utama yang ada di lantai dua… Gue sama Febby di kamar samping kamar utama, Reno sama Radit, kalian di lantai utama aja ya, kalian bebas mau pilih kamar mana aja," tutur Serli yang dapat mereka setujui.
Risa yang merasa sedari tadi menahan buang air kecil semakin merasa tak nyaman, entah mengapa dirinya malu menanyakan. Namun mau bagaimana lagi? Jika tidak dirinya malah akan mendapatkan malu, "Ser? Toiletnya dimana ya?"
"Lo lurus aja, nanti belok kanan, abis itu di sebelah kiri lo ada toilet," jawab Serli menerangkan pada Risa.
Risa pergi begitu saja tanpa sepatah katapun. Suasana hening. Radit yang memilih mendengarkan musik lewat earphonenya, Reno yang memilih bermain game di ponselnya, Serli yang bangkit menuju lantai dua, sedangkan Rachel dan Feby memilih untuk bercerita dengan nada yang sungguh pelan. Bukan apa, hanya saja kehadiran Radit sungguh tak dapat mereka maklumi. Mereka hanya takut Radit akan terganggu oleh suara mereka.
"AAAAAAAAAA!!!!"
Suara pekikan dari arah dimana toilet berada membuat mereka seketika panik. Radit melepas earphonenya, Reno membanting asal ponselnya, Serli bergegas turun, Rachel dan Feby bangkit dari duduknya. Mereka berlari ke arah dimana toilet berada dengan dipimpin dari Radit.
Bugh! Bugh! Bugh!
"RISA!! Lo masih di dalem!" kata Radit setelah mengetuk pintu dengan kasar namun tak ada sahutan dari dalam. Hingga--
"RISA LO DENGER KITA GAK!" teriak Reno masih tak ada sahutan dari Risa membuat semuanya bertambah panik. Mengingat hal terakhir kali yang mereka dengar adalah jeritan histeris yang mereka yakini memanglah suara Risa. Mereka tak yakin apa yang Risa alami di dalam sana.
Mereka semua benar-benar panik, hingga Serli angkat bicara, "Kita dobrak aja."
Tanpa menunggu lama, Radit mengambil aba-aba untuk segera mendobrak pintu toilet berkali-kali, hingga dobrakan ketiga pintu berhasil terbuka.
BUGH! BUGH!!!
"Ri-- Risa?"