webnovel

Penjelasan Arumi

"Ibu, tolong lepaskan dia!" teriak Mesya.

 

Arumi menghentikan sesaat kakinya, tadinya wanita itu beberapa kali menginjak dengan kasar tubuh Denias, padahal Denias, itu sedang terluka.

 

"Kenapa, Ibu menyakitinya?" tanya Mesya, kedua netra gadis itu mengucur cairan bening.

 

Langkah kaki Arumi meninggalkan tubuh Denias.

"Kenapa, Sayang? Ibu hanya memberi hukuman kepadanya!" jawab Arumi.

"Tapi tidak seperti itu, Bu! Itu terlaku kejam," ujar Mesya.

 

Arumi tersenyum, lalu dia mengelus pipi anak gadis kesayangannya itu.

"Dia ingin mencelakaimu, jadi wajar kalau Ibu, marah dan menghajarnya," tukas Arumi dengan lembut.

 

Mendengar suara ibu angkatnya ini, memang selalu membuatnya tenang, dan seakan dia benar-benar orang yang baik.

 

"Aku mohon lepaskan dia, Bu!" Mesya mengarahkan pandangannya kepada Denias.

Denias terkulai lemah, seperti sudah tidak kuat lagi mengangkat kepalanya.

 

"Dia orang yang berbahaya, kau sendiri bukannya sudah tahu, jika dia hendak menyelakaimu dengan pisau itu?" tanya Arumi seraya melihat ke arah pisau yang saat ini masih ada dalam genggaman tangan Denias.

 

Mesya terdiam sejenak seraya menelan salivanya.

Gadis itu tampak bingung, kenapa Denias sampai menyerang Arthur dan ayahnya, bahkan dirinya juga tak luput darinya?

Mungkinkan Denias melakukan ini untuk pertahanan diri, karna Arthur yang lebih dulu menyekapnya.

Seperti yang ia ketahui jika Denias itu sudah berhari-hari menghilang dan dicari-cari oleh pihak berwajib.

Tentu saja hal ini  membuat Mesya yakin jika selama beberapa hari ini Arthur dan keluarganya telah menyekap Denias di sini.

 

Sudah cukup bagi Mesya untuk berpura-pura tidak tahu tentang keluarga angkatnya ini.

Dia adalah anggota dari keluarga ini, yang artinya dia pun juga berhak tahu tentang keluarganya.

Kali ini Mesya ingin bertanya kepada ibunya tentang segalanya.

Gadis cantik itu mengumpulkan seluruh keberaniannya yang selama ini ia  pendam.

 

"Bu, tolong jelaskan semuanya kepadaku," tukas Mesya dengan wajah menunduk.

Seluruh tubuhnya gemetar dan memanas.

"Kau ingin Ibu, menjelaskan apa kepadamu?" tanya Arumi.

"Apa, benar jika kalian itu pembunuh?" tanya Mesya dan dia masih belum berani mengangkat wajahnya sendiri.

 

Arumi tertawa begitu lebar, dan yang lainnya juga tertawa, termasuk Arthur yang meski tubuhnya masih terkapar.

Hanya David yang masih setia dengan wajah datarnya.

 

"Haha! Haha! Kamu itu lucu sekali, Sayang!" tukas Arumi yang menertawakan pertanyaan dari Mesya. Padahal bagi Mesya, tak ada kelucuan dari pertanyaan yang ia lontarkan itu.

Dia berbicara dengan sungguh-sungguh. Dia hanya ingin meluapkan segala yang ada dalam pikirannya.

 

"Stop!" Mesya mengangkat wajahnya.

Suaranya begitu lantang hingga membuat yang lainnya berhenti tertawa.

"Apa, kalian pikir pertanyaanku ini ada yang lucu?!" ujarnya, suara yang keluar dari mulutnya masih tinggi, terlihat sekali jika Mesya sedang marah. Dia tidak suka dipermainkan oleh keluarganya sendiri.

 

 

Arumi langsung menghentikan tertawaannya, mendadak mulutnya terkatup, dan kedua netranya menajam seolah menghunjam jantung Mesya.

 

 

"Kenapa sejak kecil kau selalu bertanya soal itu?" tanya Arumi dengan suara yang datar, tak ada lagi guratan senyuman sedikit pun, selalu begitu ... ekspresi Arumi bisa berubah dalam waktu yang singkat.

 

Air mata Mesya kian deras, dia sangat takut, bahkan dia berpikir mungkin nasibnya akan berakhir sampai di sini, pasti keluarga angkatnya akan menghabisinya saat ini juga.

