webnovel

Si Psikopat Arthur

Arthur tersenyum kian melebar.

Dia tak menyangka jika Denias adalah orang yang sangat menarik.

Bahkan dia melahap daging-daging pemberiannya, padahal dia sudah bicara kepada Denias, jika daging-daging itu adalah daging manusia.

Tapi nampaknya Denias tak masalah.

 

 

"Kau adalah orang yang sangat menarik rupanya," ucap Arthur.

Arthur mengangkat dagu Denias.

"Kau sedang tidak berakting, 'kan?" tanya Arthur.

Denias tersenyum lagi, dia menggelengkan kepalannya.

 

"Baik, sepertinya aku akan membiarkanmu hidup lebih lama lagi, kau sangat menarik, dan mungkin aku akan membujuk ayahku agar dia mau melepaskan mu," ucap Arthur.

 

 

'Ayah? Berarti, Pak Charles, juga sudah tahu kalau Arthur, telah menyekapku di sini?' batin Denias.

 

"Aku akan meninggalkanmu, kau boleh bermain-main di sini sebentar!" ucap Arthur.

 

Arthur, membuka sebuah kotak sampah yang ada di sampingnya.

Seketika aroma menyemat langsung menusuk hidung Denias.

Tapi anehnya Arthur sama sekali tidak terganggu dengan aroma busuk itu.

 

Denias tak tahan ingin muntah, hanya saja dia tetap harus menahannya agar Arthur tidak curiga kepadanya.

 

"Ini adalah sampah-sampah, bangkai manusia! Kami hanya mengambil dagingnya saja, dan membuang tulang-tulang yang tak berguna di sini," ucap Arthur lagi.

Dan seketika kedua bola mata Denias melebar.

 

Ternyata Arthur tidak berkata bohong, dan daging yang baru saja dia makan adalah daging manusia.

Dalam tong sampah itu benar-benar banyak sekali darah dan juga tulang-belukang manusia, bagian pakaian-pakaian mereka juga dibuang di dalam tong sampah itu.

 

Tentu saja Denias tak tahan lagi dan ingin segera memuntahkan isi perutnya. Tapi dia tetap harus bertahan, dia tidak boleh muntah di sini.

Dia lebih memilih memakan sepotong roti untuk satu hari penuh, daripada harus makan lezat dan mewah tapi berasal dari daging manusia.

Benar-benar sangat menjijikkan.

Dia harus bisa membuat Arthur yang seorang psikopat mengira Denias sama dengan dirinya.

 

"Baik, kau bisa habiskan makananmu, dan aku ingin pergi sebentar!" ucap Arthur.

Denias mengangguk, tapi ekspresi Denias terlihat datar, wajahnya juga pucat sepeti mayat hidup.

 

Selanjutnya Arthur menjauh dan mengunci pintu ruangan itu.

 

Jeglek!

 

 

Hoek! Hoek! Hoek!

Cuih!

Denisa muntah sejadi-jadinya, dia tak tahan untuk menyimpan daging-daging itu lebih lama lagi di dalam perutnya.

Tubuh anak laki-laki itu tampak melemas.

 

Dia serasa akan pingsan, tapi untungnya dia masih bisa mengendalikan tubuhnya.

Dia melihat ada sepotong kayu yang tergeletak di sampingnya. Sepertinya sebuah potongan kaki meja yang rusak.

Perlahan tangan Denias meraih kayu itu.

 

Lalu dengan nafas yang tersengal-sengal dia memeluk tongkat kayu itu.

Dia meliriknya lagi, dan ada setitik noda darah dalam kayu itu.

Denias hendak membuangnya karna merasa jijik, tapi dia kembali berpikir, jika ini bukanlah saatnya untuk merasa jijik ataupun takut, dia sudah berada di tempat menyeramkan ini dan dikurung berhari-hari. Harusnya dia sudah terbiasa, sekarang yang harus dia lakukan adalah bertahan hidup dan bisa segera pergi dari tempat ini.

 

"Aku akan menunggu dia datang lagi. Dan setelah itu aku akan menyerangnya." Gumam Denias.

