webnovel

The Dangerous Love Zone - 03

Azami dan Yuri yang berada didalam rangkulan sang kakak, menatap sendu figura milik Ayah dan Ibu mereka yang di kelilingi oleh buga-bunga.

Mereka sama sekali tidak ingin ikut campur dengan perdebatan para sanak saudara mengenai hak asuh mereka berdua selanjutnya.

"Sudah pastinya, aku lah sebagai kakak tertua Yusuke yang harus mengambil alih hak asuh kedua keponakan ku!"

"Dasar kau banyak bicara! Aku tahu yang kamu incar hanyalah rumah dan harta milik adik bungsu mu!"

"Hei, hei, tidak puaskah kalian dengan jabatan tinggi yang kalian terima di perusahaan milik Yusuke? Dan kini kalian masih ingin mengincar harta milik keponakan kalian yang saat ini sudah tidak memiliki kedua orang tua?"

"Jangan naif kamu! Kamu juga pasti sangat ingin bukan, mengambil alih seluruh harta dan perusahaan milik adik ipar mu?!"

"Kalian tetap tidak akan bisa menguasai semua harta milik Yusuke saat kedua anaknya masih hidup di dunia ini!"

"Hei apa yang kamu katakan?! Kami tidak berniat untuk menguasai semua harta milik Yusuke!"

"Hahaha! Dari perdebatan kalian sedari tadi, sudah sangat jelas jika kalian sedang berlomba-lomba untuk mendapatkan hak asuh Azami dan Yuri agar dapat ikut menikmati dan perlahan menguasai harta milik Yusuke!"

Yuri yang sudah jengah mendengar perdebatan para paman dan bibinya pun menggenggam erat kedua telapak tangan milik Azami.

"Niichan. Mereka sangat berisik." Cicit Yuri yang membuat Azami semakin mengeratkan rangkulannya pada sang adik.

Brak!

"Hei! Kalian semua tidak malu? Memperdebatkan hak asuh dan harta milik anggota keluarga sendiri di depan umum?!"

Suasana yang tadinya sangat ribut dengan perdebatan para paman dan bibi Azami yang mempermasalahkan hak asuh dan harta keluarga, kini berubah menjadi hening saat seorang pria berambut oren sebahu dengan penampilan seperti gangster memasuki ruang duka.

Azami dan Yuri yang penasaran pun, menolehkan kepala mereka keasal suara dan mendapati seorang pria bertubuh tinggi dengan rambut oren sebahu, tengah berjalan menghampiri mereka berdua tanpa memperdulikan bisikan dan cibiran orang-orang disekitarnya.

"Hai Azami! Sudah lama sekali kita tidak bertemu dan kau sudah tubuh besar saja!"

Pria berambut oren itu menepuk kedua bahu Azami cukup kuat.

Azami mengerutkan dahinya dalam, mencoba untuk mengingat sosok pria di hadapannya saat ini.

Pria berambut oren yang menyadari jika Azami tidak mengingat dirinya pun tergelak kencang. "Sepertinya kau sudah melupakan ku, Azami! Padahal saat kamu masih sekolah dasar, kamu selalu mengikuti ku kemana saja!"

Azami masih terus mencoba mengingat siapa sosok pria dihadapannya saat ini. Terutama, mencoba mengingat memori saat dirinya masih menjadi siswa sekolah dasar.

Namun tetap saja, dirinya tidak memiliki ingatan bersama dengan sosok pria berambut oren dihadapannya.

Bletak!

"Ryota! Bukankah sudah ku bilang untuk menjaga sikap mu saat dirumah duka!"

Azami dan Yuri semakin mengerutkan dahinya heran saat melihat sosok pria berkacamata dengan sebatang rokok yang terselip dibibirnya.

"Hei paman Takumi! Kenapa kau mempermalukan ku di hadapan kedua keponakan ku, huh?!"

Pria berkacamata yang masih menyelipkan batang rokok pada bibirnya mendengus geli.

"Mempermalukan mu? Yang ada kamu yang mempermalukan ku dan kedua keponakan mu di depan umum, bodoh!"

Azami yang mendengar kedua pria asing di hadapannya saat ini menyebut kata 'keponakan' kepada dirinya dan Yuri, kembali mencoba untuk mengingat kembali memorinya dulu. Belum lagi dirinya mendengar, pria berambut oren dipanggil dengan nama 'Ryota'.

"Kau itu! Jangan karena kau ketua geng, kau bisa mempermalukan ku dihadapan kedua keponakan ku."

Azami mulai sedikit mengingat dengan nama Ryota yang sangat terdengar tidak asing saat dirinya masih duduk di sekolah dasar.

Azami mencoba untuk memperhatikan dengan seksama wajah pria berambut oren di hadapannya, untuk membandingkan dengan wajah orang bernama Ryota yang dulu sangat dirinya kenal.

"Kau, paman Kise?"

Pria berkacamata dan pria berambut oren yang baru saja ingin melanjutkan perdebatan mereka pun terhenti, saat Azami memanggil nama salah satu dari mereka.

Pria berambut oren yang mengetahui jika Azami sudah mengingat dirinya pun mengulaskan senyuman cerah di wajahnya.

"Ha! Akhirnya kau mengingatku! Syukurlah!" Ujar pria berambut oren yang di panggil Kise sambil menepuk-nepuk punggung Azami cukup kuat.

Renji yang baru saja memasuki rumah duka, mengerutkan dahi heran melihat dua sosok pria yang terlihat seperti anggota gangster tengah berdiri di hadapan Yuri dan Azami.

"Azami-kun? Yuri-chan?" Panggil Renji yang langsung membuat Azami, Yuri, Kise dan pria berkacamata menolehkan kepala mereka kearahnya.

