webnovel

Scandal

Setelah kejadian itu, Urei terlihat pendiam dan acuh padaku. Mungkin karena dia menunggu lama di atap sekolah hingga akhirnya aku benar-benar tidak datang kesana. Sejujurnya aku sibuk sendiri, menata kekacau balauan perasaanku di toilet, bekal makan siangku pun tidak tersentuh sedikitpun.

Saat bel masuk tadi, Urei datang dengan wajah merah dan menyerahkan tas bento milikku yang tadi ia bawakan. Aku sudah berkali-kali minta maaf meski akhirnya dia hanya menjawab "Tidak apa-apa" dengan singkat, tanpa embel-embel apa pun lagi. Sekarang sudah jam pelajaran terakhir, catatan sudah ku bereskan hanya tinggal menunggu bel pulang. Aku menoleh ke belakang, memperhatikan wajah cemberut Urei yang dari tadi ia tampilkan. menggemaskan.

Aku menyerahkan selembar kertas dengan tulisan disana "Mau marah sampai kapan?" dia mendengus padaku.

"Aku tidak suka dengan orang yang ingkar janji" aku hanya menghela nafas, bukan keinginanku untuk tidak menepati janjiku. Ini sisi lain Urei yang baru aku tahu.

"Maaf ya" suara sumbangku mengagetkannya. ia melihatku dengan tatapan yang tak bisa aku mengerti.

"Bicara apa saja tadi dengan sensei?" suaranya sedikit terkesan menyelidik. Gawatnya, aku ingat kembali. Aku menggeleng kuat-kuat. dan menulis sesuatu "Rencana karir"

"Oooh.. pantas lama" dia akhirnya kembali tersenyum, seperti anak-anak yang mudah sekali marah akan sesuatu. Juga mudah sekali memaafkannya.

Dari ekor mataku, aku melihat Saeki terus memperhatikan aku. Aku tidak yakin dengan intuisiku, tapi kurasa dia merencanakan hal buruk padaku.

***

Esoknya, aku datang sedikit lebih siang dari pada biasanya. Ibuku sedang tidak enak badan sehingga aku harus merawatnya. Setengah mati aku menahannya untuk tidak pergi bekerja, akhirnya ia menurut dan istirahat di rumah.

Memasuki pintu utama dan menuju lokerku, aku di sambut dengan banyak suara berbisik siswa-siswi di sekitarku. Ada yang aneh..

Aku sudah mengganti sepatuku dan berjalan menuju kelasku, hingga perhatianku tertuju pada kerumunan orang di depan papan pengumuman. Aku melihat Urei disana, fokus melihat tapi ekspresinya sangat tidak senang. Aku mendekat dan menepuk pundaknya. Ia terkejut dan hanya terdiam ketika melihatku. Seakan mengerti dengan tatapanku yang bingung, dia menunjuk beberapa foto yang di tempel di papan pengumuman. "Itu kau kan, Kotoha?"

Mataku terbelalak, melihat foto-foto yang sangat tidak menyenangkan untukku. Foto itu diambil secara diam-diam dari arah pintu, foto pertama menampilkan Aki-sensei menggenggam tangan seorang siswi yang wajahnya di beri efek mozaik. Foto kedua Aki-sensei mencium kening gadis itu, dan foto ketiga Aki-sensei menatap gadis yang lagi-lagi pada wajahnya di beri efek mozaik sehingga tidak terlihat.

Gadis itu berambut hitam panjang sebahu, gadis itu aku. Mungkin orang yang tidak mengenalku tidak akan berpikir gadis dalam foto itu aku. Tapi Urei dan teman-teman sekelas pasti akan langsung tahu. Kenapa wajah Aki-sensei begitu di ekspos seakan sengaja untuk menghancurkan nama baiknya, lalu siapa yang mengambil gambar ini?!

Firasat buruk ku nyata terjadi.

Urei masih menatapku dengan pandangan tak percaya. Lalu pandanganku tertuju pada Saeki yang bersandar pada dinding disisi kanan papan pengumuman, tangannya ia lipat di depan dadanya. Tersenyum sinis. Pasti iblis itu!

Aku mendekatinya dengan cepat, menarik tangannya menuju tempat yang kurasa aman untuk bicara. "apa yang kau lakukan?!" suara beratku membuatnya terdiam, lalu dengan patuh ia bicara.

"Aku melihat kalian berdua lalu memotretnya" wajahnya datar saat bicara, ini adalah bagian dari kemapuanku. dengan geram aku menamparnya seketika Saeki sadar dan kebingungan. "Apa yang kau lakukan padaku?!" ia gusar mendorongku lalu berlalu meninggalkan aku yang masih di kuasai amarah.

Sial!! Saeki makin keterlaluan!

Saat aku berbalik, Urei masih menatapku dari jauh. Ekspresinya sulit aku mengerti, tapi yang jelas rasa kecewa yang tergambar dari matanya mulai membuatku tidak nyaman. Bagaimana aku harus menjelaskan kejadian kemarin?

