webnovel

Awas jatuh cinta

Awas nanti jatuh cinta, cinta kepada diriku.

Jangan-jangan aku jodohmu.

Kamu terlalu membenciku, membenci diri ini.

Awas jatuh cinta…

By : Armada

Nandes mengikuti langkah ibunya, berjalan ke arah deretan toko sembako. Cowok remaja bertubuh tegap itu mulai merasa bosan mengikuti ibunya yang dari tadi mengajaknya berkeliling pasar belum lagi beberapa kantong plastik yang ia bawa di kedua tangannya. Sedangkan ibunya hanya membawa dompet miliknya sambil tidak berhenti mengatakan pada setiap orang di pasar yang ia kenal 'ini loh Nandes anak bujang saya'.

Lama-lama Nandes merasa malu juga. Ibunya terlalu berlebihan seakan dirinya adalah anak paling tampan satu kota saja. Hmm Nandes kan gak tahu jika bagi ibunya dia adalah kebanggaan sang ibu. Anak laki-laki paling tampan sejagat raya.

"Bu...ini mau belanja apa lagi sih?" tanya Nandes sambil mengikuti langkah ibunya.

"Ke toko langganan ibu, buat beli minyak goreng dan gula," kata Bu Mira menjawab pertanyaan putranya.

Wanita itu berhenti melangkah, ia mengerutkan kening. Matanya memandang ke arah toko langganannya ternyata tutup.

"Yah..toko sembako langganan ibu tiap hari Minggu kok tutup sih," keluh Bu Mira.

Nandes melihat kearah toko sembako yang dimaksud ibunya.

"Ya cari toko lainnya lah Bu."

"Ya tapi biasanya ibu kalo hari Minggu belanjanya di toko itu Des."

"Sama aja lah Bu..mau hari Senin Selasa Rabu sampai Minggu ibu belanja di mana saja tetap sama. Harga juga gak jauh beda."

"Ibu bukan masalah harganya Nandes."

"Terus apa masalahnya?"

"Ibu suka gak enak kalau belanja di toko ini tapi ibu kenal sama toko satunya. Jadi ibu jadwal saja ibu gilir belanjanya tiap ke pasar biar adil," jelas Bu Mira.

"Ya ampun Bu mau belanja aja ribet banget deh."

"Ibu harus gitu Des...kamu udah besar udah bujang ibu harus mengenal banyak orang orang di pasar."

"Hubungannya sama aku apa?"

Bu Mira tersenyum mencurigakan.

"Yaaa ..kalau kamu menikah nanti kan bakal banyak orang yang ibu undang, pedagang pasar kalau kondangan itu isi amplopnya banyak loh Des." 

Nandes tercengang mendengar kenyataan ibunya punya pikiran seperti itu. Remaja keren itu tak habis pikir ibunya sudah merancang strategi untuk pernikahannya kelak.

"Ibu terlalu jauh banget mikirnya, aku ini masih sekolah."

"Makanya ibu pikirin dari sekarang," kata Bu Mira sambil senyum-senyum.

Nandes hanya bisa menggeleng pasrah. Terserah ibunya mau berencana apa. Yang pasti ia yang akan memilih jalan hidupnya sendiri.

"Kita ke toko itu saja."  Bu Mira menunjuk salah satu toko sembako yang lumayan ramai pembeli.

Nandes kembali mengikuti langkah ibunya. Ada perasaan aneh lagi menjalari hatinya. Seperti berdebar-debar namun Nandes tidak tahu apa penyebabnya rasa debar itu datang dan pergi.

"Eh tunggu dulu." Bu Mira kembali menghentikan langkahnya.

"Kamu aja yang ke toko itu beli gula sekilo, minyak goreng dua liter dan mie bihun empat biji, ini uangnya."

"Ibu mau kemana?" tanya Nandes bingung.

"Ibu mau beli lalapan kemangi, tadi lupa Des, sini sebagian plastik ibu yang bawa, nanti ibu tunggu di tempat parkir ya."

"Tapi Bu…." Belum selesai Nandes berbicara Bu Mira langsung mengambil alih dua kantong plastik dari tangan Nandes lalu segera melangkah pergi meninggalkan Nandes dalam kebingungan.

"Heh...ibu ini ahhh," kesal Nandes. Lain kali dia tidak akan mau lagi mengantar ibunya ke pasar.

xxxx

"Kak Janu…." Janu menolehkan kepala ke arah suara yang memanggilnya.

Berdiri seorang gadis remaja berusia lima belas tahun dengan rambut hitam panjang sebahu tergerai tersenyum manis di depan toko, ketika toko mulai lengang pembeli.

Tangannya membawa nampan berisi satu piring nasi dengan lauk sambal telur bulat dan sayur tumis kacang dan tempe, serta satu gelas es teh.

"Tadi Bu Ninik pesan sarapan buat kak Janu," kata gadis remaja itu sambil senyum malu-malu khas anak ABG kalau lagi mulai mengenal lawan jenis.

