webnovel

Fourth

Suara kicau burung memenuhi gendang telinga Ratu yang tengah fokus memasak. Membumbui ayam yang telah di keluarkan dari kemasannya dan memotong beberapa sayuran untuk di jadikan sup.

Ratu dan adiknya; Putra memasak dalam porsi besar mengingat para kumpulan lelaki tampan itu menginap.

Semalam, hujan deras mewarnai Ibukota membuat mereka semua tanpa terkecuali menginap di rumah Ratu karena guntur dan kilat terus menyambar.

"Nama lo kan guntur, pawangin gih" ucap Eros.

"Si anjir kalo ngomong suka bener ya. Pawang aja sendiri" Guntur menyesap pelan kopi-susu yang telah hangat.

Sementara Ratu menyiapkan tempat tidur mereka. Ratu mengambil beberapa bedcover dari dalam lemarinya dan lemari Mamahnya, bedcover ini peninggalan Ayahnya yang mengkoleksi warna hijau.

Ratu sedang menyomot keripik kentang yang di belinya di abang gerobak 2 jam yang lalu. Rasa pedas dan manis yang mendominasi.

"Inget gak tetangga gue," ucap Yudis menggebu-gebu.

"Tetangga lo banyak. Yang mana!" sahut Aris.

"Anaknya Om Edwin, si Bara. Calon istrinya ketahuan kalo udah gak perawan terus nikahannya di batalin masa?" jelas Yudis.

Topik yang menarik.

"Serius" ucap Ratu cepat.

"Hari gini masih nyari perawan?" sahut Eros.

"Yang penting kan lubang ya, Ros." Jemari Aris terangkat di udara dan men-tos jemari Eros.

Dasar batang pisang.

"Terus si Bara ngajak nikah temen deketnya sendiri. Dia gak mau dong rugi udah sewa gedung, ketring belom lagi baju pengantin." sambung Yudis.

"Curang dong," sahut Ratu, "Kita cewek kudu perawan lah kalian para batang? Perjaka gak?"

Satriyo tersedak keripik. Refleks Ratu memberikan air putih yang ia genggam tadi untuk Satriyo. Tangannya mengelus punggung Satriyo walaupun matanya sibuk melihat teman-temannya bercerita.

"Ngapa lo keselek?," tanya Ratu. "Udah gak perjaka lo?"

Gelak tawa mereka memenuhi area TV setelah melihat muka Satriyo merah padam, "Anjing lu semua ya."

"Wih, Mamas Satriyo mulutnya." Itu bukan suara Ratu. Itu suara Topan yang sedari tadi hanya diam mendengarkan.

Mata Ratu melihat Andrew di kejauhan, lelaki bermata zamrud itu telah terlelap di sofa panjang ruang tamu.

"Awas pingsan. Ngeliatin kok segitunya." tewa Aris.

"Gue serius nih," kepala Ratu kembali menghadap ke arah TV di belakang Embe, "Andrew tuh siapa sih?"

"Kenapa?" raut wajah Satriyo tak kalah aneh mendengar pertanyaan Ratu.

"Masa tadi tuh kita diikuti mobil lain gitu." tangan Ratu kembali menyomot keripik di tangan Arya, "Dia bilang itu suruhan bokapnya."

Arya yang saat itu duduk bersandar di  lengan sofa pun kembali duduk tegak.

"Yaelah Queen, lo gak searching di google?" Ratu menggeleng, "Dia tuh kan CEO yang lagi naik daun. Semua berita tentang Andrew tuh lagi hangat-hangatnya."

Ratu menegakkan badannya membuat kepala Satriyo yang bersandar di bahunya hampir terjatuh, "Seriusan?"

Semuanya mengangguk. Wah Ratu telat mengetahui semua ini. Wanita itu tidak terlalu dalam mencari informasi.

Ingatan itu membuat Ratu yang sedang menggoreng ayam pun memanggutkan kepalanya. Semalam, karena teman-temannya sudah semakin gila. Ratu putuskan untuk masuk kedalam kamarnya dan terlelap tak lupa Ratu mengunci pintu kamarnya.

Putra sedang menyiram tanaman tercintanya setelah membantu Ratu memotong sayuran dan mengulek bumbu sop, adik laki-laki Ratu itu sangat terampil merawat tanaman.

Lewis melongokkan kepalanya melihat isi panci yang di penuhi sayuran itu, "Wangi benerr. Bikin cacing gue meronta-ronta."

Ratu mengangkat centong sayur di genggamannya dan seolah-olah hendak memukul Lewis dengan centong itu.

