webnovel

Versus

Raka dan yang lain di kantin bersama dengan teman temannya. Raka menceritakan kalau dia di tantang Marvel untuk balapan Minggu ini.

"Lo terima tantangannya Marvel?" Tanya Rizki.

"Iyalah. Emang dia pikir gue takut apa?" Sahut Raka sambil memakan baksonya.

"Yakin lo bakalan menang?" Tanya Rizki lagi sembari menatap Raka dengan perasaan ragu.

"Eh, curut. Lo bener bener ya, kemarin-kemarin lo nggak dukung dia move on dari Arin, sekarang lo juga nggak dukung dia di tantang Marvel. Mau Lo apaan sih ha?" Sela Dimas yang terlanjur kesal dengan Rizki.

"Yee, si Bambang baperan..."

"Bambang bapak gue nggak usah lo ikut ikutin!" Ketus Dimas yang semakin kesal.

"Eh, gue cuma penasaran aja gitu sama pemikiran si Raka ini. Secara dia kan baru juga putus dari Arin, gue juga belum yakin dia udah move on," Ucap Rizki dengan polosnya.

"Nyoba dulu apa salah nya sih Ki?" Sahut Raka dengan nada memelas.

"Iya deh, Ka. Sorry, Jangan kayak gitu dong ekspresi lo. Nggak cocok di lihatnya. Bikin mau muntah," Ledek Rizki sambil tersenyum cengengesan.

"Kurang ajar lo!" Raka mendorong tubuh Rizki, dan tak sengaja menyenggol gelas yang ada di meja. Sehingga menumpahkan es jeruk ke rok Vania yang kebetulan lewat.

Raka pun kaget dan merasa bersalah tidak hati hati.

"Astaga, Van. Sorry sorry... Gue nggak sengaja sumpah," Raka panik dan mengambil tissue, kemudian memberikan nya pada Vania.

"Iya iya nggak apa-apa kok, biar aku bersihin sendiri aja. Kalian makan duluan aja ya. Aku ke toilet bentar," Ucap Vania pada keduanya temannya, Dara dan Vivi.

"Mau gue temenin nggak?" Tawar Dara.

Vania menggeleng pelan dan menyunggingkan senyum. "Nggak usah. Aku bisa sendiri,"

Vania langsung pergi ke toilet sendirian.

Tanpa sengaja, Vania bertemu dengan Arin yang saat itu juga sedang berada di toilet.

"Lo Vania kan? Anak baru yang sekelas dan sebangku sama Raka?" Tanya Arin tiba tiba.

Vania menghentikan langkahnya menuju dalam toilet.

"Iya. Ada apa ya?" Tanya Vania balik, merasa kebingungan dengan pertanyaan Arin.

"Gue tau. Sebenarnya, lo suka kan sama Raka?" Tukas Arin yang membuat Vania semakin tidak mengerti.

"Maksud kamu apa ya? Aku nggak ngerti, kamu bahas tentang apa," Vania tidak terlalu menghiraukan perkataan Arin.

"Gausah pura pura bego deh, lo. Gue tau maksud lo deketin Raka itu buat apa. Lo pengen populer juga kan? Ngaku deh lo, jangan sok lugu. Munafik tau nggak sih," Ucap Arin dengan ketus dan tidak memikirkan perasaan orang yang dia tuduh.

"Jaga ya ucapan kamu. Apa maksud kamu nuduh aku seperti itu. Aku nggak ada niatan sama sekali ngedeketin Raka. Dan aku juga nggak pengen jadi populer seperti yang kamu bilang," sahut Vania dengan berani menyangkal perkataan Arin yang tidak benar itu.

"Nggak usah munafik. Asal lo tau aja ya, Raka itu udah cinta mati sama gue, jadi nggak usah mimpi buat ngedeketin dia dan berusaha gantiin posisi gw di hati dia. itu mustahil!" Teriak Arin berusaha untuk membuat Vania merasa terpojok.

Vania menyunggingkan senyum miring dan miris melihat Arin.

"Mustahil? Tau apa kamu soal mustahil? Asal kamu tau juga ya, di dunia ini tuh nggak ada yang mustahil. Semuanya mungkin terjadi, karena ada Tuhan yang menentukan. Aku tau kamu ngomong kayak gitu kenapa, karena sebenarnya kamu masih takutkan kehilangan Raka? Iya, kan?" Tegas Vania pada Arin yang mebuat Arin gugup sendiri.

"Hello? Takut kehilangan Raka? Nggak. Ngapain juga takut kehilangan orang kaya dia. Egois, mentingin keinginan nya sediri . Nggak penting," sahut Arin berusaha mengelak dari perkataan Vania yang memang ada benarnya.

Arin masih belum rela jika ada yang menggantikan posisi dirinya di hati Raka. Walaupun Arin sudah tidak terlalu memikirkan Raka.

"Inget perkataan aku ya, Arin. Sesuatu yang di buang akan di rindukan, ketika kita merasakan kehilangan. Inget itu baik baik!" Pungkas Vania dan langsung masuk kedalam kamar mandi tidak menghiraukan Arin lagi.

