Suryadi meninggalkan gerobak sambil menaruh tip pada penjual nasi goreng.
"Makasih pak atas tipnya!"
Suryadi melambaikan tangan sambil berbalik badan. Ketika sudah menjauh, Goro dan Sakurachi duduk sambil menatap satu sama lain.
"Jika diingat-ingat, kita pernah berseteru dengan orang tua angkat Aisyah, bukan?" tanya Sakurachi.
"Ya. Sempat dianggap mencurigakan pula."
"Itu karena kemunculan kita tidak jelas. Wajar mereka menaruh curiga pada kita," kata Goro mengangkat kedua bahunya.
"Tetap saja itu kejadian memalukan yang pernah kualami. Aku, seorang petarung, harus bertemu dengan orang tidak dikenal disertai pakaian muslim! Ini benar-benar diluar nalarku!"
Goro berusaha menahan tertawa karena sikap Sakurachi yang nampaknya mengomel soal kejadian masa lalu. Beberapa menit berselang, keduanya menghela napas panjang disertai terpejam kedua mata. Baik Sakurachi maupun Goro mencoba melupakan kejadian waktu itu.
Tujuh belas tahun lalu …
Di sebuah tebing pegunungan, banyak sekali mayat yang tergeletak di mana-mana. Bahkan banyak burung bangkai menghinggapi mayat manusia. Gagak juga hinggap di tempat sama. Mereka mengunyah daging busuk. Sampai-sampai lalat berdengung di mana-mana.
Rumah-rumah hancur menjadi beberapa puing. Angin berhembus kencang, menyebar bau amis ke seluruh area. Organ dalam dan anggota tubuh berceceran ke mana-mana. Jejak kaki bercampur manusia dengan monster. Senjata berupa tombak mengalami patah, sedangkan pedang maupun perisai berlumuran darah. Belum sampai disitu, beberapa mayat ditimbun seperti gunung. Ada juga yang dipasung, tubuhnya berlumuran darah. Tapi jasadnya dipatuk oleh burung bangkai. Tengkorak menyebar di bagian bawah, dengan tusukan dari tombak yang tajam.
Gufron, Goro Tsukishima, Sakurachi, Yuka, Shido Haneyama, Akemi Sonoda, Koichirou Yuuki dan Suzune Kamijou sedang melihat fenomena mengerikan ini. Mereka berjalan dikelilingi sekumpulan mayat.
"Ini … ini mengerikan sekali," kata Akemi.
"Jadi inikah pembantaian monster terhadap manusia ya? Benar-benar tidak bisa dimaafkan!" kata Shidou mengepalkan tangannya.
Namun tidak ada sepatah kata pun dari mulut Gufron. Dia memang tidak mau menunjukkan sisi emosional kepada teman-temannya. Tetapi, ketika melihat pemandangan ini, Gufron bertanya-tanya untuk apa para monster melakukan hal sekejam ini.
"Gufron-kun, kurasa aku salah menilaimu. Kukira kau membunuh orang dengan berdalih menyelamatkan umat manusia. Maaf aku terlambat menyadarinya," kata Sakurachi memohon maaf membungkukkan badannya.
"Tidak masalah. Dan juga, tidak perlu pakai fonetik atau menggunakan kata –kun. Panggil saja namaku seperti biasanya,.
Walau demikian, seperti yang dikatakan oleh Shidou. Gufron ingin mencari tahu siapa penyebab di balik semua ini. Dan menghabisi orang tersebut tanpa ampun.
Hingga beberapa menit berselang, kru kapal Argo terus mencari orang yang masih hidup. Tiba-tiba, suara tangisan bayi keras terdengar. Mereka semua bergegas ke suara tersebut. Lalu di belakang mereka, ada sekumpulan monster berukuran raksasa. Terutama babi hutan coklat berkulit tebal. Koichirou Yuuki mengambil posisi ancang-ancang untuk menyerang. Tangan kanan memegang bagian tengah logam katana emas. Lalu mengeluarkan pedang sekaligus menebasnya dalam sekejap. Suara erangan babi hutan coklat, bersimbah darah di tanah. Kepalanya terbelah disertai mata terbelalak. Babi hutan telah terbunuh.