"Paman Renji!" Balas Yuri yang membuat Kise mengalihkan tatapan matanya pada gadis kecil yang dirangkul oleh Azami.

"Maaf, kalian berdua siapa dan ada keperluan apa?" Tanya Renji dengan sorot mata mengintimidasi kearah Kise dan pria berkacamata.

Azami yang merasa jika Renji sudah salah faham pun, langsung mengambil alih untuk memperkenalkan Kise dan pria berkacamata.

"Paman Renji. Aku akan memperkenalkan mereka. Ini adalah paman Kise, dia adik tiri ibu yang tinggal di Shibuya dan ini.."

Pria berkacamata yang melihat kode mata dari Azami pun langsung memperkenalkan dirinya kepada pria yang sama sekali tidak dirinya kenal.

"Saya Usui Takumi rekan kerja dari Kise Ryota." Ucap pria berkacamata memperkenalkan dirinya.

Renji menganggukan kepalanya. "Saya Renji Okumura, sahabat dan rekan kerja mendiang Yusuke."

Kise dan Usui menganggukan kepala mereka serempak, merespon perkataan Renji dan kini tatapan mata Renji mengarah pada Kise yang ternyata juga tengah melihat kearahnya.

"Maaf aku tidak mengetahui jika kamu adalah adik tiri Aoi. Aoi sering menceritakan dirimu, tetapi dia tidak pernah menunjukan fotomu secara langsung." Ujar Renji dan di balas oleh Kise dengan mengibas-ngibaskan telapak tangannya.

"Kau tidak perlu meminta maaf, paman. Memang pada dasarnya keberadaan diriku ini di sembunyikan, jadi wajar jika mendiang kakak ku tidak pernah menunjukan foto ku."

Usui yang sedikit merasa kasihan dengan rekan kerjanya pun menepuk-nepuk pelan bahu Kise, membuat pria itu mendelikan matanya kesal.

"Maaf jika aku mengintrupsi pembicaraan kalian, tapi aku ingin berbicara dengan Azami dan Yuri secara privasi." Ucap Renji yang membuat Usui dan Kise saling melemparkan tatapan pada satu sama lain.

"Baik tidak masalah. Lagi pula kami datang kesini untuk memberikan penghormatan terakhir untuk kakak perempuan dan kakak ipar ku." Balas Kise yang di respon anggukan kepala oleh Usui untuk menyetujui perkataan rekan kerjanya.

"Kalau begitu, kami pergi dulu. Azami-Kun, Yuri-chan, kalia bisa keluar terlebih dulu dan menunggu paman di halaman depan."

Azami dan Yuri pun menganggukan kepala mereka bersamaan, lalu berjalan terlebih dulu meninggalkan Kise, Usui dan Renji yang masih saling terdiam.

Saat memastikan Azami dan Yuri sudah menjauh, kini Renji menatap Kise dengan serius.

"Kise-san, maaf jika aku lancang berbicara seperti ini. Tapi, bisakah kamu meluangkan waktu lusa nanti? Untuk mengunjungi rumah kediaman keluarga Furuichi sebagai perwakilan anggota keluarga mendiang Aoi?"

Kise menaikan sebelah alisnya, menatap Renji sanksi. "Biar ku tebak, kalian pasti akan membicarakan perihal hak asuh dan harta keluarga bukan?"

Dengan sedikit meringis, Renji membenarkan apa yang dikatakan oleh Kise. "Kamu benar. Mungkin kamu merasa tidak tertarik dengan hal ini, tetapi kamu bisa memberikan saran lain saat suasana mulai tidak kondusif. Ini juga demi kebaikan Azami dan Yuri."

Usui yang melihat tingkah Kise seolah ingin menolak undangan Renji pun, menyerukan suaranya lebih dulu dari pada Kise.

"Baik, lusa nanti akan kami pastikan untuk hadir dalam acara keluarga Furuichi."

Kise yang tidak senang dengan perkataan Usui pun melayangkan tatapan tajam pada pria itu.

Berbeda dengan Renji yang kini menghela nafas lega, karena setidaknya saat pertemuan keluarga nanti akan lebih bisa terarah karena kehadiran Kise.

"Baik, kami akan menunggu kehadiran kalian. Kalau begitu aku permisi lebih dulu. Selamat sore."

Usui pun merespon perkataan Renji dengan senyuman simpul di wajahnya, berbeda dengan Kise yang memasang ekspresi wajah masam.

"Siapa kau berani menyuruhku untuk menghadiri acara keluarga orang lain, huh?" Tanya Kise sarkas kepada Usui yang meresponnya dengan memutar bola mata malas.

"Berhenti bersikap kekanakan, ini semua demi kebaikan keponakan mu. Karena semua anggota dari kelurga kakak ipar mu adalah ular berbisa."

Usui berhenti berbicara, lalu melayangkan tatapan mengejek kepada Kise.

"Apa kau ingin membiarkan keponakan mu terperdaya, lalu tersesat karena para ular berbisa itu? Dan membuat kakak tercinta mu bersedih di atas sana?"

Kise menghela nafas panjang lalu menaikan kedua bahunya acuh. "Yah, kau selalu saja bisa membuat ku keluar dari jalur jalan kehidupan yang kupilih."

Usui terkekeh mendengar perkataan Kise. "Ingat, ini demi keponakan mu juga."

Setelah itu Usui dan Kise pun memberikan penghormatan terakhir kepada Yusuke dan Aoi.

Kise yang melihat figura foto Aoi tengah tersenyum bahagia pun diam termenung, mengingat hari esok dan seterusnya masa remaja kedua keponakannya akan berbeda dari para remaja pada umumnya.

Chapitre suivant