webnovel

(12) Beban pikiran.

Di sebuah malam yang kelam, terlihat sosok pemuda berbadan tinggi, kulit nya seputih salju, pandangan mata nya tajam, hidung nya mancung, bibir nya sexy berwarna merah. Pemuda tersebut benar- benar terpahat begitu sempurna.

Ia berdiri di samping gadis yang sedang tertidur pulas di meja belajar, mata nya memandang wajah ayu yang terlihat damai dalam tidur nya.

Ia mengangkat tubuh mungil gadis itu, memindahkan nya ke ranjang. ia duduk di samping gadis yang sekarang sudah terbaring rapi di atas ranjang nya.

"Berani- berani nya ia melukai gadisku," Suara berat nya keluar dari bibir indah itu, tangan nya menyentuh bibir si gadis lembut.

Tiba- tiba mata nya berubah memerah, sebuah cahaya silau terpancar disana. membuat luka- luka yang ada pada gadis itu menghilang.

senyuman tipis terukir, dan pemuda itu menghilang, berubah menjadi asap berwarna hitam, dan musnah tertelan angin.

_____________________

"Semalam aku bukan nya tertidur di sana?" Hana kebingungan saat mendapati dirinya sudah di ranjang saat terbangun pagi ini.

Hana beranjak dari tidur nya, dan ia semakin terkejut saat kaki nya sudah tak sakit lagi, bahkan luka di kaki nya menghilang. Hana berlari ke depan cermin, ia semakin kaget saat luka- luka di bibir nya juga menghilang.

Ia mulai ketakutan lagi, karna semakin hari, ia merasa ada yang aneh pada dirinya.

Dengan pikiran yang masih di penuhi sebuah Mistery ia pun beranjak menuju kamar mandi.

Selesai mencuci wajah, ia Bergegas memulai pertarungan nya di dapur.

Ia membuat nasi goreng, dan juga Bubur.

Setelah matang, ia membungkus nasi goreng tersebut, bubur nya ia simpan di sebuah tupper war. Ia berniat akan sarapan nasi goreng dengan sang Bibi di rumah sakit, sedang kan Nara ia bawakan bubur. Mumpung hari masih sangat pagi ia ingin berlama- lama di sana sambil meringankan beban pikiran yang akhir- akhir ini menghantuinya.

"Bi, yuk sarapan bersama, Hana bawa nasi goreng nih. Ini Hana juga bawa bubur buat Nara," Hana membuka sebuah kotak makanan.

"Waaah aroma nya sangat nikmat, masakan Hana memang yang terbaik," ucap sang Bibi memuji.

"Bibi bisa aja, ya udah yuk Bi, yuk Ra, nanti keburu dingin."

Keluarga kecil itupun mulai menyantap sarapan pagi nya.

"Han, gimana? Apa udah bicara sama kak Indra?" Pertanyaan Nara membuat Hana kehilangan nafsu makan.

"Ah, itu, aku belum sempat membicarakan nya Ra, nanti ya," Hana berbohong karna tak ingin membuat Nara semakin syok dan sakit.

"Oh iya Hana, kata nya kaki kamu sakit kemarin?" Lanjut Bibi nya yang bertanya.

"Sudah sembuh Bi,"

"Syukur lah, yuk makan lagi,"

Seusai sarapan, Hana berpamitan untuk pergi ke sekolah.

Saat melewati sebuah gang, dimana ia di ganggu preman yang ke esokan nya di temukan tewas, bulu kuduk nya bergidik. Mengingat kejadian aneh yang akhir- akhir ini terjadi pada dirinya.

Tak lama kemudian, bus pun telah terparkir di tempat biasa nya. Hana turun dan berjalan menuju sekolah.

Sesampai nya di kelas, ia mendapati Alex yang rajin itu sudah duduk di bangku sambil melambaikan tangan nya.

"Hay Hana," senyuman manis terukir disana.