Suara tangisan kembali terdengar. Akhirnya, Gufron telah sampai pada salah satu rumah kayu. Terlihat dindingnya hancur akibat serangan monster. Cakaran mulai membekas pada dinding sekitar. Makhluk sejenisnya turut menyerangnya. Koichirou Yuuki mengabaikan para babi hutan. Ketika dia membalikkan badan, mereka sudah terpotong jadi beberapa bagian. Cipratan darah berceceran di mana-mana. Kemudian, dia melihat bercak darah yang tidak sengaja kena injak. Lalu, mengusap bekas darah babi hutan, mencium aromanya. Rekan kru kapal menjaga jarak dengannya karena dirasa menjijikkan. Terlihat baunya segar dan masih basah.
"Sepertinya pembantaian terjadi baru-baru ini," ucap Koichirou bernada datar.
"Gufron, coba lihat itu!" tunjuk Sakurachi kepada dua orang yang memegang kain putih.
Gufron dan lainnya berjalan menuju ke gubuk bangunan. Goro membuka kain putih yang ditutupi, terlihat bayi perempuan menangis keras. Di sampingnya, orang tua bayi itu sudah tewas terkena timbunan batu. Jeritan dan tangisan bertambah kencang.
Akibatnya, para monster lainnya satu persatu bermunculan. Di samping kanan, terdapat laki-laki paruh baya berambut merah dengan mata kanan penuh sayatan. Darah bercucuran di kepala. Akemi mengecek kondisi laki-laki itu. Namun hanya gelengan kepala yang ada.
"Gufron, dia mengalami kelumpuhan dan gagal jantung. Peluang untuk hidup—"
"Aku tahu, Akemi. Aku tahu," selanya menjawab singkat.
Akemi yang masih memeriksakan kondisinya, hanya bisa menundukkan kepalanya. Semua kecuali Gufron dan Akemi bersiaga untuk menyerang. Para monster berukuran raksasa datang. Menghancurkan pepohonan sekitarnya. Ada berbagai macam monster yang nampak. Jerapah berukuran raksasa, dengan bertanduk dua. Kemudian ada juga buaya dan komodo. Mereka mengeluarkan aura iblis dalam tubuhnya.
"Monster bermunculan di mana-mana ya? Sial sekali nasib kita," kata Suzune Kamijou.
"Memangnya kau ingin tidak ada monster bermunculan begitu?" tanya Sakurachi.
"Kalian bisa tenang tidak? Mood Gufron-sama hari ini kurang baik," kata Yuka bernada datar.
Mendengarnya saja membuat Sakurachi dan Suzune Kamijou memilih membungkam mulutnya. Mengalah daripada dihajar oleh Yuka, yang notabene half-android human.
Sementara itu, Shido dan Goro mengeluarkan senjata mereka masing-masing. Shido menggunakan pedang, sedangkan Goro memilih kapal berukuran raksasa.
"Gufron, bagaimana ini? Kita semua bereskan atau bagaimana?" tanya Shido.
Namun dia memilih diam. Gufron berjongkok, menekan sekaligus mengecek denyut nadinya. Laki-laki paruh baya menghembuskan napas terakhirnya. Akemi mengecek urat nadinya. Tapi tidak ada tanda-tanda bergerak. Akemi menggelengkan kepalanya pada Gufron.
"Maafkan aku," katanya menitikkan air mata.
"Bukan salahmu, Akemi … yang paling penting adalah cari orang-orang yang selamat dari pembantaian. Tidak peduli bayi, anak kecil, perempuan atau laki-laki sekalipun," kata Gufron sedikit meninggikan suaranya.
"Jadi—"
"Ya! Bantai mereka semua!"
Perkataan Gufron langsung teman-teman pada semangat. Baik Koichirou Yuuki, Suzune Kamijou, Yuuka, Akemi Sonoda, Shido Haneyama dan Goro Tsukishima menyerukan dan berteriak memanggil namanya. Gufron hanya sedikit tersenyum, menggeleng-geleng kepala.
