webnovel

Bawa Mereka Kembali

"Sungguh ibu, ini yang dijanjikan Edi kepadaku secara pribadi. Dia bilang seperti itu padaku." Wulan bersumpah saat berbicara.

"Baiklah… Baiklah…" Tiba-tiba jantung Yuli melonjak. Dia berkata dengan ekspresi bersemangat, "Tapi Fariza pasti tidak akan mendengarkan kita. Pergi dan panggil Juna ke sini sekarang. Kita harus membicarakan ini semua dengan hati-hati."

"Baik, bu." Wulan menanggapi dengan cepat.

Pak Juna dan Gita pun dipanggil. Pertemuan keluarga dengan tema rencana pernikahan Edi dan Fariza secara resmi dimulai. Yuli mengulangi apa yang dikatakan Wulan sebelumnya, dan melihat cahaya di mata Pak Juna dan Gita. Mereka tampaknya juga ingin pernikahan itu segera dilangsungkan. Mereka bertanya serempak, "Bu, apakah ini benar?"

Yuli mengangguk, "Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana kita bisa membiarkan Fariza mendengarkan kita dan menikahi Edi dengan patuh?"

Semua orang langsung terdiam. Sebelumnya, mereka masih yakin bahwa Fariza akan patuh. Tapi sejak dia bangun setelah mencoba bunuh diri terakhir kali, dia sepertinya menjadi orang yang berbeda. Dia menjadi jauh lebih pintar. Mungkin sulit untuk membujuknya lagi untuk saat ini.

Setelah beberapa saat, Gita melirik ke arah Wulan dan menyarankan, "Atau… mari kita biarkan keluarga Widya yang mengatasi ini?"

"Kakak, apa yang kamu bicarakan? Kamu tahu bahwa aku dan Widya sudah bercerai." Pak Juna berkata cepat.

Mata Yuli bergerak sedikit. Meskipun dia sangat membenci Fariza, tapi jika Fariza mau melakukan pernikahan ini, dia akan mendapatkan uang yang banyak dari Edi. "Gita juga masuk akal. Dewi butuh uang untuk berkuliah di kota. Jika kamu benar-benar bisa mendapatkan hadiah seratus ribu dari Edi, Dewi bisa berkuliah dengan lebih mudah." Yuli tidak berkata-kata lagi, tapi semua orang mengerti apa yang dimaksud olehnya.

Ketika Widya ada di sini, dia melakukan semua tugas paling kotor dan melelahkan di Keluarga Juwanto. Setelah dia meninggalkan Keluarga Juwanto, keluarganya kehilangan tenaga kerja yang penting, dan pekerjaan yang dialokasikan untuk mereka tiba-tiba meningkat.

Jagung akan segera dipanen, dan jika Widya bisa kembali, mereka tidak akan terlalu lelah. Fariza juga sudah dapat menghasilkan uang sekarang. Jika dia kembali ke keluarga ini, semua uang itu akan menjadi milik Keluarga Juwanto.

"Tapi, apakah mereka akan bersedia untuk kembali? Aku tidak yakin tentang itu, bu." Meskipun Pak Juna sedikit terharu, dia tiba-tiba menjadi ragu-ragu saat memikirkan Wulan di sebelahnya.

Yuli tampak meremehkan, "Semua orang tahu betapa sedihnya seorang wanita yang bercerai dengan seorang anak, belum lagi Wildan anakmu itu idiot. Widya pasti sudah lama menyesalinya, tetapi karena harga dirinya, dia tidak berani mengatakan apa-apa. Kamu harus minta maaf kepada Widya dan Fariza. Bahkan jika kejadian ini terungkap, kita akan tetap menjadi keluarga di masa depan, jadi kamu tidak perlu ragu dan khawatir."

"Bagaimana dengan Wulan?" Pak Juna bertanya dengan cepat sambil melihat ekspresi Wulan yang semakin jelek.

"Bukankah Wulan sudah menikah denganmu? Bahkan jika Widya kembali, ini adalah fakta yang tidak bisa diubah. Siapa yang menceraikanmu sejak awal? Itu adalah Widya!" Yuli berkata dengan marah.

Pak Juna merasa lega. Pada akhirnya, ketiga orang itu dengan suara bulat memutuskan untuk membiarkan Pak Juna menemui Widya di rumahnya besok.

Setelah kembali ke kamarnya, Pak Juna menatap Wulan yang diam dengan ekspresi bersalah, "Wulan, kamu baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja." Wulan menggelengkan kepalanya dengan mata merah. Biarkan Widya dan Fariza kembali. Meskipun dia merasa sedikit tidak nyaman, dia tahu ini yang paling penting untuk saat ini.

