Hari-hari terlewati, gadis itu sangat bahagia saat hasil ujiannya keluar, tertulis di dalam kertas raportnya bahwa nilai yang ia peroleh naik dari ujian sebelumnya.
"Kamu berhasil Echa, tingkatkan terus," ucap Alfaro yang kini secara diam-diam berdiri di belakangnya, melihat isi raport Echa.
"Semua ini berkat bantuan mu, terima kasih." Gadis itu berkata seraya di iringi senyum manis.
"Ini untukmu," ujar Al sembari memberikan sebuah bingkisan kado.
"Apa ini ?"
"Hadiah untukmu, hadiah untuk keberhasilan mu."
"Tidak perlu repot-repot, seharusnya aku yang memberimu sesuatu karena telah membantuku,"
"Baik. Aku akan mengambil sesuatu darimu," Ucapnya. Mata Al mengamati gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki, mencari sesuatu barang yang kiranya bisa ia ambil.
Setelah melihat sesuatu, Al mendekati wajah Echa, Echa yang menyadari hal itu sangat terkejut, ia ingin memundurkan diri. Namun, sebuah tembok menghalanginya.
"Apa yang kau lakukan ?"
"Bolehkah aku mengambil ini darimu ?" ucap Al. Tangan nya menyentuh anting-anting milik Echa.
"Ah ini, boleh, akan ku lepaskan untukmu," Echa segera melepaskannya, dan menyerahkan pada pemuda itu.
"Kenapa kau menginginkannya ? Aku akan membelikan hadiah lain untukmu,"
"Aku menginginkannya, karena ini selalu kau pakai, aku ingin menyimpannya."
"Itu hanya akan menjadi barang bekas,"
"Tidak masalah, asalkan bekas di pakai olehmu,"
"Hah ?" Echa mengerutkan alisnya bingung. Bingung dengan sikap aneh sahabatnya itu.
"Lupakan. Sebelum pulang yuk jalan-jalan, kita rayakan semua ini, bagaimana ?"
"Memangnya mau jalan-jalan kemana ?"
"Ikut saja, aku akan membawamu ke sebuah Restoran milik kakakku, disana makanannya enak-enak loh."
"Tapi_"
"Ikutlah. Aku akan mentraktir mu," Al memutus kata-kata Echa.
Setelah lama berdebat, akhirnya Echa pun menyetujui ajakan Al, mereka mengendarai taxy menuju restoran tersebut.
Tak lama kemudian, akhirnya merekapun sampai. Al mengajak Echa untuk masuk dan duduk di sebuah meja ruangan VIP, karena Al adalah adik dari pemilik rumah makan tersebut.
"Pesanlah apapun yang kau inginkan, semuanya gratis untukmu." ucap Al dengan mantap.
"Baiklah. Dan jangan menyesal jika aku membuat keluargamu bangkrut." Gurau Echa.
"Aku tidak akan menyesal jika bangkrut karena mu,"
Echa tersenyum geli mendengar ucapan lebay sahabatnya itu.
Setelah selesai memesan menu makanan yang ingin mereka makan, merekapun bercakap-cakap sambil menunggu pesanan datang.
"Apa yang kalian lakukan disini ?" Sebuah suara membuyarkan keduanya. Terlihat dua pria tampan dengan setelah jas hitam berdiri tak jauh dari tempat mereka duduk.
"Memangnya kalo disini mau apa ? Ya jelaslah kita mau makan," jawab Alfaro se enaknya pada Ricard sang kakak.
"Maksud Kakak, bagaimana bisa kau bersamanya ?"
"Memangnya salah aku makan bersamanya ? Kami teman sekelas, dan kami baru saja berhasil melalui ujian, jadi kami merayakannya dengan makan disini,"
"Seharusnya kau izin dulu padaku jika mau membawa seorang gadis makan disini,"
"Kenapa aku harus izin ? Kami hanya sebatas makan doang, gak lebih. Kakak aneh deh,"
Di tengah-tengah perdebatan antara kakak beradik itu, ada sebuah mata dengan tatapan tajam ke arah Echa yang kini sedang acuh tak acuh sambil meminum jus.
Mata Nathan, melihat tak suka ke arah gadis itu, ada sebuah amarah terpendam disana.
"Maaf Al, sepertinya kita bisa makan lain waktu aja. Kalo gitu, aku pulang dulu, sampai bertemu besok di sekolah," ucap Echa sambil mencoba tersenyum di tengah-tengah rasa tak nyamannya itu, hal itu menghentikan perdebatan Al dengan sang Kakak.