"Hore! Dengan gini kita bisa jalan-jalan! Aku ingin ketemu dengan Hitler dan menyuruh membantai sekumpulan idiot!" ujar Koichirou nyengir
"Siapa yang kau maksud dengan idiot, dasar tukang idiot!" Sakurachi tidak terima dengan perkataan Koichirou.
"Sakurachi, jangan menghina tunanganku!" geram Suzune Kamijou.
"Dasar, suami istri idiot!"
Seketika, Koichirou dan Suzune menggeram. Goro hanya bisa menghela napas. Melihat kelakuan mereka bertiga yang dianggap kekanakan. Yuuka memiringkan kepala. Tidak mampu menganalisa emosi maupun perasaan mereka.
"Jangan dianalisa. Tapi diresapi, Yuuka-san," tegur Akemi menepuk pundaknya.
"Tapi—"
Akemi mengerti situasinya. Yuuka ingin belajar memahami manusia seutuhnya. Dia berharap mereka bertiga tidak melakukan hal-hal berbahaya.
Gufron melontarkan sihir api berukuran bola baseball. Lalu dilemparkan begitu saja. Salah satu monster berukuran raksasa berteriak histeris. Makhluk tersebut meronta-ronta, meminta ampunan kepada Gufron. Tetapi tubuhnya terlanjur terbakar hingga tewas begitu saja. Bagi kru kapal yang mengenal kaptennya, kekuatan tersebut masih belum seberapa. Gufron bersikap cuek dan kembali melakukan hal serupa. Tetapi dicegah oleh Koichirou. Tangannya dicengkram sangat kuat.
"Tidak perlu menyerang lagi. Bisa-bisa kita tidak dapat mangsa nantinya," tegur Koichirou.
"Kau ini!" sembur Gufron tidak terima dengan perkataannya.
Koichirou menepuk pundaknya tersenyum. Laki-Gufron pun membalas dengan reaksi serupa. Para monster menerjang Gufron dan kru kapal Argo. Auman monster keluar dari mulutnya, memanggil rekan-rekannya untuk menyerang. Sedangkan kru kapal Argo berancang-ancang untuk menyerang. Mereka langsung menyerbu dengan sekali serangan. Tubuh mereka berurai, berceceran organ tiap monster yang dihabisi. Kepala yang terbelah, kena tebasan dari Koichirou. Kecepatan kilat menggilas seluruh lapisan permukaan kulit hingga organ vitalnya. Jika orang biasa melihat ini, sudah dipastikan akan mual meski hasilnya nampak seperti tercecah menjadi puluhan bagian. Dan menyebar ke seluruh area sekitar. Tidak bisa melihatnya dengan mata telanjang.
Sementara itu, Akemi mengecek kondisi bayi perempuan yang ditolong. Dia menggunakan stetoskop untuk mengetahui bayi tersebut. Detak jantung masih normal. Akan tetapi, aliran energy mengalir dalam tubuhnya, selaras urutan warna pada umumnya. Warna merah, biru, kuning dan hijau mengelilingi dalam sirkulasi tubuhnya. Erangan bayi sekilas, dipenuhi senyuman lebar. Sorot mata polos bersinar, membuat hati yang memeluknya menjadi hanyut dalam kelucuan dan keimutan. Tangan mungil mengelus pipi dan dada Akemi. Baginya, hal itu sudah biasa. Tapi saat melakukannya lagi, ada rasa ketidaknyamanan dalam diri Akemi.
"Kenapa Akemi?" tanya Koichirou.
Ekspresinya pucat pasi. Matanya tidak lepas dari lirikan bayi tersebut. Senyuman lebar terasa perih. Tidak seperti sebelumnya. Suzune Kamijou cepat bereaksi, menggendongnya bergiliran. Dia menimang-nimang bayinya supaya tidak menangis. Semakin lama, bayi tersebut memejamkan matanya, tertidur pulas di pelukan Suzune. Goro memberikan botol susu hangat. Sakurachi mengernyitkan dahi.
"Goro … aku ingin bertanya padamu."
"Silakan," jawabnya singkat.