Lagipula Dewi juga telah meminta Wulan untuk membuat Fariza tetap berada di dalam genggamannya, tapi Fariza bisa lolos. Jika Fariza dapat menikahi Edi, saudara kandung Wulan, gadis itu akan tetap berada di dalam kendalinya sepanjang waktu. Jadi, ini dapat dianggap sebagai solusi untuk masalah ini. Hadiah seratus ribu dari Edi juga dapat digunakan untuk Dewi berkuliah di perguruan tinggi.

Tapi Wulan tidak bodoh. Pada saat ini, Pak Juna pasti merasa lebih bersalah pada dirinya. Benar saja, Pak Juna buru-buru memegang tangannya dan menjelaskan, "Aku melakukan semua ini untuk kebaikan Dewi. Hadiah ini akan digunakan Dewi. Jangan khawatir, bahkan jika Widya kembali, aku tidak akan melakukan apa pun. Aku tidak akan menyentuhnya."

Wulan langsung terharu dengan berlinang air mata, "Aku sudah cukup memilikimu. Aku akan pergi bersamamu besok, bahkan jika aku tidak memintanya, kamu tetap harus membawa kembali Widya ke sini."

"Bagaimana aku bisa membiarkanmu memohon padanya? Aku rasa mereka sangat ingin kembali. Nanti aku juga akan meminta Fariza untuk meminta maaf kepadamu. Jika tidak, mereka tidak akan bisa masuk ke rumah ini lagi." Pak Juna berkata dengan getir.

Setelah Widya menceraikan dirinya, penduduk desa sering menertawakan Pak Juna secara diam-diam. Dia dianggap tidak mampu menjaga istri dan anak-anaknya dengan baik. Kali ini dia ingin membiarkan mereka yang menertawakannya melihat apakah dia bisa mendapatkan uang banyak sekaligus.

Saat memikirkan hari esok, Pak Juna tidak bisa menunggu. Dia tidak bisa tidur nyenyak sepanjang malam, dan keesokan harinya dia membangunkan Wulan. Keduanya memakai kereta keledai dan pergi menuju Desa Ngadipuro. Masuk akal jika mereka harus membawa hadiah ketika mereka pergi ke keluarga Widya.

Tetapi di hati Yuli, selama Pak Juna mengatakan bahwa dia akan menerima Widya dan yang lainnya di rumah, mereka bertiga pasti akan bergegas untuk tinggal di rumah Keluarga Juwanto lagi. Jadi, tidak perlu membawa hadiah atau apa pun.

Pak Juna dan Wulan akhirnya sampai di Desa Ngadipuro saat fajar.

Wawan dan Mila sedang memanfaatkan waktu senggang ini untuk pergi ke ladang untuk mengumpulkan kedelai. Fariza sedang mendorong sepeda dan hendak pergi ke pusat kota. Mendengar ketukan di pintu, dia mengira paman dan bibinya itu telah kembali. Ketika dia membuka pintu, dia melihat bahwa itu adalah Pak Juna dan Wulan. Suaranya tiba-tiba menjadi dingin, "Untuk apa kalian ke sini?" Setelah berbicara, dia mengulurkan tangan dan hendak menutup pintu.

Pak Juna tiba-tiba mengubah ekspresinya menjadi sedih. Di sisi lain, Wulan dengan cepat tersenyum, "Lihat anak ini, kenapa kamu tidak senang melihat ayahmu sendiri datang ke sini? Apa kamu tidak akan membiarkan ayahmu masuk?"

Tiba-tiba suara Widya terdengar, "Fariza, apakah paman dan bibimu kembali dari kerja? Cepat suruh mereka masuk ke dalam rumah dan makan roti. Oh, ya, kamu juga jangan lupa membawa dua roti saat pergi. Kamu pasti akan lapar di siang hari."

Begitu mendengar suara Widya, Pak Juna tidak lagi peduli tentang Fariza, jadi dia mengangkat tirai dan berjalan ke aula untuk berbicara langsung dengan mantan istrinya itu. "Widya, ini aku. Aku datang untuk menemuimu di sini."

Setelah mendengar suara yang familiar ini, Widya tercengang. Sendok di tangannya jatuh ke lantai. Dia buru-buru mengambilnya, dan berkata dengan tidak jelas, "Ju… Juna… Kenapa kamu datang sepagi ini? Kamu pasti belum makan pagi. Duduklah dan makan." Setelah itu, dia dengan cepat menambahkan bangku. Dia menaruh bangku di depan Pak Juna.

Pada saat ini, Pak Juna sangat puas. Meskipun mereka telah bercerai, bukankah wanita ini masih menundukkan kepalanya padanya. Dia bahkan masih bersikap dengan hormat di depannya. Ini sungguh tidak bisa dipercaya.

Chapitre suivant