webnovel

Bagian Ketujuh

"Apa yang kalian lakukan?!"

Teriakan dari seorang wanita membuat Gue terbangun. Lampu kamar yang begitu menyilaukan membuat mataku menyipit.

Gue melihat ke samping, bola mataku langsung membesar ketika melihat Oma berdiri di ambang pintu. Kapan Oma datang? kenapa gak ngabarin dulu?

Gue lihat ke arah pandangan Oma yang lurus menatap sampingku. Sial, Gue benar-benar baru ingat apa yang terjadi beberapa jam yang lalu. Ana masih tertidur, entah tertidur atau pingsan.

"Siapa wanita ini?! kenapa kalian sama-sama telanjang!"

"Gantara... Oma bener-bener kecewa sama Kamu!"

Oma langsung keluar dari apartemen. Gue yang sadar langsung menyibakkan selimut dan meraih celana boxer dan kausku yang ada di atas lantai. Memakainya dengan cepat lalu segera mengejar Oma.

"Oma!"

"Oma!"

"Oma dengerin Gantara dulu!"

Gantara langsung menahan pintu lift itu dan berhadapan dengan Oma yang menangis. Sakit rasanya melihat orang yang paling kita hormati, sayangi dan satu-satunya keluarga yang kita punya menangis karena diri kita.

"Oma, Gantara minta maaf tapi Oma dengerin penjelasan Gantara dulu."

"Mau bagaimana pun ceritanya, yang kalian lakukan itu salah! Oma bener-bener kecewa! Kamu nikahin Dia, kamu harus tanggungjawab!"

"Gak Oma, Gantara gak mau."

"Kenapa?"

"Karena... " Gak gak gak Oma gak boleh tahu hubunganku dengan Erik.

"Karena apa? Kamu udah berbuat dan kamu harus bertanggung jawab! Oma gak mau tahu, nikahi Dia atau Oma gak mau lagi ketemu sama kamu!"

Oma kembali menutup pintu lift dan kali ini bener-bener lift itu membawa turun Oma. "Apa yang harus Gue lakuin?" bingungku.

"Gantara," panggil seseorang dari arah samping. Gue menoleh dan melihat Erik dari sana.

"Ngapain di sini Beb?" bisik Erik. Karena dunia ini tak ada yang pernah tahu tentang hubungannya dengan Erik. Kecuali Ana.

"Gak papa, Kamu mau ke apartemen kamu?" tanyaku pada Erik. Erik menggelengkan kepalanya.

Karena kita tinggal di gedung apartemen yang sama dan satu lantai membuat kita leluasa berdekatan tanpa ada yang curiga.

"Gak dong, kitakan udah janji bakal rayain kemenangan kamu jadi aku mau ke apartemen kamulah," jawab Erik.

Gawat! di dalam masih ada Ana dan jika Erik tahu ini akan semakin runyam. Yang pasti ini tidak baik. Aku harus cegah ini, sebelum Erik tahu ada Ana dan tahu apa yang terjadi antara Aku dan Ana.

"Eh kayaknya .... kita rayain di apartemen kamu aja deh. Sekali-kali kita rayain di sana," ucapku.

Erik menganggukkan kepalanya tanda setuju. Gue langsung bernafas lega. Dengan berjalan beriringan, Gue dan Erik menuju apartemen mewah Erik.

"Kayaknya Aku ambil sesuatu di kamar dulu deh, Kamu masuk dulu aja!" ucapku. Aku harus mengusir Ana sebelum ada orang lain yang memergoki kembali.

"Oke, Aku tunggu ya Beb," ucap Erik sambil mengelus pipiku. Hal ini sudah biasa bagiku.

Aku memastikan Erik sudah masuk ke dalam apartemennya. Lalu Aku segera masuk ke dalam apartemen ku dan menguncinya.

Gue berjalan cepat ke arah kamarku. Tapi Sial, Ana tak ada di atas kasur. Aku melihat bercak merah di seprai putihku. "Jadi dia masih perawan?"

Gue tertegun, ketika mengetahuinya. Gue kira Ana sama seperti wanita itu, tapi ini justru pertama kalinya bagi Ana.

Dan sama, ini juga pertama kali bagi Gue melakukan hubungan ini, apalagi dengan wanita. Karena selama ini Gue dan Erik hanya saling 'memuaskan' tanpa melakukan hal yang lebih dalam.