"Aku tidak peduli jika aku harus membunuh orang! Aku tidak peduli!" Denias mengangkat wajahnya lalu dia kembali mengingat bagaimana kejamnya Arthur saat itu, ketika dia telah memenggal kepala-kepala kucing yang tak berdosa.

 

Saat itu Denias hendak menolong kucing-kucing itu, tapi Arthur mendorongnya hingga jatuh dari tangga, masih bersyukur Denias tidak mengalami luka parah hingga patah tulang seperti Marry. Karna Denias mampu menjaga keseimbangan tubuhnya, dia tidak sampai jatuh ke tangga yang paling bawah,  dia baru saja sampai di pertengahan tangga dan dia berhasil berpegangan dengan anak tangga.

 

Alhasil, Denias hanya mengalami luka-luka lecet saja, dia kembali naik ke tangga atas, meski dengan langkah tertatih, dia hendak melihat kucing-kucing liar yang berada di atas gedung itu.

 

Namun ketika sampai di sana, Denias melihat kucing-kucing itu sudah tewas seluruhnya, bahkan kepala dari hewan yang terkenal sangat imut dan lucu itu juga sudah terpenggal seluruhnya.

 

Denias tampak sangat bersedih, terlebih kucing-kucing liar itu adalah sahabatnya ketika berada di sekolah.

Seperti yang di ketahui Denias adalah seorang siswa yang introvert.

Dia tidak bisa bergaul dengan murid-murid lainnya.

Dia lebih memilih berteman dengan kucing-kucing liar, di dalam tasnya selalu saja dia membawa makanan untuk para kucing-kucing liar yang dia temui baik di sekitar sekolah ataupun di jalanan.

 

 

Perlahan dia menghampiri dan meraih salah satu kucing itu, dia memeluknya.

Noda darah dari kucing itu sampai mengotori seragam sekolahnya.

Dia mengitarkan ke seluruh ruangan untuk mencari Arthur, tapi Arthur sudah tidak ada, pisau yang  tadi ia gunakan untuk membunuh, kucing-kucing itu kini tergeletak di atas lantai.

 

 

Tepat di saat itu tiba-tiba Marry datang dia menghidupkan kamera ponselnya.

Tentu saja Denias sangat kaget. Apalagi Marry mengira jika Denias lah pelakunya.

 

Denias terus menyangkal tapi Marry tak percaya.

Lalu datanglah Arthur dan memukul Marry hingga terjatuh lalu menendangnya sampai jatuh dari atas tangga.

 

Saat mengingat kejadian itu, Denias benar-benar sangat marah, karna tak seharusnya dia diperlakukan seperti ini.

Dia adalah Korban. Dan Arthur lah pelakunya.

 

"Yah, aku harus membunuh Arthur! Dia bukan manusia, dia itu Iblis! Aku tidak masalah jika Arthur harus mati di tanganku dan aku akan menjadi seorang pembunuh!" ucapnya dengan tangan mengepal dan gigi gemertak.

 

Dan tak lama mulai terdengar langkah kaki yang berjalan menuju gudang.

 

"Itu pasti, Arthur!" Denias segera bersembunyi dengan membawa kayu di tangannya.

 

 

Ceklek!

"Hai, Anak Manis, di mana kau?" tukas  Charles.

 

 

'Rupanya yang datang adalah, Pak Charles,' batin Denias.

Dia ragu untuk memukul Charles, karna yang ingin dia bunuh adalah Arthur, bukan Charles

Lagi pula, dia juga belum yakin jika Charles adalah seorang psikopat seperti Arthur.

 

Tapi setelah Charles menekan saklar lampu dalam ruangan itu, barulah Denias melihat jika ada pisau yang berlumur darah di tangan Charles.

'Ja-jadi benar ya, kalau, Pak Charles itu juga pembunuh seperti Arthur?' batin Denias.

 

Lalu Denias memantapkan diri untuk menyerang Charles dari belakang.

Buak!

Denias memukul kepala Charles dari belakang, seketika Charles pun terjatuh, dengan luka di kepalanya.

Denias tampak gemetar melihatnya, dia tak pernah menyakiti orang sebelumnya.

Ini adalah pengalaman pertamanya.

"Apa aku benar-benar, harus membunuhnya?" Denias mulai ragu dengan keputusannya sendiri.

 

 

 

To be continued

Chapitre suivant