"Tapi Echa, sebentar lagi pesananmu datang," Al mencoba menghentikan gadis itu.
"Kamu batalkan saja. Aku pulang ya," Ucapnya lagi sembari tersenyum ramah.
"Biar aku antar,"
"Tidak perlu, aku bisa sendiri,"
"Aku yang membawamu kemari, maka aku akan mengantarmu pulang,"
"Kalo kamu memaksa, baiklah."
Kedua remaja itupun keluar dari rumah makan mewah tersebut dengan perut yang masih kosong.
"Bisa-bisanya dia berbicara dan tersenyum ramah manis di depan Alfaro. Namun, selalu datar ketika di depanku," batin Nathan dengan kesal.
"Jadi dia adikmu ? Benar saja adikku sangat mengidolakannya, ternyata adikmu sangat cantik dan menggemaskan," ujar Ricard kagum dengan paras Echa yang memang cantik natural sejak lahir itu.
"Berhenti membicarakannya. Ayo pesan makanan, aku sudah lapar," sergah Nathan kesal.
"Oke, oke."
_________________________
"Sejak kapan kau dekat dengan Alfaro ?" tanya Nathan pada gadis yang kini sedang duduk santai sambil menonton drama kesukaannya.
"Kenapa Kakak peduli ?" Jawabnya datar.
"Jadi ini alasannya kenapa kau kembali bersikap dingin dan sering pulang terlambat akhir-akhir ini ? Bukankah kita sudah berjanji untuk membuka lembaran baru, menjalin hubungan baik di antara kita, melupakan semua yang terjadi di masa lalu. Lalu kenapa kamu kembali seperti ini padaku ?"
"Aku tidak bisa, aku tidak bisa melupakan apa yang Ibumu perbuat, merebut ayahku dari kami, menghancurkan keluarga dan hidupku. Dan aku juga tidak bisa melupakan perbuatan burukmu padaku, kau menindasku, menyiksaku, merenggut mahkota yang paling berharga bagi seorang wanita. Ingatlah ! Semua perbuatanmu dan keluargamu tidak bisa di lupakan, suatu saat nanti tuhan pasti akan membalas semuanya." teriak Echa furstasi, air mata tergenang di kelopak matanya, suaranya bergetar memenuhi isi ruangan.
"Jadi kau lagi-lagi hanya menyalahkan Ibuku ? Kau juga harus menyalahkan Ayahmu yang telah menelantarkanmu dan Ibumu. Jadi selama ini kamu hanya pura-pura bersikap baik di depanku, dan sebenarnya masih menyimpan dendam padaku. Baiklah, aku tidak akan melarangmu untuk melupakan apa yang telah aku lakukan, justru mulai saat ini, aku akan membuatmu untuk semakin mengingatnya, aku akan membuat ingatan itu permanen." ucap Nathan datar. Namun, terpendam sebuah emosi yang besar di dalamnya.
Tangan kekar itu, menarik Echa kasar, membawanya ke kamar dan menguncinya.
"Apa yang akan Kakak lakukan ?" tanya Echa takut, saat ia melihat sang Kakak mulai melepaskan kemejanya.
"Bukankah sudah kubilang, jika kamu tidak bisa melupakan kenangan pahit itu, maka aku akan membantumu untuk semakin mengingatnya." Ucapnya.
Kemudian ia kembali menarik gadis kecil itu ke ranjang, saat Echa mencoba melarikan diri. Dengan tanpa perasaan Nathan mulai merobek pakaian Echa. Hingga keduanya pun telanjang, dan Nathan kembali memperkosa adiknya untuk yang kedua kalinya.
"Jangan Kak, jangan, hentikan. Kumohon," Echa meronta dan menangis.
"Aku akan membuatmu menderita j*l*ng kecil,"
"Sakit, ampun kak, sakit sekali," Gadis itu berteriak dan terus menangis, saat merasakan di selangkangannya merasakan ada sebuah benda besar dan keras menerobos masuk dengan paksa ke dalam dirinya. Echa meringis kesakitan. Namun, Nathan tak menghiraukannya, melihat gadis itu kesakitan, membuat Nathan semakin semangat dalam aksinya yang brutal.
"Tubuhmu ini adalah milikku, jadi jangan pernah bermimpi untuk mendekati lelaki lain, kau adalah pemuas nafsuku." kata Nathan, saat ia telah berhasil menyiram rahim gadis di bawah umur itu dengan air kehidupannya.
To Be Continued...