"Hay,"

"Bagaimana? Kamu baik- baik saja kan sendirian di rumah kemarin?"

"Tentu, buktinya sekarang aku gimana?" Sambil menghadap Alex, memperlihatkan bahwa diri nya baik- baik saja.

"Luka mu sudah sembuh?" Alex menunjuk bibir Hana yang kemarin masih membengkak di sertai luka yang cukup parah.

"Aneh ya, tadi pagi aku bangun emang udah sembuh gini," sembari menyentuh bibir nya sendiri.

Alex terdiam mematung.

"Aku mau selesain PR dulu ya, semalam aku ketiduran," Hana mengambil buku dan sebatang pulpen dari tas nya.

"Tidak mungkin," Hana kebingungan dan wajah nya tiba- tiba memucat.

"Ada apa Hana?"

"Coba kamu lihat," Hana memperlihatkan buku itu.

"PR mu sudah selesai di kerjakan kok," jawab Alex setelah melihat semua soal di buku itu sudah terjawab kan.

"Semalam aku cuma mengerjakan beberapa, aku ingat betul, aku belum menyelesaikan nya Lex. Kenapa ini sering terjadi padaku,"

"Sudahlah tidak usah di pikirkan, anggap saja kamu sudah menyelesaikan semua nya, mungkin kamu lupa,"

"Enggak Lex, aku_ aku_" Hana semakin di penuhi rasa ketakutan.

"Sudahlah, jangan di pikirkan lagi, mumpung masih pagi, yuk ke perpus,"

"Baiklah." Hana mengikuti saran Alex.

"Bacalah buku ini," Alex memberikan sebuah buku komik pada Hana.

"Komik, kamu menyuruhku membaca komik?"

"Iya, bacalah,"

"Yaaah jangan bercanda, lebih baik aku membaca buku yang bisa menambah IQ ku," Hana menolak. karna selama ini gadis itu memang hanya membaca buku- buku pelajaran saja. ia selalu mengisi waktunya dengan hal- hal yang ber faedah. Ia pikir membaca komik atau pun novel dll, hanya membuang- buang waktu saja.

"Aiiish ayolah, sekali- kali baca ini. Otak mu juga butuh istirahat. Bacalah, percalah padaku ini akan meringankan beban pikiran mu,"

"Benarkah?" Hana memicingkan mata nya mencoba percaya dengan kata- kata Alex.

"Iya," Alex menganggukan kepala nya.

Akhir nya Hana mengambil buku yang di rekomandikan oleh teman nya itu.

Dan ternyata benar, baru di halaman pertama saja sudah membuat Hana tertawa.

Seiring berjalan nya halaman yang ia baca, semakin keras ia tertawa.

Komik itu benar- benar lucu dan menghibur.

Alex memperhatikan gadis di samping nya yang sedang tertawa hingga memerah. Hati nya mulai bergetar. Namun ia segera menepis nya.

"Bagaimana? Apakah seru?" Tanya Alex.

"Ouh, seru sekali. Lihat air mata ku sampai keluar karna terlalu keras tertawa," jawab nya sembari mengelap air mata yang keluar di sana.

"Bagaimana perasaan mu sekarang? Apakah lumayan?"

"Iya, lumayan lega sekarang,"

"Baguslah,"

"Oh iya hampir lupa," Hana mengingat sesuatu.

"Apa?"

"Itu, aku harus memaksa Indra untuk segera tanggung jawab sama Nara. Aku mau menemui nya,"

"Indra masih di rawat di rumah sakit,"

"Oh iya, di rumah sakit apa dia di rawat?"

"Citra Husada,"

"Citra Husada? Itu rumah sakit tempat Nara di rawat,"

"Benarkah?"

"Ouh, nanti aku akan mencarinya,"

"Nanti aku ikut ya, sekalian mau jenguk Nara,"

"Oke,"

Sepulang dari sekolah, Hana dan Alex langsung menuju rumah sakit untuk menjenguk Nara sekalian menemui Indra untuk meminta pertanggung jawaban.