 

Dia sudah menjadi anak yang tak tahu diri karna sudah melawan orang tua.

 

"Ah, lihat, wajah manismu ketakutan, Sayang," Arumi menyeka air mata Mesya.

"Jangan menangis, Ibu tidak suka dengan anak yang cengeng. Keluarga Subroto Diningrat, harus kuat," ucapnya.

 

"Keluarga, Subroto Diningrat?" Mesya terdiam sesaat. Dia mengangkat kembali wajahnya.

"Kenapa, Ibu, menyebut keluarga Subroto Diningrat? Bukankah, nama keluarga ini adalah Davies?" tanya Mesya.

 

"Haha, tidak, Sayang, nama keluarga kita yang sebenarnya adalah Subroto, di ambil dari nama mendiang Kakekmu, yang bernama Subroto Diningrat, tapi untuk sementara waktu kita memakai nama marga dari ayahmu yaitu, Davies. Keluarga kita adalah keluarga yang abadi, tidak akan bisa mati sampai kapan pun, tapi sayang keabadian hidup kita tidak ada gunanya selama, Keluarga  Wijaya, masih hidup," pungkas Arumi.

 

"Wijaya? Siapa lagi dia?" tanya Mesya.

"Huuft ... maaf, Sayang, Ibu tidak bisa menjelaskan sekarang,"

"Kenapa? Bukankah, Ibu sudah menganggapku sebagai putri kandung? Lalu kenapa harus merahasiakan semuanya dariku!?" Nafas Mesya kian sesak. "Sudah cukup sampai disini, Bu! Ayo katakan rahasia keluarga ini kepadaku!?" tuntut Mesya.

 

Charles mendekati Arumi, lalu dia berbisik di telinga sang Istri.

"Sudah, saatnya," ucapnya.

 

"Hufft ...." Arumi menghela nafas sesaat.

"Baik, Mesya. Sepertinya gadis kecilku, sudah mulai dewasa. Dan sudah saatnya untuk tahu segalanya," tukas Arumi.

"Katakan, Bu! Jangan terus mengulur waktu!" sergah Mesya.

"Wuah! Bahkan sekarang, putri kecilku juga sudah berani membantah ya?" Arumi menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis.

 

 

"Ya, Mesya! Apa yang selama ini kau curigai itu memang benar. Kami adalah pembunuh, kami adalah menganut sekte sesat, dan daging yang selalu kau makan setiap pagi itu adalah daging manusia. Daging hasil dari orang-orang yang sudah kami bunuh. Kami membunuhnya lalu memakannya." Jelas Arumi.

 

Mesya mematung tak bergeming, dia begitu syok mendengar pengakuan dari ibunya.

Meskipun dia sudah mengetahuinya sejak awal, tapi tetap saja ketika mendengar ucapan Arumi secara langsung membuatnya seperti tersambar petir.

 

 

Dia sudah menjadi bagian dari keluarga mereka, dan dia pun juga sudah memakan daging manusia seperti mereka.

 

 

Kedua kakinya mendadak melemas, perlahan gadis remaja itu menjatuhkan tubuhnya dalam keadaan duduk.

Dia menangis sejadi-jadinya.

Dia sudah diasuh oleh keluarga yang salah. Harusnya dia menolaknya sejak awal.

 

Hanya ingin menggapai sebuah cita-citanya di masa kecil, membuat Mesya malah menghancurkan  hidupnya sendiri.

 

Kalau saja waktu itu dia menolak keluarga ini untuk mengadopsinya.

Pasti dia akan hidup normal di panti asuhan.

 Berbicara soal Panti Asuhan, Mesya menjadi ingat akan suatu hal, yaitu kebakaran.

Mungkin kebakaran yang terjadi dalam Panti Asuhan, itu juga ulah dari keluarganya.

 

Mendadak tubuh Mesya menjadi kuat, dia berdiri dan kembali dengan wajah yang penuh amarah.

 

"Bu, apa benar kebakaran dalam Panti Asuhan Pelangi  Senja itu, juga ulah kalian?" tanya Mesya.

 

"Apa aku juga harus menjelaskan soal itu?" tanya Arumi.

"Tentu saja!" cantas Mesya.

 

"Tapi, dari mana kau tahu jika, Panti Asuhan Pelangi Senja, kebakaran?" tanya Arumi.

Mesya kembali terdiam, dia tidak mungkin mengatakan jika dia tahu soal ini dari Romi, karma ini dapat membahayakan keselamatan Romi.

 

 

 

To be continued

Chapitre suivant