webnovel

Sisi Lain

"Haahh... Kalian berdua ini memang berjodoh. Sama-sama menyusahkan." Ucap Max lemas.

"Eh?" Bingung Lucinda tak mengerti dengan kata-kata Max yang tiba-tiba itu.

"Kemarin kau yang terluka lalu si gila ini mengancamku agar kau harus selamat. Sekarang si gila ini yang terluka dan aku lagi yang harus membantunya." Rutuk Max.

"Hehe maaf ya... Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana harus berterima kasih padamu." Ucap Lucinda tidak enak karena selalu menganggu Max.

"Hei aku cuma bercanda... Sudahlah dia juga temanku. Bisa rugi aku jika dia mati."

"Kenapa? Ternyata kau sangat menyayangi Leon ya..." Ucap Lucinda yang sedikit kaget dengan ucapan Max.

"Bukan... Jika dia mati aku harus bayar sewa ini sendirian." Jawab Max sambil tertawa.

"Hahahaha ternyata kau bisa melucu ya Max." Lucinda benar-benar tidak menyangka jika Max akan berusaha mencairkan suasana yang kurang mengenakkan seperti ini. Selama ini Ia kira Max orang yang sangat irit dalam berbicara atau berkepribadian dingin karena pertemuan pertama mereka yang tidak terlalu menyenangkan. Ternyata ia salah, Max orang yang cukup banyak bicara.

"Baiklah aku sudah sangat mengantuk. Kau tidak tidur?" Tanya Max.

"Hmm mungkin sebentar lagi."

"Kau tidak perlu menjaga si bodoh ini sendirian. Dia juga pasti akan bangun." Ucap Max.

"Tidak apa Max, sebentar lagi aku akan tidur." Jawab Lucinda.

"Kalau kau tidak mau seranjang dengan si bodoh ini, tidur saja dikamarku. Aku akan tidur didepan." Tawar Max.

"Kau tidak perlu seperti itu, aku sudah cukup merepotkanmu. Kau tidur dikamarmu sendiri saja." Tolak Lucinda dengan wajah yang memerah mendengar kata "seranjang" yang diucapkan Max.

"Tidak apa. Aku duluan ya." Ucap Max sambil melangkah keluar dari kamar Leon yang dibalas oleh anggukan dari Lucinda.

Setelah Max meninggalkan kamar Leon, kini hanya tinggal Lucinda dan Leon yang masih tertidur nyenyak di kasurnya. Lucinda melihat wajah pucat Leon yang hampir saja membuat jantungnya kelaur dari tempatnya. Jika diingat-ingat kembali, kejadian tadi merupakan kejadian yang sangat kacau bagi Lucinda maupun Max. Lucinda yang menghubungi Max, mengabari jika Leon terluka parah dan langsung meminta Max mengirimkan lokasinya. Beruntung bagi Lucinda kalau saat itu Max sedang berada di rumah jadi Lucinda hanya perlu meminta alamatnya dan langsung menuju kemari dengan kecepatan penuh.

Setelah Lucinda sampai, ternyata Max sudah berada di bawah untuk membantu Lucinda membopong Leon yang sudah tidak sadarkan diri sejak tadi. Terlihat Max sangat terkejut melihat keadaan Leon yang ternyata sangat parah. Max sangat bingung apa yang membuat Leon jadi seperti ini, begitu juga dengan Lucinda. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebelum Leon bangun dan menjelaskannya sendiri.

Sete;ah mereka berdua berhasil membaringkan Leon di kamarnya, Max dengan cekatan memeriksa semua luka-luka yang ada di tubuh Leon. Ingin sekali rasanya Max langsung membawa Leon ke rumah sakit sekarang dan juga Lucinda sudah beberapa kali meminta hal itu pada Max. Max menolak, bukannya ia ingin Leon mati. Leon bukanlah orang yang bebas menampilkan diri. Max kurang lebih tahu alasan Leon tidak bisa pergi ketempat-tempat yang membaut Leon bisa membuka identitasnya. Itulah alasan Leon selalu meminta Max sebagai dokter pribadinya.

