"Kenapa berhenti di sini Pak? ini kan di tengah hutan?" aku menoleh ke arahnya sembari tangan yang terus mengendalikan stir. Aku harus terus fokus ke depan karena jarak pandang yang hanya terbatas dengan cahaya dari mobil.
"Sudah berhenti saja." tukasnya dengan mimik muka serius, agak condong ke arahku. Aku pun segera menepikan mobil di pinggir jalan. Baru saja aku menghentikan laju mobil. Pak Min membuka pintu mobil dan bergegas keluar.
"Pak, mau kemana?" sergahku panik. Entah apa yang dia akan lakukan.
"Sudah kamu disini sana Nduk, aku mau pergi ke sana sebentar." Dia merentangkan tangannya, menunjuk ke arah kegelapan yang pekat.
"Pak Min!" teriakku dengan tangan yang berusaha meraihnya. Tapi percuma saja. dia sudah berlari ke arah kegelapan itu dan menghilang begitu saja.
Aku mendecak kesal. Bisa-bisanya dia meninggalkan gadis secantik aku di tengah hutan seperti ini. kalau ada orang jahat gimana? Atau hantu?. Hi..Segera aku menutup pintu yang di buka Pak Min tadi dengan kencang. Lalu aku mendekap diriku sendiri, menghindari pandangan sekitar.
Kalau di siang hari, suasana hutan ini sangat rindang. Hijaunya pepohonan menyegarkan mata. Begitu pun angin sepoi-sepoi yang menyegarkan sehingga membuat betah siapapun yang melewati tempat ini. Namun, semuanya tampak berbeda kalau malam sudah menjelang.
Suara binatang malam bersahutan. Bahkan sayup-sayup terdengar suara gagak yang memecahkan keheningan hutan. Jalanan sangat sepi padahal jam baru menunjukan pukul sembilan malam. sejenak aku melirik ke arah kegelapan dimana Pak Min menghilang. Sudah lebih dari sepuluh menit dia pergi, tapi rasanya seperti berjam-jam. Aku tertegun, apa yang dia lakukan di dalam sana?
"Nduk, Nanti kita jangan lewat Blora saja ya." Pintanya sebelum berangkat tadi.
"Kok Muter Pak Min? Kan enak lewat tuban saja tinggal lurus saja." sahutku yang baru menghidupkan mesin.
"Sudahlah, lewat blora saja. saya mau meminta bantuan kepada mereka."
Awalnya aku mengernyit dahi, tidak mengerti. Pak Min juga tidak menjelaskan maksud perkataannya yang sangat misterius. Tanpa bertanya lagi, aku mulai menjalankan mobil.
Tapi, sekarang seolah perkataan Pak Min terus tergiang di benakku. Bantuan kepada mereka? siapa? Dukun? Apa mungkin ada dukun yang tinggal di tengah hutan jati seperti ini? atau jangan-jangan Mahluk halus?
Aku meneguk ludah susah payah. Iya, pasti Pak Min bertemu dengan mahluk halus sekarang. Tapi untuk apa?
Tiba-tiba, ada suara klakson dari belakang. aku terperanjat. Lalu pandanganku tertuju ke arah kaca spion. Uh,, ternyata ada juga yang melewati tempat mengerikan ini, ujarku sembari mengelus dada lega. Beberapa detik kemudiaan dia berhenti tepat dia depan mobilku. Melalui cahaya mobilku, aku bisa melihat jenis kendaraan yang dia pakai beserta Plat nomornya yang tidak asing.
Aku mendekatkan kepala ke kaca sembari menyipitkan mata. Tiba-tiba wajahku menegang saat menyadari sesuatu. Seketika aku menggeser dudukku ke samping. Berancang-ancang untuk membuka pintu.
Benar saja, dua orang itu muncul hampir bersamaan di kedua sisi mobil. Mereka menghadap ke arahku. Siapa lagi kalau bukan Pak Sugeng dan Anton. Langsung, aku membuka pintu dengan cepat dan berlari menyusul Pak Min.
"Kamu tidak akan bisa lari dari kami!" teriaknya lantang. Aku tidak memperdulikannya. Dengan hati-hati aku menyusuri hutan yang di dominasi oleh hutan jati tersebut. Sesekali terdengar suara kaki yang beradu dengan dedaunan jati yang kering, sehingga menimbulkan suara yang berisik.