Sepanjang hari Urei hanya diam, dia tidak sedikitpun mencoba berinteraksi denganku. Sedangkan aku sendiri masih tenggelam dalam pikiranku sendiri. Jika hal ini sudah menyebar, yang akan mendapat masalah besar adalah Aki-sensei. Ia mungkin saja terancam di pecat dari sekolah ini.

Apa yang harus aku lakukan?!

"Lihaaat, bukankah gadis dalam foto itu adalah Kotoha?" Nakano memulai

"Iya, rambut sebahu ini. Tepat sekali ini dia! ternyata mereka melakukan hubungan terlarang. pantas saja sensei selalu baik padanya!" Rin menimpali.

"Dasar kalian berdua sama saja busuknya!" beberapa orang menyoraki, sebagian laginya diam terkejut tak percaya. Guru homeroom mereka bisa berbuat seperti itu.

"Panggilan kepada Kotoha Oto 2-A untuk menghadap ke ruang kepala sekolah" suara panggilan terdengar nyaring, tidak seperti biasanya. Atau mungkin karena aku yang sedang sensitif saat ini.

Suara sorakan itu benar-benar mengangguku dan mungkin juga kelas sebelah. Aku beranjak dari kursi, lalu Urei meraih tanganku sebentar lalu melepaskannya setelah aku menoleh. "Aku harap kau punya penjelasan yang logis tentang hal ini", jujur aku tidak punya, aku tidak bisa berpikir jernih sekarang, maka aku berlalu begitu saja. Membiarkan Urei yang kecewa dan penuh tanda tanya.

Aku belum keluar kelas dan suara-suara sorakan itu semakin membuatku muak. "Diam!" aku kelepasan bicara. Seketika kelas jadi begitu hening, tanpa perduli lagi aku meninggalkan kelasku.

Di ruang kepala sekolah, Aki-sensei sudah duduk di hadapan kepala sekolah. Wajahnya tertunduk bahkan terlihat begitu enggan untuk menoleh padaku. "Nah Kotoha duduklah" kepala sekolah menunjuk kursi di sebelah Aki-sensei yang kosong. Kursi itu terasa begitu tidak nyaman bagiku, juga bagi Aki-sensei kurasa. "Jadi apa yang bisa kalian jelaskan tentang foto-foto ini?" kepala sekolah meletakkan foto-foto yang tadinya di tempel pada dinding pengumuman. Kepala sekolah juga sudah mengantisipasi dengan memerintahkan semua guru homeroom untuk mengawasi kelasnya agar tidak berbuat keributan, kecuali Aki-sensei. Dia disini, menjadi terdakwanya.

"Aku memang mencium kening Oto, tapi kami tidak menjalin hubungan apapun" suara Aki-sensei serak. Aku yakin ia shock, aku juga.

"Bagaimana mungkin?! kau tahu hal ini tidak pantas kan? katakan yang sejujurnya"

"Aku mengatakan yang sejujurnya. saat itu aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih, aku terbawa perasaan" Aki-sensei makin menunduk, wajahku memanas ketika mendengar hal itu.

"Aki-sensei.. kau tahu apa konsekuensinya kan?" Aki-sensei mengangguk dengan pertanyaan kepala sekolah, ia mengerti betul apa yang dimaksud kepala sekolah soal 'konsekuensi' ia akan pindah mengajar. Tidak bisa lagi berada di sekolah ini.

"Oto tidak salah, aku yang melakukannya secara sepihak dan selebihnya aku tidak melakukan apapun"

Akhirnya.. aku tidak melakukan apapun untuk membantu seseorang yang selalu ada untukku. Kami keluar dari ruangan kepala sekolah hampir bersamaan, di menepuk pundak ku dengan pelan dan meminta maaf berkali-kali. Aku hanya menggeleng kuat agar ia tahu bahwa aku sama sekali tidak menyalahkannya.

Dia hanya mengecup keningku, bukan sesuatu yang lebih dari itu. Tapi walau bagaimana pun, hubungan guru dan murid adalah hal terlarang di sekolah.

Aki-sensei berjalan di depanku, ia akan ke kelas kami dan menjelaskan semuanya. Aku sudah melarangnya. Justru hal itu yang diinginkan si iblis yang tega melakukan ini, siapapun itu. Tapi, berapa kali pun aku menggeleng dan menulis jangan dia tetap bersikukuh "Jika aku tidak bicara, mereka akan berpikir kau yang menggodaku" katanya padaku.

Saat pintu kelas dibuka, semua pandangan tertuju pada kami. Tatapan menghakimi. Tatapan penuh benci, tatapan penuh rasa jijik.. aku tidak bisa menerima itu, aku juga tidak bisa membiarkan tatapan itu di lemparkan mentah-mentah pada Aki-sensei. Tanganku mengepal keras, menahan marah.

