webnovel

The Gauntlet

Vico menusukkan tombak-nya ke lantai dan tersenyum. "Murid-murid baru yang masih bertulang lunak, ikut aku."

Mereka berjalan ke tengah stadium dan berdiri di dekat sebuah pintu besar yang terletak di lantai. "Kalian akan menerima tes yang terdiri dari dua bagian. Tes pertama akan menguji kemampuan kalian dalam menggunakan senjata atau bertarung dengan tangan kosong, dan tes kedua adalah tes melewati rintangan." Vico menjelaskan, sembari mengusap janggutnya.

Setelah menjelaskan, Vico berteriak. "Keluarkan peralatan tes!"

Pintu itu tiba-tiba terbuka, memunculkan sebuah alat yang menjulang setinggi 100 meter. Alat itu terbuat dari kayu, besi, serta berbagai macam material lainnya. Alat itu terlihat sangat rumit dan berteknologi tinggi, dan Emery yang sangat menyukai peralatan rumit memandang alat itu dengan mata berbinar-binar.

"Perkenalkan, kami menyebut alat ini sebagai "Gauntlet"!" Vico berteriak dengan keras, sembari tersenyum lebar. "Kalau kalian bisa melewati Gauntlet dari awal sampai akhir, kalian akan inyatakan lulus tes pertama!" Tambahnya.

Alat itu mulai bergerak, seperti makhluk hidup yang bangun dari tidur. Ratusan duri menjuntal dari lantai serta sisi-sisi jalan alat tersebut, diikuti oleh pedang dan kapak berayun-ayun ke berbagai arah. Ada juga sebuah alat berbentuk lingkaran, dengan karung-karung berat seperti samsak tinju tergantung di sekitarnya. Sudah jelas, karung-karung itu akan menjatuhkan peserta yang gagal menghindar ke arah duri-duri serta jebakan lainnya.

Para acolyte tahun pertama, termasuk Emery serta teman-temannya, hanya bisa menelan ludah dan mengamati semua senjata-senjata yang kelihatannya benar-benar asli. Ada juga beberapa acolyte yang berbalik dan berjalan pergi karena mereka takut dengan semua jebakan itu dan tidak ingin kehilangan nyawa. Sebagai acolyte tahun pertama, tentu saja mereka tidak mau membuang-buang nyawa demi memasuki Institut Pertarungan - bagi mereka, Institut Pertarungan hanya mengajarkan kemampuan yang tidak terlalu penting.

Vico hanya tertawa, sama sekali tidak tersinggung melihat para acolyte yang pergi. "Hahaha! Tenang saja, kalian tidak akan mati karena tes ini! Atau setidaknya, tidak akan mati karena satu kesalahan."

Dari lantai di belakang Vico, ratusan kotak tiba-tiba muncul. Vico mengambil sebuah baju zirah yang sepertinya terbuat dari kulit tebal dan melemparkan baju itu ke seorang pria di sampingnya.

Pria itu mengenakan baju zirah pemberian Vico dan memanjat naik, menghindari beberapa jebakan dan berhenti di depan sebuah jebakan dengan pedang yang berayun-ayun ke segala arah. Saat terkena pedang itu, pria itu terjatuh dengan kerasnya, sampai-sampai ada beberapa acolyte yang menutup mata karena tidak ingin melihat apa yang terjadi. Namun, pria itu langsung bangun dan berdiri seperti tidak terjadi apa-apa.

"Pelindung ini adalah pelindung dasar buatan para pengrajin kita. Pelindung ini akan melindungi kalian dari serangan, tetapi hanya bisa digunakan satu kali." Vico menjelaskan.

Para acolyte tahun pertama kembali saling berbisik-bisik dengan teman mereka masing-masing. Sepertinya, mereka tetap tidak yakin - lagipula, ada banyak sekali jebakan pada tes itu.'

"Jika kalian tidak ingin melakukan tes ini terlebih dahulu, kalian bisa mencoba tes yang kedua." Vico berkata sembari menjentikkan jarinya dan memandang kerumunan acolyte yang semakin berkurang. Saat ia menjentikkan jari, muncul banyak sekali lingkaran-lingkaran kecil di sekitar mereka.

Setiap lingkaran memiliki diameter 10 meter, dengan sebuah boneka kayu berukuran dan berbentuk seperti seorang remaja, lengkap dengan tangan dan kaki. Boneka itu memiliki tinggi sekitar 163 cm.

