# "Segalanya terjadi begitu tiba-tiba. Aku tidak siap. Namun, saat aku mengira telah kehilangan sesuatu, seseorang justru mengingatkan bahwa aku sejak awal tidak pernah memiliki apapun." (Aleta)
.
.
.
"Sungguh, Pa?! Kita akan liburan bersama akhir pekan ini?!" tanya Aleta dengan penuh semangat. Gadis berusia 17 tahun itu menyerbu Hendra dengan pelukan yang begitu erat. Dia tertawa senang. Ayah angkatnya itu pun balas memeluk sampai-sampai Maharani berdehem menyindir dari belakang.
"Ehem, Leta… Mama nggak diajak peluk-peluk kah?" kata Maharani.
Aleta pun menoleh dengan cengiran. "Sini, Ma! Gabung cepet! Kita hukum Papa pake gelitikan ajaib!"
"Hahaha… oke!"
Maharani pun bergabung. Wanita itu pun menyerbu Hendra dengan gelitikan bersama Aleta. Padahal pria yang menjadi CEO Perusahaan Xaviery Corporation di kawasan Jakarta Barat itu baru saja pulang. Masih menggunakan setelan jas, masih membawa koper, masih berdiri di ambang pintu utama yang sangat tinggi, dan di belakangnya masih ada Raymond si tangan kanan paling setia yang setia mengikuti dengan kunci mobil.
Raymond hanya diam dan menundukkan kepala sebagaimana para pelayan yang berjejeran di depan pintu. Ada Eve, dua pelayan paling setianya, juga bawahannya yang bertugas hari itu. Mereka pura-pura tidak tahu. Bersikap patuh seperti biasanya saat Hendra, Maharani, dan Aleta tertawa-tawa hingga suara mereka hampir habis.
Hendra memang tipe pria yang sangat sibuk. Selain itu dia juga workaholic. Jadi, waktu Aleta di rumah hanya bersama Maharani dan para pelayan sejak gadis itu diasuh dari panti asuhan di tingkat SMP.
Aleta pun sering sedih meskipun diangkat oleh sepasang suami istri konglomerat itu. Dulu dia menangis di saat merindukan kebersamaan dengan Hendra apalagi kalau sudah keluar negeri beberapa minggu. Pulang tengah malam, pria itu hanya akan pergi lagi esok hari.
Xaviery Corporation memang perusahaan yang sangat besar. Dia bergerak di bidang mall, hotel, tekstil, batu bara, dan kelapa sawit. Aleta yang sejak bayi di panti asuhan mana pernah berani membayangkan akan diambil mereka berdua sebagai anak. Akan tetapi, saat usianya 14 tahun … semua itu terjadi begitu saja.
Aleta sungguh-sungguh bahagia, tapi Maharani juga tegas dalam mendidiknya agar tidak menjadi sosok yang terbutakan kesombongan meski sudah menjadi seorang tuan puteri mendadak.
Aleta pun mendapatkan pendidikan yang baik. Dia sempat mengeluh karena setelah sekolah masih ada les lagi di rumah, namun lambat laun dia mengerti peran apa yang sedang dia ambil.
Aleta adalah penerus. Dan cinta Hendra bersama Maharani benar-benar dilimpahkan kepadanya sepenuhnya. Namun, baru tahun ini Hendra punya waktu untuk merayakan ulang tahunnya di luar kota.
Mereka akan pergi ke Bandung!
Bertiga!
Rencana liburan seminggu penuh!
Tak ada yang mengusik dan itu menjadi impian Aleta sejak lama.
Aleta yang terlalu bersemangat sampai-sampai tidak bisa tidur pada malam harinya. Dia terus memilih pakaian mana yang akan dibawa selama pergi. Dan diantara jajaran koleksi sepatunya yang nyaris ratusan di rak, dia mencoba 15 lebih sampai-sampai tidak sadar sudah pagi.
Aleta akhirnya tidur di mobil sendirian. Dia terbaring di kursi belakang sementara Maharani hanya mengecup keningnya sebelum wanita itu duduk di kursi sebelah kursi kemudi.