webnovel

Saling Merahasiakan

Juwita meninggal dalam keadaan tidak wajar, dan hanya tinggal kepala serta tulang belulang.

Kematian yang  begitu tragis, dan membuat seluruh teman-teman dari Juwita sangat ketakutan, mereka juga sangat menyayangkan gadis belia yang baru saja duduk di kelas tujuh itu berakhir seperti ini.

 

 

 

Di dalam area kantin yang teramat ramai itu, Mesya dan juga Romi tengah duduk bersama, mereka memesan dua mangkuk bakso.

Romi juga tampak lahap memakannya, karna sejak pagi dia belum sempat sarapan, sedangkan Mesya masih mengolak-alik isi di dalam mangkoknya. Tak sedikit pun makanan itu masukkan ke dalam mulutnya.

"Mesya, kenapa kamu gak makan?" tanya Romi.

"Aku tidak nafsu makan, Rom," jawab Mesya.

"Ayolah, Mesya, di makan nanti kamu sakit loh," pinta Romi.

"Ah, aku benar-benar tidak bisa menelannya, Rom,"

"Tapi, Sya, nanti kalau gak makan kamu bisa sakit lo,"

"Biarin, aku sakit, kalau perlu biar mati sekalian,"

"Gak boleh, begitu dong, Sya! Kamu masih memikirkan Juwita ya?"

Dan Mesya pun mengangguk.

"Udah jangan di pikirkan, yang terpenting, kita sudah memaafkan kesalahannya, dan mendoakan dia agar tenang di sana," tutur Romi.

"Hufftt ... iya, Rom. Kamu benar,"

"Nah, begitu dong, Sya. Kalau begitu ayo di makan,"

"Iya," Mesya masih tampak bermalas-malasan, namun dia mencoba menuruti ucapan Romi.

Baru saja dia hendak memasukkan ujung sendok itu ke dalam mulutnya, namun dari kejauhan Arthur memanggilnya.

 

"Hay, Adik Cantik!" teriak Arthur.

Mesya pun menaruh kembali sendoknya.

"Kak, Arthur? Ada apa?" tanya Mesya.

"Maaf aku baru memberitahumu, karna aku tadi sedang ada ulangan di kelas jadi terburu-buru masuk ke kelas." Ujar Arthur.

"Memangnya, Kak Arthur, ada perlu apa denganku?"

"Ah, ini  Mesya. Aku mau memberikan bekal dari ibu untukmu," ucap Arthur.

"Bekal? Tapi tadi ibu seperti nya sedang sibuk, lalu bagaimana bisa dia membuatkanku bekal?"

"Ah, tadi ibu sedang sibuk membuatkan bekal untuk mu, tapi kamu malah sudah berangkat sekolah duluan  dengan si Kaca Mata Tebal ini," ujar Arthur seraya melirik ke arah Romi.

"Namanya, Romi, Kak, bukan si Kaca Mata Tebal!" Protes Mesya.

"Ah, oya, maaf, kalau begitu terima ini ya," Arthur menyodorkan kotak makannan itu kepada Mesya.

"Jangan lupa di makan. Ingat ... ibu tidak suka kalau kamu jajan sembarangan," bisik Arthur, lalu dia pun pergi meninggalkan Mesya dan Romi.

 

 

Setelah Arthur pergi menjauh Mesya mulai membuka kotak bekal itu.

"Hah! Lagi-lagi makanan seperti ini!" keluh Mesya seraya membanting kotak bekal itu ke atas meja.

"Memangnya apa?" tanya Romi.

"Apa lagi!" ketus Mesya.

Romi melihat isi di dalam kotak bekal itu, dan ternyata olahan daging yang sangat menggoda selera.

"Kamu benar-benar gak suka ini?" tanya Romi.

"Tentu saja, kamu, 'kan sudah tahu kalau sejak dulu aku tak suka daging!"

"Iya, tapi kamu bilang sudah mulai menyukai daging karna terbiasa?"

"Iya, aku terbiasa makan daging, karna ibu terus memaksaku! Tapi sekarang, Juwita baru saja meninggal, lalu bagaimana kalau makanan itu terbuat dari dagingnya Juwita?!" 

"Apa?!"

"Ooops," Mesya segera menutup mulutnya, entah mengapa dia bisa keceplosan seperti itu.

Tentu saja ucapan Mesya itu membuat Romi menjadi syok dan penasaran.

"Mesya, ayo jujur kepadaku? Apa maksud dari ucapanmu itu?" tanya Romi.

"Ah, aku salah bicara, Rom!" Mesya menangis.

