Pagi-pagi sekali, Felicia sudah sampai di sekolah. Kebetulan sekali Amelia harus mengurus seminar di kampusnya. Membuat anak gadisnya itu mau tak mau juga ikut berangkat lebih awal dari waktu biasanya. Begitu sampai di sekolah, Felicia berjalan santai memasuki halaman sekolah. Suasana masih sangat sepi, hanya ada beberapa mobil dan motor yang sudah terparkir di halaman sekolah. Namun ada sebuah mobil yang sangat dikenalinya. "Bukankah itu mobil Pak James? Untuk apa berangkat sepagi ini ke sekolah?" Felicia berjalan sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Dia pun terus melangkah menuju ke ruang kelas yang masih kosong tanpa seorang pun di dalam sana.
James sedikit terkejut saat melihat Felicia datang ke sekolah terlalu pagi. Biasanya gadis itu selalu datang di saat hampir jam masuk kelas. Dengan sedikit ragu dan juga perasaan yang tak menentu, dia berjalan ke ruang kelas di mana gadis itu berada. Sebuah pemandangan yang cukup menyilaukan bagi James, saat melihat anak didiknya itu sedang menata rambut panjangnya yang tergerai dengan sangat indah. Aura kecantikan yang natural terlukis begitu sempurna di wajah Felicia. Untuk sejenak, James menghentikan langkahnya. Berdiri tanpa suara sambil menatap wajah cantik murid barunya. Hatinya seolah sedang memberontak dan ingin segera melompat keluar. Dia berusaha menahan dan juga mengendalikan dirinya. James sengaja menarik nafasnya cukup dalam untuk sedikit menenangkan hatinya agar tidak terus bergejolak. "Selamat pagi, Felicia. Tumben kamu sudah datang pagi-pagi sekali?" tanyanya pada sosok gadis yang terlihat terkejut dengan kedatangannya.
"Pak James!" Felicia cukup terkejut melihat kedatangan wali kelasnya yang tiba-tiba sudah berada di ruang kelas. "Selamat pagi, Pak." Akhirnya gadis itu memberikan sebuah sapaan yang ramah dan juga sangat sopan.
"Pagi ini kita akan ada praktek di laboratorium. Apakah kamu tidak keberatan untuk membantu saya menyiapkan segala sesuatunya? Kamu bisa mengajak Maya juga," jelas James dengan sebuah tatapan yang penuh arti.
Felicia langsung mengambil ponsel di dalam tas lalu mengirimkan sebuah pesan pada sahabatnya. Setelah itu, dia bangkit dari tempat duduknya dan beranjak ke arah sang wali kelas. "Saya sudah mengirimkan pesan pada Maya. Lebih baik saya membantu Anda sekarang saja, Pak. Biar saja nanti Maya menyusul ke laboratorium," terangnya sambil berdiri di hadapan sosok tampan yang cukup menarik perhatian banyak gadis di sekolah itu.
"Baiklah. Ayo kita ke laboratorium sekarang," ajak James pada gadis yang sedang tersenyum penuh arti.
Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya lalu mengikuti James menuju ke ruang laboratorium yang berada di perpustakaan. Sampai di sana, sang guru biologi langsung memberikan sebuah list peralatan yang harus disiapkan oleh Felicia. "Bagi menjadi 10 kelompok, daftar peralatan ada di kertas itu. Tolong bantu saya menyiapkan per kelompok," ucap James sambil mengeluarkan beberapa mikroskop dari lemari peralatan.
Felicia membaca kembali daftar peralatan yang sudah diberikan oleh wali kelasnya. Dia pun membuka sebuah lemari di mana beberapa peralatan yang dibutuhkan tersimpan. Setelah itu dia menyusunnya dalam 10 meja yang berbeda. "Pak ... saya sudah membaginya menjadi 10 set. Ada Mikroskop, pisau silet, kaca objek dan penutupnya. Apakah ada lagi yang bisa saya bantu?" tanyanya pada seorang lelaki tampan yang terlihat sibuk mengamati sesuatu dengan sebuah mikroskop.
"Kemarilah, Felicia. Saya akan memperlihatkan apa yang akan kita pelajari hari ini," sahut James sambil memandang wajah seorang gadis yang sangat menarik hatinya.
Gadis itu mendekat ke arah gurunya. Dia terlihat bingung dengan apa yang sedang ditunjukkan oleh James. "Tidak ada apa-apa di sini," cetus Felicia karena menyadari tak ada yang special di sana.