Luka-luka ditubuh Leon kebanyakan luka luar, masih bisa ditangani pikir Max. Namun disisi lain, Leon kehilangan sangat banyak darah. Max mengambil handphonenya dan langsung menghubungi kenalannya untuk meminta membawakan kantung darah yang bergolongkan B dengan Rhesus negatif. Mendengar hal itu, Lucinda menawarkan diri untuk mendonorkan darahnya sendiri. Max menolak dengan alasan Lucinda harus diperiksa dulu dan ia tidak bisa sembarangan mengambil darah sembarangan, terlalu beresiko untuk Lucinda maupun Leon. Lucinda merasa sedikit kecewa karena tidak bisa membantu apa-apa untuk menyelamatkan Leon. Namun ia berusaha untuk mengerti hal itu.

Setelah darah yang diminta Max tiba, Max berusaha untuk menangani luka-luka lain yang ada pada Leon. Max mulai membersihkan luka-luka yang ada disekitar tubuh Leon dibantu dengan Lucinda yang sigap kesana kemari mengambilkan semua peralatan yang diminta oleh Max. Pertama yang harus Max lakukan adalah menghentikan perdarahan pada luka di perut Leon. Beruntung bagi Leon ternyata luka itu tidak separah yang terlihat. Tusukan itu hanya tusukan dangkal yang masih bisa ditangani. Dengan keadaan yang terbatas, Max mencoba untuk menutup luka tersebut. Dengan telaten Max menjahit luka itu. Berbanding dengan Lucinda yang saat ini menahan rasa takutnya melihat Max manusukkan jarum dengan benang itu ketubuh Leon.

Setelah jahitan di perut Leon selesai, Max beralih kebahu Leon yang mempunyai luka yang sama. Luka yang ini cukup dalam pikir Max. Karena luka yang cukup dalam ini, Max agak kesulitan denga keadaan yang sangat terbatas ini. Ingin rasanya ia memukul Leon yang selalu saja menyusahkannya dengan hal-hal bodoh seperti ini.

"Kau benar-benar si bodoh gila sialan!" Rutuk Max sambil menangani luka Leon.

Lucinda yang mendengar ocehan Max hanya bisa diam. Rasanya ia ingin juga menimpali rutukan Max kepada Leon. Namun Lucinda sadar, ini bukan waktu yang tepat. Lucinda merasa sangat kasihan kepada Max yang sangat berusaha keras merawat Leon yang masih tidak sadarkan diri.

"Luce apa kau bisa ambilkan air dan handuk lagi?" Tanya Max.

"Ah iya. Sebentar."

Lucinda kembali dengan membawakan air dan handuk yang Max minta. Selagi Max masih menangani bahu Leon, ia meminta Lucinda untuk membersihkan area wajah Leon yang masih ada noda darah. Lucinda mulaibergerak membersihkan wajah Leon. Mulai dari dahinya lalu turun ke mata Leon yang masih tertutup. Lucinda menyadari jika Leon memiliki bulu mata yang sangat panjang dan lentik. Lucinda juga teringat dengan bola mata Leon yang berbeda awarna itu. Benar-benar unik pikirnya.

Setelah membersihkan di area mata Leon, tangan Lucinda bergerak turun ke hidung Leon yang terlihat sangat mancung. Tangannya kembali bergerak sampai di bibir Leon. Bibir tipis yang Leon miliki menambah kesempurnaan dari wajah Leon. Sepertinya tuhan benar-benar teliti saat membuat Leon pikir Lucinda. Tidak terlihat kekurangan apapun dari wajah Leon. Mungkin memang yang kurang dari Leon hanyak otak dan akalnya saja. Pemikiran aneh tadi membuat Lucinda tidak sadar jika ia sedang tersenyum aneh yang terlihat oleh Max.

"Hei Luce, aku tahu kau sangat mencintainya. Tapi jangan jadi gila sampai senyum-senyum sendiri." Tegur Max.

Lucinda yang tersadarkan oleh perkataan Max langsung menarik tangannya dari wajah Leon. Ia bisa merasakan jika saat ini wajahnya pasti sangat merah. Saat ini Lucinda benar-benar dipenuhi rasa malu.

'Dasar Leon sialan!'

***

Chapitre suivant