Sesampai nya di tempat tujuan, kedua remaja itupun melangkah menuju kamar dimana Nara di rawat.

"Sudah datang nak," sapa sang Bibi.

"Iya Bi, ini Alex mau jenguk Nara,"

"Oh iya, makasih sudah mau menjenguk Nara,"

"Iya Bi," Alex dengan sopan.

"Bagaimana keadaan mu Ra?" Lanjut Alex pada Nara yang kini duduk di ranjang kecil nya.

"Aku baik- baik saja, nanti sore udah boleh pulang kok,"

"Syukurlah kalo gitu,"

"Oh iya, aku mau keluar dulu bentar ya," Hana yang tiba- tiba berpamitan.

"Mau kemana Hana?" Tanya sang Bibi.

"Ada urusan sebentar Bi,"

"Oh iya, hati- hati ya,"

"Iya Bi,"

Setelah berpamitan, Hana bergegas menuju resepsionis.

"Ada yang perlu saya bantu dek?" Seorang wanita muda sekitar ber usia 27 tahun betanya dengan sopan dan ramah pada Hana.

"Saya mau jenguk kawan saya, nama nya Indra Kusumo. Ada di kamar mana ya mbk?"

"Sebentar ya dek, mau saya cek dulu,"

"Iya mbk,"

Wanita muda dengan seragam putih itu mencari nama Indra Kusumo di sebuah buku di tangan nya.

"Pasien Indra Kusumo ada di kamar melati nomer 02,"

"Terima kasih mbk,"

"Iya sama- sama,"

Hana mencari kamar melati nomer 02, dia melihat tidak jauh disana.

Ia pun menghampiri kamar tersebut. disana Indra di temani oleh seorang pria dan wanita paruh baya, yang kemungkinan adalah orang tua Indra.

Hana melangkah memberanikan diri untuk masuk ke kamar itu. Ia rasa ini adalah waktu yang tepat, orang tua nya juga harus tau kelakuan bejat putra nya.

"Permisi Om Tante," Hana dengan suara bergetar karna gugup.

"Lah itu dia orang nya yang telah buat Indra jadi kayak gini, Mami sama Papi harus laporin dia ke polisi," ujar Indra emosi sambil menunjuk Hana yang baru saja datang, dan kini langsung di sambar ocehan tak nyaman itu.

"Apa? Kamu di pukuli seorang gadis? Mana mungkin gadis se cantik dan se imut dia memukuli mu?" Ucap sang Mami sambil menghampiri Hana.

"Benar, mana mungkin kamu di gebukin seorang gadis," sambung sang Papi.

"Dia bukan gadis biasa, dia itu agak aneh Pi Mi. Kekuatan nya bahkan melebihi laki- laki, dia itu psychopath" tegas Indra.

"Benarkah?" tanya Mami Indra pada Hana.

"Ah, itu_ sebenar nya saya tidak terlalu ingat, tapi mungkin memang benar saya yang memukuli nya, tapi saya melakukan itu karna dia gak mau bertanggung jawab_" ucapan Hana terputus, ia menghela nafas, mengumpulkan keberanian untuk mengatakan yang sebenar nya.

"Bertanggung jawab? Apa anak Tante berbuat yang aneh- aneh sama kamu?"

"Bukan_ bukan saya, tapi dia telah menghamili sodara saya,"

"APA," Papi Indra berteriak kaget, wajah nya memerah.

"Maaf pa, maaf pa," Indra beranjak dari ranjang nya, dan ia bersimpuh di depan Papi nya.

Hana tidak percaya bahwa Indra ternyata sangat takut pada Papi nya. Hana dapat melihat jelas dari aura wajah kedua orang tua itu, bahwa mereka seperti nya orang yang baik.

Bersambung...

Chapitre suivant