"Mmmm...Queen?"

Ratu hanya ber-hmmm saat Lewis mulai mencomot satu paha ayam yang telah masak di meja. Kakinya kembali melangkah mendekati Ratu.

"Gue saranin, lo jangan terlalu dekat sama Andrew ya."

Ratu menoleh. Dahinya mengernyit mendengar itu dan melihat tangan Lewis yang telah menggenggam sepotong paha Ayam.

"Napa?"

"Gue rasa dia gak baik buat lo." jelas Lewis.

Ratu menaikkan alisnya, tangannya terampil mengupas bawang merah dan putih, "Gue cuma penasaran aja kok"

"Ok ok. Yang penting lo hati-hati. Andrew kan bos. Yang auto dia suka hamburkan uang buat selangkangan. Lo paham kan maksud gue?"

Ratu berjalan melewati Lewis dan mengambil sebuah cobek besar, "Lo kan tau di hati gue ada siapa," jawab Ratu tanpa menoleh sedikit pun. "Lo pikir hilangin rasa sayang yang besar gini ke dia bisa hilang dalam sekejap karena pesona si Andrew?"

"Asli sih, masih pagi tapi pembahasan sudah berat," Lewis menghembuskan nafasnya dengan pelan, "Yaudah gue mau mandi."

Lewis berjalan menjauhi Ratu, kakinya melangkah menuju kamar mandi di sebelah kamar Ratu tetapi sebelum itu dirinya masuk kekamar wanita itu dan mendapati Satriyo tengah meringkuk di atas bed berukuran besar itu.

Sejak kapan itu human pindah ke kamar?

Lewis tetap berjalan, membuka lemari berwarna putih dan mengambil beberapa helai pakaian yang telah tertulis namanya.

Lewis tersenyum di luar tetapi ia tertawa di dalam hatinya melihat lemari khusus yang Ratu beli hanya untuk mengisinya dengan baju teman-temannya dan semua lengkap beserta nama.

Lewis menutup lagi pintu lemari, matanya mengarah ke jam weker berbentuk doraemon di atas nakas menunjukkan pukul 06.30 dan beruntungnya lagi ini hari Sabtu yang membuatnya bisa bersantai.

Lewis keluar kamar dan kakinya melangkah ke kamar mandi tapi sebelum itu dia melihat Ratu bercengkrama dengan Andrew sambil tertawa. Dasar.

Sarapan telah tersaji di meja makan. Sayur sop - ayam goreng - tempe gembus goreng - sambal terasi - roti bakar - telur orak arik dan air putih. Terlihat sangat penuh ya meja makannya.

Ibu Hanah-Mamah Ratu, duduk di kursi tengah. Sebelah kanannya ada Ratu kemudian Satriyo dan Lewis. Sedangkan sebelah kirinya ada Andrew kemudian Eros dan di sebrang ada Yudis.

Yang lain? Makan di depan TV.

"Cuci piring dong lo Mbe!!"

"Itu tugasnya wanita, you know"

"Lah gue udah masak sebanyak ini dari pagi cuk!!."

"Udah.....udah," Topan berdiri di tengah-tengah Ratu dan Embe, "biar Aris sama Eros yang nyupir."

"Weeee!!! Si anjirr" itu suara Eros. Suara baritonnya menggelegar, mungkin tetangga Ratu yang suka nggosip itu mendengar.

Putra datang dari halaman belakang yang berbatasan dengan dapur menggunakan kaca lebar sebagai pengganti dinding, "Wahai kalian para suami Kak Ratu, pulanglah. Kasihan tanaman tercinta ku kurang istirahat karena kalian selalu meninggikan suara."

~~~

Ratu terpaku. Terdiam memandangi semua ini. Rasanya air mata ingin membanjiri lantai rumahnya. Apakah salahnya Tuhan hingga Engkau menghukumnya seperti ini.

- Bedcover yang sudah teruwel-uwel.

- Bantal dan guling yang berserakan.

- Remahan keripik singkong di atas meja tamu.

- Sofa yang sudah tergeser entah kemana.

- Cucian piring yang menumpuk.

- Kamar tidurnya yang juga berantakan.

- Lemari pakaian khusus sahabat-sahabatnya itu terbuka, menampilkan baju yang telah tersusun rapi kembali berantakan.

- Handuk di atas kasur, di tepi wastafel.

- Lantai depan kamar mandi yang basah.

Bunuh saja Ratu Ya Allooohhh.

Chapitre suivant