webnovel

PINGSAN?

Abian pulang ke rumah dengan perasaan tak karuan. Ya Allah, pikirannya sudah di racuni oleh mang Ade. Apa kata Ayla jika dia tau suami dadakannya ini sudah di beri makanan seperti itu oleh mang Ade. Haduh, maafkan Abian, ya Allah.

Langkah kaki Abian terhenti saat melihat sang istri sedang menangis sambil duduk di kursi yang tersedia di teras rumah. Meski jarak masih sekitar 5 meter, tapi Abian bisa melihat dengan jelas bagian bawah mata Ayla terlihat sembab sehabis menangis. Kenapa dia?

Pikiran Abian melayang kembali teringat dengan saran mang Ade tadi. Duh, kenapa saran konyol itu terus berputar-putar di otaknya? Dengan segera Abian mendekati Ayla yang masih sesenggukan menahan tangis.

"Kak Ay kenapa?" tanya Abian polos.

Ayla melirik Abian dengan sinis, sepertinya dia marah. Tanpa menjawab, Ayla memalingkan pandang dengan wajah di tekuk. Hal ini membuat Abian bingung, serba salah dengan sikap Ayla yang tiba-tiba berubah.

Abian duduk di samping Ayla, kebetulan ada satu kursi lagi di sampingnya.

"Kenapa? Aku ada salah?" tanya Abian lagi, berusaha memperbaiki mood sang istri yang sedang kacau.

Ayla menggeleng.

"Terus? Kenapa Kak Ay nangis?"

Ayla kembali menatap Abian. Kali ini tatapannya terlihat sendu dan penuh kesedihan. Ada kerinduan yang amat mendalam, itu terlihat dari sorot matanya. Ya, Abian bisa melihat itu. Tapi ia tidak tau kerinduan seperti apa yang Ayla rasakan.

Abian makin bingung saat Ayla kembali menangis dengan langsung memeluknya. Sungguh, Abian langsung tegang. Semua otot dan sirkulasi darah dalam tubuhnya seakan berhenti mengalir, tegang karena untuk pertama kalinya ia di peluk oleh perempuan. Gila, begini rasanya di peluk? Pikir Abian kacau.

Ayla menangis sejadi-jadinya di pelukan Abian. Tentunya Abian tidak mau membalas pelukan Ayla, ia masih takut. Ayla tidak menyadari hal itu dan terus menangis sambil sesekali mengelap ingus dengan baju pria yang menyandang status sebagai suaminya itu.

"Aku—aku rindu sama Daniel ... Aku mau ketemu dia," adu Ayla sambil menahan isak.

Seketika tubuh Abian lemas dan rasanya oleng. Abian pingsan?

"Eh, Bian! Kamu kenapa? Jangan pingsan, Abian!" ujar Ayla sambil menepuk pipi Abian, berharap lelaki yang kini terkulai di pelukannya bisa bangun lagi.

"Yah, kok pingsan, sih?"

Beberapa orang tetangga lewat di depan rumah mereka, dilihatnya Abian yang pingsan di pelukan Ayla. Mereka terkekeh kecil sambil berbisik.

"Duh, bangun, Bian! Bikin malu aja, sih! Pake acara pingsan segala," Ayla sibuk ngedumel sambil membangunkan Abian.

Dengan terpaksa, Ayla menggeret tubuh besar Abian masuk ke dalam rumah. Lelaki yang memiliki brewok tipis itu cukup berat, membuat Ayla yang bertubuh kecil cukup kewalahan menggeret nya.

"Bikin susah aja, ni anak takut apa gimana? Badan gede kok lemah, sih!" Ayla terus menggerutu tak jelas.

Ayla menghemaskan tubuh besar Abian di atas ranjang. Lelaki itu benar-benar berat, untuk wanita mungil seperti Ayla, ini adalah usaha yang lebih sulit dari pada menaklukan seorang lelaki.

Ayla mendekat saat Abian semakin pulas. Entah pingsan atau malah lanjut tidur, yang jelas wajahnya terlihat tenang dan adem sekali. Ayla memperhatikan lekuk wajah suaminya. Brewok itu, bagaimana rasanya jika ia mengelusnya? Dan, bagaimana dengan dadanya?

Astaghfirullah, kenapa ia jadi berpikiran mesum seperti ini? Jauhkan Ayla, jauhkan pikiran itu. Dia hanya pengantin pengganti yang menikah dengannya tanpa dasar cinta. Tidak sebaiknya dia berpikiran seperti itu. Tapi, bukannya sebagai istri kita berhak meminta nafkah batin?

Abian terusik dan Ayla langsung terkesiap. Perlahan Abian membuka matanya, ia melihat Ayla yang duduk di sampingnya.

"Kak Ay?" kata Abian.

"Udah bangun? Ternyata geret kamu dari teras ke kamar berat juga, ya?" ujar Ayla sebal.

Geret? Tunggu, Abian berpikir sejenak untuk mencerna ucapan Ayla. Jadi dia pingsan? Abian bahkan tidak sadar kalau dirinya pingsan.