"Terima Kasih mil," kata Janu dengan ekspresi wajah biasa saja.

"Sama-sama kak," sahut Mila gak lupa pasang senyum paling manis yang ia punya.

Setelah memberikan nampan yang ia bawa, gadis beranjak remaja bernama Mila itu masih tetap berdiri di depan toko. Sambil lirik-lirik kearah Janu.

"Kak Janu, boleh minta nomer HP-nya gak?" Mila memberanikan diri untuk bertanya nomor ponsel Janu.

Janu melihat kerah Diky, karyawan tetap Bu Ninik. Cowok yang berusia beberapa tahun lebih tua dari Janu itu mengangkat bahu tanda ia berkata 'terserah mau kasih apa gak'.

"Aku gak punya nomer HP Mil."

"Masa sih kak...hari gini gak punya nomer HP," kata Mila tidak percaya.

"Minta nomernya sih kak," rengek Mila membuat Janu mulai tak nyaman.

Janu Kembali melihat ke arah Dicky, berharap teman kerjanya itu membantunya.

"Dia emang gak punya nomer HP Mil, nomer HP ku aja Mil mau gak?" goda Dicky.

"Ihhh...gak mau lah, aku maunya nomor HP kak Janu"  Mila jadi cemberut.

"Ya dia kan gak punya nomor HP, yang punya nomer HP Mas Diky yang cakep ini."

"Hilih...cakep dari mana?" Cibir Mila

"Cakep itu kak Janu, iya kan kak." Mila kembali senyum-senyum ke arah Janu.

Cowok remaja itu hanya tersenyum tipis. Tak terlalu peduli dengan pujian Mila.

"Yeeee…..Janu cakep tapi diam kayak patung selamat datang gitu, apaan gak asik."

"Mending pendiam kayak kak Janu dari pada ramah tapi kayak Mas Dicky."

"Wahh Mila tega banget ngomong gitu" Dicky pura-pura sedih.

"Dah ahhhh aku mau bantu ibu jualan lagi. Kak Janu kalo udah punya HP kasih tau aku nomornya ya.." kata Mila gadis yang ibunya penjual nasi di pasar.

Janu mengangguk. Setelah itu Mila memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan toko Bu Ninik.

"Kayaknya punya HP baru deh..kok gak di kasih Nu?" tanya Diky setelah kepergian Mila.

"Males ah Mas...ribet," jawab Janu sambil mengerjakan pekerjaannya.

"Di godain cewek kok cuek gitu Janu..Janu.." heran Diky.

Diky adalah karyawan tetap Bu Ninik dia bekerja di toko Bu Ninik setiap hari. Berbeda dengan Janu yang seminggu hanya tiga kali. Dicky adalah kepercayaan Bu Ninik, jika Bu Ninik sedang tidak ada di tempat seperti hari ini Dicky lah yang duduk di meja kasir menggantikan Bu Ninik sedangkan Janu yang melayani pembeli.

Nandes masuk ke sebuah toko sembako ada beberapa pembeli yang mengantri saat Nandes datang. Terpaksa Nandes menunggu toko sepi dulu dia malas berdesakan. Nandes berdiri di sudut toko sambil memainkan ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan.

"Cari apa Mas?" Nandes menoleh ke arah suara di belakangnya.

"Janu…" Nandes lumayan kaget saat melihat siapa yang berdiri di hadapannya sekarang.

"Mau beli apa?" Nada suara Janu berubah jadi datar.

"Jutek banget."

Janu tak menyahut, ia memutar tubuhnya kembali menyibukkan diri. Berusaha sibuk tepatnya.

Nandes masuk ke dalam toko, lalu tanpa permisi mendekati Janu. Melewati Dicky yang sedang duduk di meja kasir sederhana dekat etalase.

"Kamu mau beli apa? Ngapain ngikutin kesini?" Janu merasa risih. Masalahnya dia sedang cek barang apa saja yang habis untuk dilaporkan ke Bu Ninik. Sedangkan posisinya berada agak ke dalam toko. Janu melihat sekilas kearah Dicky yang memperhatikan mereka dari balik etalase.

"Lo ngapain di sini? Ini toko ortu lo ya?" Bukanya menjawab pertanyaan Janu, nandes malah balik bertanya.

"Bukan urusan kamu."

Nandes tersenyum. Gak mau nyerah, dia makin ingin bicara dengan remaja di depannya ini. Sikap tak acuhnya membuat Nandes penasaran. Padahal sama pacarnya sendiri Nandes gak pernah ada rasa ingin tahu. Semua berjalan begitu saja.

"Lo gak hapus nomor gue kan?" tanya Nandes lagi. Melupakan tujuan awalnya masuk toko sembako.

"Buat apa juga aku simpan."

"Gue nunggu lo kirim pesan ke gue. Inget Lo punya utang traktiran ke gue."

Janu menatap malas ke arah Nandes.

"Aku gak bakal traktir kamu, kalau kamu butuh uang tinggal sebut berapa."

"Kan gue udah bilang gue gak mau uang, gue mau lo."