Gue teringat tangisan Ana saat Gue dan Ana melakukannya. Bahkan matanya menatapku kosong ketika Gue melakukan hal yang lebih dalam lagi. Seakan jiwa Ana tak ada di sana.

"Gak gak gak Gue gak boleh kasihan. Bisa aja ini rencananya. Gue gak boleh ketipu."

BRUK!!

Suara benda yang jatuh dan suara guyuran air membuatku menatap kamar mandi. "Apa Ana ada di sana?" tebak ku.

Gue melangkahkan kaki Gue ke arah pintu kamar mandi dan samar-samar mendengar suara tangisan perempuan dan Gue yakin itu Ana.

"Na! di dalam Lo kan?" panggil Gue.

"Lo harus cepet keluar dan balik!" usir ku langsung.

Kali ini suara samar-samar itu mulai tak terdengar lagi dan sebuah dentuman terdengar. "Na! Ana jawab Gue!" teriakku.

Gue berlari menuju laci kamarku mencari kunci cadangan. Setelah menemukannya Gue langsung membuka pintu kamar mandi.

Gue terkejut melihat Ana yang berada di bawah shower yang menyala dengan tatapan kosong. Baju Ana sudah basah kuyup. Jangan-jangan kesarasukan nih anak.

"Na?" panggil ku.

"Puas?" ucap Ana tiba-tiba menaikkan pandangannya ke arah ku.

"Maksud Lo?" dahiku berkerut tak paham maksud Ana.

"Kak Gantara puaskan, buat hancur hidupku! udah puas?!" bentak Ana.

Gue berdecih, gimana bisa dia nyalahin Gue?

"Lo yang datang ke sini dan Lo nyalahin Gue?!" tanya Gue balik. "Bukannya ini rencana Lo?!"

Ana tiba-tiba berdiri dan mendekatiku, langkahnya terlihat tertatih, membuat Gue sedikit iba. "Aku datang ke sini, buat Tante Lasmi. Aku gak tahu ada apa dengan kalian, tapi Tante Lasmi bener-bener menyesal. Dia bahkan selalu hubungi Kak Gantarakan? iya kan! pihak rumah sakit bahkan pernah hubungi Kak Gantara, tapi tak ada satupun respon dari Kak Gantara!"

"Aku ke sini, buat mempertimbangkan permintaan Tante Lasmi. Kalau Kak Gantara jadi Aku, orang yang berjasa di keluarga Kakak minta satu saja permintaan dan ternyata itu permintaan terakhir apa yang akan di lakukan Kak Gantara?! JAWAB KAK."

Gue terdiam, mata Ana begitu menyorotkan kesedihan dan kekecewaan. Tapi, kenapa pikiran Gue selalu berkata ini cuma sandiwara?

"Hancur semua! Aku benci lihat Kak Gantara!"

"Harusnya Gue yang bilang gitu ke Lo! Gue udah berhasil nata hidup Gue sendiri selama ini. Walau Gue harus menyimpang tapi itu buat Gue bisa merasa bebas. Dan Lo datang dengan wanita itu dan buat pertahanan yang Gue buat retak," ucapku.

"Berarti itu bukan sebuah pertahanan, tapi pelarian. Dan cuma orang PENGECUT yang melakukan itu! lari dan takut menghadapi!"

Gue langsung natap tajam Ana, harga diri Gue di injaknya. Gue bukan pengecut! Ana gak tahu apa-apaa yang udah terjadi! Dan dia gak tahu gimana Gue yang harus bangkit sendirian! SENDIRIAN!

"Emang Lo tahu apa tentang Gue?! Jangan langsung menilai! Dan Gue bukan pengecut!"

Ana menarik sudut bibirnya membuat Gue sedikit tertegun. Gadis lugu ini menjadi gadis pemberani dalam satu waktu.

"Orang yang Aku kira baik, pintar, dan hebat ternyata nol. NOL BESAR! Aku benci sama Kak Gantara!"

Mataku terpaku pada mata Ana. Mata Ana kenapa terasa familiar. Kesedihan Ana kenapa tiba-tiba menjadi familiar di mata dan tubuhku?

"PENGECUT!"

Ana berjalan dengan perlahan dan keluar dari kamar mandi. Gue lihat bagaimana perempuan itu menjadi lemah kembali. Air matanya sempat ku lihat turun dari matanya.

Apa Gue sejahat itu? Bukannya ini yang Ana rencanakan? kenapa Gue ngerasa ada yang salah?

Chapitre suivant