"Mesya, tolong jangan menangis, katakan pelan-pelan kepadaku, aku tidak mau kedua kakakmu itu mengetahui kamu menangis, karna itu bisa membuatku dalam bahaya!"

"Apa, bahaya?!" Kali ini Mesya yang menjadi kaget, "bahaya apanya, Rom?" tanya Mesya.

 

'Astaga! Bicara apa aku ini?' batin Romi seraya menepuk keningnya.

Mereka berdua sama-sama saling keceplosan, Mesya mengatakan yang seharusnya tidak ia katakan kepada Romi, karna ini adalah rahasia keluarganya yang dia sendiri juga masih meragukan akan kebenarannya.

 

Begitu pula dengan Romi, dia sudah berjanji kepada David, bahwa dia tidak akan mengatakan apa pun kepada Mesya bahwa dia di tugaskan untuk menjaga Mesya.

Kalau sampai Mesya tahu jika dia diancam dan akan di bunuh oleh keluarga Davies, maka itu juga akan semakin membahayakan bagi dirinya dan ibunya.

 

 

"Ah, sudahlah, Romi, aku tadi hanya asal bicara, mungkin aku terbawa suasana, karna Juwita baru saja meninggal dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Bayangkan saja tubuhnya hanya tersisa tulang dan kepala, jadi hal itu membuatku sedikit jijik dan tak berselera makan," jelas Mesya.

"Ah, iya, Sya. Aku tahu. Dan ucapanku tadi juga hanya asal-asalan saja. Hehe, sudahlah lupakan," ujar Romi.

 

Mereka saling pura-pura tidak tahu, dan pura-pura abai dengan masalah masing-masing.

Mereka tidak ingin mendapatkan masalah lagi, terutama Romi.

Dia benar-benar takut jika keluarga Davies benar-benar akan menghabisinya dan ibunya.

Padahal dalam hati remaja itu sangat ingin tahu dan penasaran.

Bahkan Romi juga mulai curiga jika kematian Juwita di sebabkan oleh keluarga Davies, keluarga angkat dari Mesya.

Seperti apa yang sudah di ucapkan oleh David waktu itu.

Bahwa mereka akan melindungi Mesya, dari orang-orang yang mengganggunya. Mungkin ini adalah maksud dari ucapan David waktu itu.

 

 

Dan apa yang di ucapkan oleh Mesya baru saja, pasti tidak sepenuhnya benar. Romi menduga jika sahabatnya itu juga sudah mencurigai akan kejahatan orang tuanya, dan dugaan Mesya tentang daging milik Juwita itu benar adanya.

Romi kembali melirik daging yang ada di dalam kotak makannan itu dan seketika perut Romi menjadi sangat mual tak tertahan, masih teringat jelas rasa daging yang sempat dia santap waktu itu, saat David berusaha menghentikannya.

 

'Itu artinya, aku sudah memakan daging—'

Hoek!

Hoek!

Hoek!

 

Romi langsung berlari ke toilet.

"Romi! Kamu kenapa?!" teriak Mesya seraya berlari mengejarnya.

Namun Mesya berhenti di tengah jalan karna dia melihat Romi memasuki toilet pria, yang artinya dia tidak boleh ikut masuk.

Karna hal itu bisa membuat orang-orang menjadi salah paham terhadapnya.

 

 

"Kenapa kamu berdiri di sini?"  tanya Lula yang tiba-tiba sudah ada di belakang Mesya.

"Bu Lula?"

"Saya tanya kamu ngapain di sini? Kenapa kamu malah balik bertanya kepada saya?"

"Ah, maaf, Bu Lula," ucap Mesya.

"Bisa ikut ke ruangan saya, sebentar?"

"Saya?"

"Iya, kamu, Mesya! Siapa lagi?!"

"Ba-baik, Bu,"

 

Mesya dan Lula memasuki ruangan kepala sekolah.

"Ayo silahkan duduk," tukas Lula.

Dan Mesya pun duduk dengan ragu-ragu.

"Ada perlu apa, Bu Lula memanggil, saya kemari?"

"Ah, tidak. Aku hanya ingin mengobrol saja denganmu," ucap Lula dengan santai, tapi dari sorot mata wanita paruh bayah itu menatap Mesya dengan wajah yang sangat benci.

"Apa saya punya kesalahan?" tanya Mesya lagi.

"Apa kamu sudah senang, karna teman sekelas kamu yang selama ini kamu benci sudah tewas?" tanya Lula.

"Kenapa, Bu Lula bertanya seperti itu, kepadaku?"

"Ya, saya hanya bertanya saja, apa itu salah?"

 

 

 

 

To be continued

Chapitre suivant