"Dan aku juga sudah bilang aku gak mau."

"Harus mau, aku nungguin."

"Terserah kamu!"

Dicky yang mendengar percakapan itu bengong lalu menelan ludah. Sejak kapan Janu jadi banyak bicara seperti itu.

"Malam minggu gimana? Gue tau tempat makan yang enak dan murah." Masih berusaha. Sampai melupakan ibunya sedang menunggu di parkiran.

"Kalo aku ada waktu."

"Yesss artinya mau dong," senang Nandes

"Aku bilang kalau aku ada waktu."

"Pasti ada, sempetin dong. Gak inget gue nolong lo dua kali apa?"

"Dasar pamrih."

Nandes nyengir, hingga membuat kedua matanya menyipit.

"Kamu mau beli apa sebenarnya?"

"Owwhhhhh….." Nandes menepuk keningnya.

"Gue disuruh beli apa tadi gue lupa."

Janu mendesah pelan sambil menggelengkan kepala.

Nandes berusaha mengingat apa yang harus ia beli. Kalau sampai salah beli ibunya pasti akan mengomel sepanjang hari.

Untung saja Nandes segera bisa mengingat apa saja yang harus ia beli. Tak lama Janu menyiapkan semua yang Nandes sebutkan keatas meja kasir untuk Dicky total berapa yang harus Nandes bayar. Lalu Janu memasukan semua belanjaan Nandes kedalam plastik merah.

"Nih…" Janu memberikan satu kantong plastik itu ke Nandes.

"Bisa gak kalo sama gue jangan jutek banget gitu?"

"Banyak permintaan banget sih."

"Hehehe...baru lo yang gak ramah sama gue hehe."

Janu diam tak menyahut.

"Ya udah gue balik, inget malam minggu lo traktir gue jangan lupa" Nandes mengusap pucuk kepala Janu sebelum akhirnya dia melangkah pergi sambil senyum-senyum ke arah Janu.

Janu remaja cowok itu diam berdiri melihat kepergian Nandes, hingga tubuh tegap itu hilang di balik kerumunan orang di pasar.

Dulu sebelumnya, Nandes tidak pernah melihat Janu. Mengenalnya saja tidak. Sekalipun mereka sering berpapasan di sekolah namun Nandes tak pernah tahu keberadaan Janu. Tapi sekarang Nandes bahkan sudah tau namanya. Dulu cowok remaja itu terlalu sibuk dengan dunianya hanya peduli dengan yang menarik perhatiannya.

Sampai hari itu tiba, ketika Nandes menggagalkan aksi bunuh diri Janu. Kebalikan dari Nandes, sekalipun ia tidak pernah bertegur sapa dengan Nandes namun di sekolah siapa yang tidak mengenal remaja cowok yang terkenal bandel namun banyak penggemar itu.

Tidak menyangka saja cowok yang dulu bahkan tak pernah melihat ke arahnya, sekarang entah kenapa terus mendekatinya.

"Udah Nu orangnya udah gak kelihatan jangan di liatin terus.." goda Dicky.

"Itu siapa tadi?" Tanya Dicky sambil senyum menggoda.

"Teman sekolah," jawab Janu singkat.

"Kamu aneh sih Nu… kalo digodain sama Mila kamu biasa aja. Tapi digodain dia kamu ngerespon gitu."

Janu menoleh ke arah Dicky.

"Godain apa?"

"Itu anak tadi lagi godain kamu tau.." 

"Mana ada cowok godain cowok"

"Buktinya aku tadi liat Nu, aku gak pernah liat kamu ngobrol sama orang lain dengan tatapan mata kayak tadi  kamu kelihatan lebih hidup."

"Ngomong apa sih." Janu berusaha menyangkal apa yang dikatakan Dicky teman kerjanya.

"Awas nanti jatuh cinta Nu," Kata Dicky sambil senyum-senyum menggoda Janu.

"Gak masuk akal," jawab Janu lalu melanjutkan pekerjaannya.

xxxx

Nandes berjalan ke arah parkiran motor sambil senyum-senyum. Tak tahu hatinya merasa senang membayangkan minggu depan akan ditraktir Janu.

"Kamu lama banget, ibu sampai kering nungguin," omel Bu Mira ketika Nandes berdiri di depannya.

"Tokonya rame tadi."

"Halah..kamu ini, ayo buruan pulang, kerjaan ibu masih banyak"

Nandes menyusun barang belanjaan ibunya di bagian depan motor. Lalu segera meninggalkan pasar.

"Bu…" panggil Nandes di tengah perjalanan mereka pulang.

"Apa?" jawab Bu Mira sedikit berteriak agar suaranya terdengar oleh anaknya.

"Besok-besok kalo ke pasar aku antar aja."

"Hah?? Tumben, kamu kenalan sama gadis di pasar ya?" tebak Bu Mira.

Nandes tak menjawab. Namun Bu Mira bisa melihat dari kaca spion motor, putranya itu sedang mengulum senyum dengan binar bahagia.

Bersambung….

Chapitre suivant