"Dasar cewek sok bijak. Gue nggak akan pernah rindu sama Raka. Nggak akan pernah!" Teriak Arin di penuhi kekesalan karena telah di bantai kata kata mematikan dari Vania.

***

Di dalam kelas saat pelajaran berlangsung, Raka memberitau Vania tentang balapan nya Minggu ini. Dia berharap Vania datang menyaksikan pertandingan balap itu.

"Duh... Minggu ini ya, Ka?" Tanya Vania pada Raka yang sedang berharap padanya.

Vania bingung harus berkata apa, sedangkan Minggu ini berbarengan dengan papa nya yang akan berangkat ke Singapura untuk tugas pekerjaan nya.

"Kenapa? Nggak bisa ya? Udah ada janji?" Ucap Raka sedikit kecewa.

"Maaf ya, Ka. Bukan nggak mau, tapi aku harus ikut ke Bandara nganterin papa aku mau ke Singapura. Kamu balapan jam berapa memangnya?" Tanya Vania, dengan harapan semoga masih bisa menyaksikan pertandingan Raka.

"Jam 3 sore, Van..." Lirih Raka.

"Emm, mungkin aku bisa sih datang. Tapi nggak tau bisa tepat waktu atau enggak, soalnya papa aku jadwal terbangnya jam 2 siang. Dan jarak dari bandara ke tempat balapan kamu kan nggak Deket juga Ka . Apalagi kalo kena macet,"

Jujur saja, Vania sendiri ikut merasa kecewa.

"Ya udah, nggak apa apa deh. Kamu antar papa kamu aja dulu. Kalau sempat kamu boleh datang kalau kamu mau," pungkas Raka.

Raka sudah tidak kecewa lagi, karena Vania akan mengusahakan untuk datang.

"Akan aku usaha in kok, Ka. Yang penting aku doa'in kamu supaya kamu selamat," Kata Vania sambil tersenyum.

"Kok selamat, sih? Kenapa nggak di doa' in biar menang?" Tanya Raka sedikit heran.

"Yang penting itu selamat nya dulu, Raka. Masalah kalah menang itu belakangan. Karena, kemenangan itu bisa di cari lagi. Nah kalo keselamatan? dimana kamu mau nyari?" Jelas Vania pada Raka.

"Eh, iya juga sih." Raka hanya menyengir. Tak menyangka kalau Vania sepeduli itu padanya.

***

Hari perlombaan pun telah tiba. Raka bersama teman temannya sudah berada di sirkuit balapan. Dan terlihat Marvel juga sudah berada di sana bersama Andi dan Arin. Raka melihat mereka yang tampak sangat mesra membuat perasaan Raka menjadi tak karuan.

"Inget, Ka. Fokus. Jangan sampe lo hilang kendali," Ucap Dimas membuat Raka berusaha tegar.

"Iya. Doa in gue ya supaya gue menang," Jawab Raka dengan tidak yakin.

"Iya, Ka. Lo pasti menang kok," sahut Rizki memberikan semangat pada Raka.

Raka melihat sekeliling, tidak ada tanda tanda kedatangan Vania. Entah kenapa, saat itu Raka sangat berharap Vania datang mendukung nya.

Pertandingan pun segera dimulai. Arin berteriak memberikan semangat pada Marvel. Hal ini membuat Raka mengingat kenangan kenangan bersama Arin yang sudah banyak mereka berdua lewati. Raka sudah beberapa kali mengalahkan Marvel dengan teriakan semangat dari Arin.

Raka pun hilang fokus dan pikiran nya kemana mana tidak terkendali. Alhasil, dia kalah dari Marvel. Walaupun cuma berjarak sekitar 3 meter saja.

"Jadi, gimana? Puas dengan kekalahan lo?" Ucap Marvel dengan bangga mengejek Raka yang baru pertama kali kalah dari nya.

"Terserah kalian berdua. Gue udah muak dengan semua ini. Terutama sama lo, Rin. Gue kecewa sama lo. Gue benci banget sama oo. Kalo gue tau akhirnya bakalan sesakit ini, gue nggak akan pernah mau ketemu dan kenal sama orang kayak lo, Rin..."

Raka tak sanggup menahan emosi nya dan segera pergi meninggalkan sirkuit balapan.

Raka yang dalam keadaan tidak karuan itu pun duduk di bangku taman, yang biasanya digunakan Vania untuk membaca buku. Entah mengapa hatinya merasa ia ingin pergi ke sana.

Raka meluapkan segala kekesalannya dengan berteriak teriak.

"Gue itu bodoh. Gue nggak berguna. Gue nggak bisa ngilangin kenangan dari orang yang udah tega bikin gue kecewa dan sakit hati. Gue bodoh, dan gue nggak berguna!" Teriak Raka dengan perasaan tidak perduli pada siapapun yang memandangi dirinya.

Awan pun seakan tidak bersahabat dengan keadaan Raka sekarang. Rintik hujan mulai berjatuhan membasahi tubuh Raka. Tiba tiba datang seorang gadis membawa sebuah payung memayungi Raka yang sedang berada di puncak kesedihannya itu. Dan dia adalah Vania.

***

Chapitre suivant