"Ini adalah alat berlatih yang diberikan oleh pihak institusi untuk melatih acolyte yang masih bertulang lunak seperti kalian. Kalian boleh memukul dan berlatih sesuka hati dengan boneka-boneka ini. Jika kalian berhasil mengalahkan boneka ini, akan lebih baik." Vico berkata dan memunculkan sebuah kubus besar di tengah ruangan itu. Di tengah kubus tersebut, muncul sebuah daftar nama.

Damien - acolyte tingkat 3 - level 6

Tori - acolyte tingkat 3 - level 6

Vida - acolyte tingkat 4 - level 5

Zurui - acolyte tingkat 3 - level 5

Axel - acolyte tingkat 2 - level 5

Walaupun sudah ada ratusan acolyte yang lari setelah melihat tes pertama, masih ada ribuan nama yang terdaftar pada kubus tersebut, menunjukkan banyaknya acolyte yang berani melakukan tes tersebut.

"Kubus ini menampilkan hasil serta peringkat semua acolyte yang mengikuti tes bertarung ini untuk pertama kalinya. Lakukan tes sesuai dengan keinginan kalian, tetapi kalian harus tahu peringkat inilah yang menentukan apakah kalian bisa diterima untuk belajar di bawah bimbingan salah satu magus petarung. Mereka akan memilih murid sampai malam tiba… Ah, mereka sudah datang." Vico memandang kelima orang yang baru saja datang. Empat di antara mereka sangatlah kekar seperti Vico, sementara satu terakhir terlihat sangat ramping.

Emery memandang kelima magus yang baru saja datang itu berjalan ke arah podium di ujung ruangan. Salah satu dari mereka, si magus petarung berbadan ramping, telah merasakan tatapan Emery dan balik memandangnya, menciptakan sebuah tekanan berat yang menghilang dalam hitungan detik.

"Hei, Emery, kau baik-baik saja?"

Emery menoleh, tidak tahu siapa yang bertanya, dan melihat Chumo sedang memandangnya dengan seksama. "Ah, iya, aku baik-baik saja, Chumo… Aku tidak pernah mendengarmu bicara."

"Itu… Anu… Ah, bagaimana menjelaskannya… Sebenarnya, aku sangat takut berbicara jika ada banyak wanita di sekitarku, dan Klea… dia sangat menakutkan…" Chumo menjawab dan menggeleng.

"..."

Vico kembali berteriak, suaranya yang keras membuat percakapan Emery dan Chumo tidak terdengar. "Gauntlet dulu, atau tes bertarung dulu? Mulailah kapan saja dan dari mana saja sesuka kalian, inilah tes kalian untuk hari ini!"

Para acolyte yang tersisa berhenti berkerumun dan berjalan untuk melakukan tes yang mereka inginkan. Hanya sebagian kecil acolyte mau melakukan tes gauntlet terlebih dahulu, kebanyakan memilih untuk melakukan tes pertarungan. Thrax mengepalkan tangannya, ingin mencoba bertarung. "Nah! Waktunya bertarung! Aku akan menghajar boneka itu dengan membayangkan aku sedang menghajar babi-babi Kalios sialan itu!"

Thrax pergi memasuki salah satu lingkaran dengan boneka itu. Saat ia masuk, sebuah daftar senjata muncul, dan ia memilih untuk menggunakan tombak. Setelah memilih sebuah tombak kayu muncul di tangannya dan di tangan boneka kayu itu.

Thrax bersiap-siap mengambil posisi, dan boneka kayu itu melakukan hal yang sama. Di depan mata Thrax, muncul angka yang menghitung mundur.

[3… 2… 1… Mulai!]

Thrax berteriak keras dan menusuk tombaknya ke arah dada boneka kayu itu. Boneka kayu itu menghindar ke samping, namun Thrax yang sudah memperkirakan kejadian itu berbalik dan meninju wajah boneka tersebut. Akhirnya, boneka itu jatuh, dan Thrax menusuk dada boneka itu dengan tombaknya.

Boneka itu berhenti bergerak dan setitik bola cahaya kecil berbentuk seperti embun keluar dari boneka itu dan memasuki dada Thrax

[Boneka Simulasi Pertarungan level 1 telah dikalahkan - hadiah telah diterima]

Thrax menghela nafas dan merasakan ototnya menjadi semakin kuat dan padat. Ia memeriksa status-nya dan berseru. "Wah! Battle power-ku meningkat satu poin!"

Chapitre suivant