webnovel

BOOK 1 CHAPTER 5

"Iya, iya!"

Ace juga sempat berdebar keras saat berhenti di sebelah kafe. Dari dinding kaca, terlihat seorang gadis yang berseru senang karena pacarnya melamar. Pipinya merah, wajahnya cerah, senyumnya pun sumeringah. Ace jadi membayangankan ... kemungkinan seperti itu juga ekspresinya saat Drake memberikan cincin ini.

"Aku harus apa, Drake?" gumam Ace sendirian. Dia bukan tipe lelaki yang suka mabuk saat stress. Tidak, bahkan saat dulu putus nyambung dengan beberapa mantan. Baginya, cinta adalah ketika kau sampai tahap serius dengan pasanganmu. Jadi, bila masih sekedar pacaran, Ace anggap itu bukan apa-apa.

Buruknya, memang baru Drake yang menyisakan kenangan sebegini dalam.

"Aku ini tidak sekuat yang kau bayangkan ...." lirih Ace sembari tertawa-tawa, dia berlari tanpa arah hingga bertemu dengan sebuah gedung. Entah apa nama gedung itu, yang pasti cat-nya dominan putih. Hasrat ingin mati membuatnya langsung masuk untuk mencari lift menuju ke lantai yang cukup tinggi.

Aku harus mati hari ini. Aku ingin menyusul dia segera. Ha ha ha ha

Ace tahu, di belakang ada beberapa orang yang berteriak memanggil. Ah, biar. Mungkin mereka penjaga yang usil seperti di rumah duka. Ace pun terus mencari lift lain dan menabraki orangorang di sekitar.

BRAKH!! BRAKHH!! BRAKHH!!

"HA HA HA HA HA HA HA!!"

Tawa Ace makin tak terkontrol saat menemukan sebuah balkon. Dia berteriak di sana. Naik-naik hingga berdiri tegak di ambal, lalu memandang keramaian jalan raya di bawah dengan senyuman lebar.

"HA HA! HA HA!"

Percayalah, Ace tak pernah merasa sepuas ini dalam melakukan kegilaan.

"Lihat aku, Drake! Jangan pikir harapanmu bisa membuatku langsung patuh!" batin Ace bangga. "Lagipula buat apa pesanmu kulakukan kalau tidak membuatku bahagia? Bodoh sekali, kan? Aku justru ingin pergi ke tempatmu, Drake!" Angin yang menerpa membuat air matanya mengering begitu cepat. Tak hanya itu, long coat dan rambutnya juga tersisir ke belakang karena terpaannya begitu kuat. "Marahlah! Pukul aku! Tak apa jika nanti kita sudah bertemu-"

"ORANG ASIA ITU DI SANA! KEJAR!! JANGAN BIARKAN DIA BUNUH DIRI!" DEG

Ah, sial. Pasti para petugas itu sudah menemukan jejaknya. Ace pun melihat lampu-lampu kota yang berkerlip sekali lagi. Dari gedung, dari jalan, dari kendaraan, dari ponsel-ponsel pejalan kakidan masih banyak lagi.

Ace bahkan bisa melihat gedung Kastil Sforza dan Teatro Alla Scala dari sini. Bagunannya yang tinggi mencakar langit, berwarna khas cokelat susu, memanjang, dan berpintu-pintu membuat Ace bersemangat. Semuanya megah! Semuanya indah!

Ace rasa tidak buruk bila menghabisi nyawanya di tempat ini-

"ITU DIA!"

Semakin dekat para petugas, Ace justru makin tenang. Senyumnya juga manis saat melompat sambil memejamkan mata.

"Aku datang, Drake ...."

"BERHENTI!"

"BERHENTI!"

Ace kira, semua teriakan ribut itu merupakan hal terakhir yang didengarnya sebelum mati. Ternyata tidak. Satu gerombol memang berasal dari tujuh petugas. Satunya lagi kini begitu dekat dengannya.

SRAAAAAAKHHHHH

BRAKKKHHHHHHH!!!

"JANGAN MATI!!"

Mendadak, ada sesuatu yang menyambar tubuh Ace. Menggendongnya. Memeluknya. Lalu melesat hingga hilang dari semua jangkauan mata.

SRAAAAAKHH!!

Para petugas pun bingung karena tidak ada seorang pun yang terjun dari gedung itu.

"Kemana orang tadi pergi?"

"Kemana?"

"Tidak tahu! Tadi ada di sini!"

Mereka mencondongkan tubuh hingga menilik lantai-lantai di bawahnya. Aneh. Hanya suara klakson mobil yang terdengar bersahutan dari arah jalan raya.

TIIIIIIINNNNN!!! TIIIINNN!!! TIIIINNN!!!

TIIIIIIIIIINNNN!!

Semua masih normal-normal saja. Tidak ada bunyi "gedebuk!" atau semacamnya jika tubuh Ace memang menghantam aspal di bawah.

"Tidak mungkin ... apa kita tadi hanya sedang

berhalusinasi?"

Mereka saling bertatapan. "Coba kita cek dulu di bawah!" Bersambung ....

Chapitre suivant