Aku berhenti sejenak. tanganku memegangi pohon dengan sedikit menunduk. Nafasku tersengal-sengal. Aku menoleh ke belakang. Dahiku berkerut, tidak ada tanda-tanda mereka mengejarku?
Tiba-tiba, ada seseorang yang menarik tanganku. Dari kegelapan, aku tidak bisa melihat sosok itu.
"Siapa kamu?"
"Ini, aku Pak Min Nduk." Tukasnya yang masih menarik tanganku. Dari suaranya jelas itu Pak Min. Karena yakin sosok itu adalah Pak Min, maka aku mengikutinya.
"Pak Min, kemana aja sih? aku sudah lama nungguin di mobil?" gerutuku dengan wajah manyun. Yang tentu tidak bisa dilihat olehnya karena pandangannya yang terus kedepan. Sementara Sosok itu tidak menjawab. Bahkan dia menarikku dengan setengah berlari.
Aneh, sosok itu seolah bisa melihat di kegelapan malam. Buktinya dengan gesit dia memilih jalan, tanpa takut menabrak pohon. Hanya mungkin sesekali kaki yang beradu dengan ilalang.
Semakin jauh dia membawaku jauh ke dalam hutan, tanpa aku tahu berada di bagian hutan yang mana? sementara Perilaku Pak Min semakin menunjukan keanehan.
Tiba-tiba kita berhenti di tanah yang terbuka karena tidak ada pohon di sekitar. aku lupa membawa tas yang berisi hpku gara-gara panik melihat dua bajingan tadi. Sial, gerutuku kesal. Samar-samar, aku melihat tubuh Pak Min yang berbalik ke arahku.
"Pak, sebenernya ini ada apa? Kenapa Bapak masuk kedalam hutan ini?"
"Terus kenapa kamu malah menyusulku ke sini! Bukannya aku sudah memintamu untuk menunggu saja di mobil." Dia malah balik bertanya tanpa menanggapi pertanyaanku.
"Ada, dua orang yang mau menangkapku Pak."
"Siapa?"
"Ehhmm.. Pak Sugeng dan Anton."
"Kenapa mereka mau menangkapmu?" pertanyaan demi pertanyaan seakan menerorku. Mulutku terkunci seketika. Aku tidak mengerti kenapa Pak Min yang semula lembut denganku justru berubah tegas, penuh amarah.
"Jujur sama bapak, apa yang sebenernya menimpamu selama ini." Dia menurunkan nada bicaranya.
"Kenapa bertanya sesuatu yang bapak sudah tahu? Bapak kan punya kekuatan supranatural. Harusnya bapak tahu segalanya tentang semua kehidupanku sampai sedetail-detailnya. Atau bapak sengaja bertanya untuk mempermalukanku gitu?"
Sosok itu terdiam sesaat. Agaknya dia tidak menyangka jika aku bisa semarah ini. selama ini aku selalu bersikap baik dengannya dan istrinya, karena memang mereka baik denganku. Tapi, sifat asliku akan keluar kalau ada yang sampai berani mengusikku.
"Sudah kubilang berapa kali sama mu Nduk! Kendalikan hasratmu! Jaga martabatmu sebagai seorang wanita."
"Gampang sekali bapak bicara seperti itu! saya seperti ini bukan karena keinginan saya. Tapi keadaan yang membuat saya menjadi wanita binal yang selalu ingin di puaskan. Bapak tidak pernah bisa mengerti dengan kondisiku karena bapak tidak pernah merasakannya." Gertakku. Saya tidak perduli mau dia lebih tua dariku.
"Bapak sangat mengerti dengan keadaanmu Nduk, Tapi kamu harus bisa mengendalikannya. Imanmu harus lebih kuat daripada imronmu. Bapak seperti ini karena bapak peduli denganmu, kau sudah kuanggap seperti anakku sendiri." Tandasnya membuatku luluh. Nafasku yang terengah-engah karena amarah berangsur mereda. Ya Ampun, aku telah memarahi Pak Min, orang yang sudah kuanggap orang tuaku sendiri.
"Pertama kali bapak melihat kamu. Selain wajahmu cantik, kamu memiliki aura yang sangat memikat. Hal itulah yang menyebabkan semua pria terikat dengan pesonamu. Begitupun pria dari bangsa jin yang berlomba-lomba untuk mendapatkanmu."
bersambung