"Oooh ada pasangan fenomenal rupanya" Saeki bicara dengan nada ketusnya

"Sangat mengecewakan sensei, sangat mengecewakan"

"Menjijikan"

"Dengarkan aku" Aki-sensei menggeram "Semua itu benar, tapi aku yang salah. aku yang tiba-tiba mencium kening Oto. Diia bahkan tidak mengerti situasinya" tangannya mengepal keras "Jadi.. jangan pernah menyalahkannya apalagi memojokkannya!" suaranya meninggi.

"Maafkan aku karena belum bisa menjadi contoh yang baik sebagai pengajar" dia membungkuk dalam

Sampai detik ini, dia terus melindungiku.. lalu, apa yang bisa aku lakukan?!

Jam demi jam, menit demi menit seakan berlangsung dua kali lipat lebih lama untukku.. semua masih terdengar berbisik-bisik di belakangku sejak Aki-sensei mmembungkuj untuk memohon maaf pada kelas ini. Urei masih terdiam. Meski aku tidak menoleh kebelakang, aku bisa merasakan keresahannya.

Saat pulang sekolah, sepanjang jalan semua siswa melihatku dengan tatapan menakutkan. Semua tahu bahwa Aki-sensei adalah idaman semua orang. Lalu aku? gadis aneh yang tiba-tiba saja tersandung masalah seperti ini dengannya.

Mereka melihatku dengan tatapan merendahkan, aku tidak peduli. . tapi bagaimana dengan Aki-sensei?

Aku sudah agak jauh dari sekolah, hari ini aku pulang sendirian mendahului Urei yang mungkin juga tidak ingin lagi pulang bersamaku. Berbelok ke kanan memasuki jalanan yang lebih sempit dan sepi, di ujung jalan yang hanya berjarak 3 meter dariku Aki-sensei berdiri menungguku. Ada yang ingin ia bicarakan. dan aku menebak lebih banyak permintaan maaf.

Jarak kami sudah lebih rapat dan dia menatapku dalam-dalam. Rasa tidak nyaman kembali bangkit mengusikku "Oto. aku benar-benar minta maaf"

Aku mengangguk

"Aku menyukaimu, sejak awal aku melihatmu. mungkin ini terdengar seperti sebuah bualan. Tapi bagiku kau dimataku adalah seorang wanita. Bukan seorang siswi binaan ku"

Untuk gadis aneh sepertiku.. perasaan Aki-sensei padaku terlalu berharga. Dia terlalu hebat bahkan untuk aku mimpikan.

"Oto, kau begitu kuat dan baik hati. Sekejam apapun mereka memojokkanmu kau tak pernah sedikitpun membenci mereka. Kau selalu punya alasan untuk memaafkan mereka" dia terdiam menatap jam tangannya "Oto aku sangat tidak tenang, aku khawatir. Setelah ini aku tidak bisa lagi melihatmu secara langsung. Tidak bisa melindungimu. Kalau saja aku lebih bersabar. Kalau saja aku tidak mudah terbawa perasaan"

Tidak.. aku tidak yakin. Apakah Aki-sensei akan pergi jauh? aku memang tidak bisa dengan pasti mengatakan bahwa aku menyukainya. Tapi.. jika dia tak ada, aku pasti akan merindukannya.

"Aku, aku menyukaimu seperti layaknya pria dewasa menyukai wanita dewasa. Jika kau mau aku akan menunggumu. Tapi jika kau merasa terganggu denganku katakan saja.. aku akan menyerah"

Aku tidak pantas untuknya.. aku selalu ingin melihat kebahagiaan Aki-sensei, karena itu aku sudah yakin. sangat yakin, jika di hatiku tidak ada tempat untuk Aki-sensei jadi aku tak bisa memaksanya masuk, itu malah akan menyakitinya.

Aku menggeleng, wajahnya kecewa tapi tetap tersenyum. Lalu ia mengangguk dan menggenggam tanganku "Aku mengerti, mulai sekarang kau harus lebih kuat. jaga dirimu yaa" dia beranjak pergi, langkahnya pelan

"Aki-sensei" dia berbalik dengan cepat matanya membola mendengar suara sumbangku "Kau akan melupakanku. masalah kita ini juga akan dilupakan oleh semua orang", lanjut ku. Seketika aku merasa udara berubah disekitar ku. Semua seakan berhenti, Aki-sensei terdiam wajahnya kosong. Lalu beberapa detik kemudian semua menjadi normal.

Dia tampak kebingungan lalu melihatku "Maaf, apakah kau tahu apa yang terjadi padaku?" dia bertanya padaku "Tunggu! seragam itu dari sekolahku mengajar. Kau baru pulang ya. Maaf jika aku menganggumu, maaf ya" dia membungkuk kaku lalu berlalu begitu saja.

Dia sudah melupakanku..

Tidak apa-apa, itu lebih baik baginya.

***

Chapitre suivant