"Aku ... Pingsan, ya?"

"Udah tau, pake nanya! Lagian kamu kenapa pingsan, sih? Padahal cuma di peluk aja lho," ketus Ayla.

"Itu ... Itu karena aku gugup di peluk sama Kak Ay," jawab Abian yang lagi-lagi polos banget. Membuat Ayla tepok jidat.

Pengen gantian pingsan. Masa iya di peluk doang pingsan? Pria macam apa itu.

Ayla cuma geleng-geleng kepala karena heran. Heran dan bingung bagaimana ceritanya Abian bisa pingsan. Tapi, Abian sendiri sadar alasan di balik ia pingsan. Itu karena traumanya.

Tak taulah, mengapa trauma akan wanita itu masih melekat pada dirinya. Padahal kejadian itu sudah lama sekali, Abian bahkan sudah lupa dengan wajah tante-tante yang menculiknya, tapi ia masih saja teringat akan masa itu.

Abian mengulum bibir sambil melihat Ayla menyeka keringat. Lihat, Ayla bahkan sampai keringetan karena membawa tubuh berat Abian. Membuatnya merasa bersalah.

"Maaf ya, aku berat," tutur Abian.

"Udah lah, lupain aja." Ayla pergi ke ruang tamu untuk menenangkan diri.

Saat sore tiba, Abian bersiap untuk masak. Hari ini sudah ada ikan gurame dan kentang yang akan menjadi bahan masakannya. Abian itu termasuk suami idaman. Dia pandai memasak dan juga rajin ibadah. Tapi cuma satu kekurangannya, ya takut pada perempuan. Terutama Ayla.

Dengan lihainya Abian memainkan pisau untuk membersihkan sisik ikan. Ia terlihat senang sekali melakukan itu. Tanpa ia ketahui, ada Ayla yang terus memperhatikannya di ambang pintu dapur. Ayla kembali merasa gagal menjadi istri.

Masa iya Abian yang akan terus-terusan masak dan mengurus rumah. Bahkan Abian bisa masak sembari mencuci piring. Hebat bukan?

Abian meninggalkan ikan yang baru saja ia masukkan ke dalam wajan berisi minyak panas. Ikannya hanya di goreng saja. Ia pergi ke belakang rumah untuk mengangkat kain jemuran. Saat Abian kembali, ia cukup terkejut dengan sosok yang tengah berdiri di dekat wajan. Itu Ayla, tapi kenapa dia pakai helm?

"Kak Ay, kenapa pakai helm?" tanya Abian heran.

Ayla membuka sedikit kaca helmnya, di balik helm half face itu, ia nyengir sambil pamer gigi rapi miliknya.

"Aku mau balik ikannya, takut gosong. Tapi minyaknya terus meletup-letup, jadi aku pakai helm biar gak kena minyak panas," jelas Ayla.

Abian tertawa mendengar alasan itu. Supaya tidak kena minta panas Ayla pakai helm. Masuk akal juga. Tapi tunggu, Ayla tidak hanya pakai helm. Dia juga memakai jas hujan untuk menutupi tubuhnya. Ada-ada saja.

Abian meletakkan pakaian yang baru saja ia angkat. Lalu ia kembali menghampiri Ayla.

"Buka," ucap Abian sambil membuka helm yang Ayla kenakan, itu helm miliknya.

"Jangan, nanti kena minyak panas!" tolak Ayla.

"Nggak."

Tak hanya helm, Abian juga membatu Ayla melepaskan jas hujan yang ia pakai. Abian mengajarkan Ayla bagaimana cara menggoreng ikan dengan benar agar tidak terkena minyaknya.

Ayla mendengarkan intruksi dengan seksama. Dan, ya! Ayla berhasil, ia tidak terkena minyak panas yang tadi membuatnya takut. Abian senang karena Ayla mau membantunya, meski tidak banyak karena dia tetap takut dengan suara letupan dari ikan yang ia goreng.

Tapi Ayla cukup membantu, ia membantu mengiris kentang, cabai dan bawang. Meski ada adegan nangisnya karena kandungan senyawa bawang yang membuat matanya perih.

"Jangan di kucek! Sini," titah Abian saat Ayla hendak mengucek matanya yang pedih.

Abian mengusap mata Ayla dengan tangannya. Seketika detak jantungnya berdebar kencang. Wah, seperti drum yang di pukul begitu keras. Apa Ayla bisa mendengarnya? Gawat kalau sampai bisa di dengar.

Saat ini Abian bisa melihat berapa cantik istrinya ini. Bersyukur ia karena bisa menikahi wanita cantik seperti Ayla.

Ayla tertawa, entah apa sebabnya. Hanya saja, ini untuk pertama kalinya mereka bersentuhan secara sadar. Abian ikut tersenyum, meski sempat salah tingkah. Tapi Ayla cukup senang, Abian memang suami yang unik.

Chapitre suivant