"Kau mendapatkan botol susu itu darimana? Setahuku kau tidak membawa benda apapun kecuali kapal milikmu. Apa kau menggunakan [Gate] secara diam-diam?" tanya Sakurachi penasaran.
Goro menelan ludah. Keringat dingin bercucuran. Dia melihat sekitarnya. Semua orang menatap tajam ke arahnya.
"Goro!" semua kompak menggema.
Seketika, Goro dimarahi habis-habisan oleh Sakurachi. Semestinya, [Gate] tidak boleh digunakan apabila ada orang yang tidak terlibat dengan mereka. Apalagi mengambil objek dari benda terjauh sekali pun. Skill [Gate] akan diaktifkan apabila mereka berada satu objek yang dikenal. Contohnya, Gufron dan lainnya berada di kapal Argo. Akan tetapi untuk menggunakan [Gate], diharuskan menempati checkpoint terlebih dahulu. Baru setelah itu, [Gate] diaktifkan. Tidak sembarang skill tersebut digunakan. Ada aturan tersendiri, mengingat mereka merupakan ras langka Keepers Timeline alias penjaga keamanan waktu. Jika merusak waktu, akan berdampak pada waktu lainnya. berlaku juga dengan skill [Gate]. Satu-satunya orang yang sukses menggunakan [Gate] adalah Gufron. Baru Koichirou Yuuki dan Suzune Kamijou.
Gufron menggunakan sihir [Gate], langsung menuju kapal Argo. Dia menoleh dan mengucapkan doa dalam hati. Memejamkan mata sambil berharap Dewa akan menaruh mereka ke surga-Nya.
Selama dalam pertemuan, mereka masih kesulitan mencari bumi yang cocok untuk menitipkan bayi ke sana. Apalagi tidak ada rekomendasi yang cocok atau pengembangan karakternya.
Hingga pada akhirnya, Goro dan Sakurachi menemukan Bumi yang cocok. Yaitu Bumi Alpha atau disebut Bumi-12. Bumi tersebut ditinggali manusia, yang memiliki sedikit orang yang menguasai sihir. Jadi, cocok untuk mengembangkan bakat dan kemampuan secara bersamaan.
Namun demikian, ada satu hal yang mengganggunya. Yaitu orang-orang sekitarnya apakah mau menerima sihir, mengingat di Bumi-12 tidak mempercayai hal-hal berbau mistis.
Saat itulah, Goro dan Sakurachi melakukan manuver bodohnya. Mereka terjatuh dan terjebak ke dalam zona waktu sementara.
"Dasar bodoh!" geram Koichirou.
"Mereka berdua terlalu ribut, sehingga bayinya menangis!" Gufron merutuk mereka berdua.
"Andrei, status mereka apa sekarang?" tanya Shido.
Andrei Zagrachev, orang rusia yang baru bergabung, mengecek kapal Argo. Lampu berkedip-kedip warna merah. Menandakan ada sesuatu bahaya menanti mereka.
"Kita akan menabrak sesuatu!"
"Aku tahu itu! Tapi apa?" sembur Koichirou pada Andrei.
"Bersiaplah kalian semua. Akan ada yang datang!" ucap Gufron.
Seketika, kapal tersebut menghantam sesuatu. Begitu keras dan kuat. Sampai-sampai merusak body kapal Argo.
"Kalau saja Sakurachi dan Goro tidak melakukan hal konyol itu, tentu kapal bisa terhindar dari tabrakan!" sesal Shido membiarkan keduanya bergantian mengemudi kapal.
Lampu kedip-kedip muncul. Kali ini posisi Sakurachi dan Goro telah diketahui. Secara tidak sengaja, keduanya bertemu dengan suami istri berpakaian muslim.
Adegan ini serupa dengan Sagitarius Girl. Bedanya, penambahan scene dari 5 keys soldier, buku karangan pertamaku. Serta tokoh Suryadi di sini cukup berperan dalam pengembangan tokoh. Untuk organisasi Shadows ada rencana kumasukkan. Tapi masih belum ada ide di bagian mana. Semoga saja terealisasikan.
Creation is hard, cheer me up!
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!