"Lihatlah objek itu dengan mikroskop," balas James sambil terus memperhatikan gadis di dekatnya.
Felicia mencoba melihat sesuatu dengan mikroskop, entah kenapa dia tak menemukan apapun. "Saya tidak bisa melihatnya." Lagi-lagi dia tak mampu melihat apa yang sedang diperlihatkan oleh wali kelasnya.
Dengan sedikit ragu dan hati yang sangat berdebar, James berdiri di belakang Felicia. Lelaki itu pun membantu gadis itu melihat sebuah objek dengan mikroskop. Entah sadar atau tidak, dua insan itu bahkan tak sadar jika mereka berdua terlalu dekat, tak ada jarak yang memisahkan mereka. "Lihatlah jaringan pada akar itu," ucap James pelan di dekat telinga Felicia.
Menyadari James terlalu dekat dengan dirinya, Felicia langsung membalikkan badannya. Sebuah tatapan lembut terlukis begitu indah dari sorot matanya. Gadis itu cukup terhipnotis pada pesona sang guru. Hingga tanpa sadar, Felicia terus memandangi wajah tampan seorang James Sebastian. Seolah dunia sedang berhenti berputar saat itu. Sebuah debaran yang tidak beraturan bersarang di dadanya. "Pak James, tolong .... " Belum sempat menyelesaikan perkataannya, James lebih dulu menyentuh bibirnya dengan jarinya.
"Diamlah sebentar! Aku ingin melihat wajah cantikmu," sahut James dengan wajah yang penuh harap. Benih-benih cinta mulai bersemi di antara murid dan guru itu. Meskipun James sudah berusaha untuk menahan dirinya, dia tak mungkin sanggup menolak pesona kecantikan seorang Felicia Angela. Seolah melupakan siapa dirinya, James justru mendekatkan wajahnya dan hendak memberikan sebuah ciuman pada murid baru. Untung saja, Felicia sama sekali tak menolak setiap perlakuan James pada dirinya. Saat wajah mereka sudah sangat dekat, hanya berjarak 1 cm akan bersentuhan. Tiba-tiba saja ....
"Felicia!" Tiba-tiba saja Maya datang dan merusak momen romantis di antara kedua insan yang dimabuk asmara itu. Sedangkan Felicia langsung mendorong gurunya agar menjauh dari dirinya. "Apa yang sedang kalian lakukan?" goda Maya pada mereka berdua. Gadis itu senyum-senyum di sebelah sahabatnya sambil melirik James yang terlihat kecewa.
"Apa-apaan kamu, Maya! Mengejutkan saja!" gerutu Felicia sambil menahan rasa malu pada sahabatnya sendiri. Andai saja Maya tidak datang, dia pasti sudah mendapatkan sebuah ciuman dari seorang lelaki yang menjadi cinta pertamanya itu. Ada kekecewaan di dalam hatinya namun Felicia juga tak menyalahkan sahabatnya itu. "Semua persiapan sudah selesai, Pak. Saya mau ke kelas dulu," pamit Felicia pada wali kelasnya. Gadis itu langsung keluar meninggalkan ruang laboratorium.
Terlukis begitu jelas kekecewaan di wajah James. Dia tak menyangka jika momen romantis yang sangat dinantikannya selama ini benar-benar hancur. "Saya sudah meminta kamu untuk datang lebih pagi, Maya," ucap James pada gadis yang berpenampilan sexy di depannya.
"Saya sengaja datang terlambat agar Pak James bisa berduaan dengan Felicia," jawab Maya diikuti sebuah tawa kecil yang penuh arti.
Seolah langsung tahu maksud muridnya itu, James mengerutkan keningnya sambil menatap Maya dengan penuh tanya. "Lalu ... mengapa kamu tiba-tiba masuk dan mengganggu kami berdua?" tanyanya sambil tersenyum dengan malu-malu.
"Harusnya Pak James berterima kasih pada saya. Baru saja, Pak Ridwan melewati ruangan ini. Makanya saya langsung berlari secepat mungkin ke sini sebelum beliau melihat pemandangan indah di antara dua insan yang jatuh cinta," ledek Maya sambil tersenyum memandang gurunya.
"Benarkah!" James cukup terkejut dengan penjelasan Maya kepadanya.
Happy Reading