webnovel

Hukuman Yang Mendebarkan

Happy Reading

Pagi itu, Felicia sengaja bangun pagi-pagi sekali. Sebelum pelajaran dimulai akan diadakan upacara bendera di halaman depan sekolahnya. Tak ingin sampai terlambat datang, gadis itu sampai tak memakan sarapannya. Dia takut jika dirinya akan terlambat menghadiri upacara bendera. Dengan terburu-buru, Felicia mengeluarkan sepeda gunung miliknya lalu keluar dari halaman depan rumah menuju ke sekolah. Ketika gadis itu baru mengayuh sepedanya menyusuri jalanan di dekat rumahnya, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depan sepedanya. Dengan sangat terpaksa Felicia menghentikan laju sepedanya. Seorang lelaki tampan keluar dengan memakai kacamata hitam yang menambah ketampanannya. Felicia masih membulatkan matanya melihat sosok yang cukup dikenalnya itu. "Pak James!" Ada perasaan terkejut yang terlihat jelas dari cara memandangnya kepada lelaki itu.

"Felicia. Cepat masuk ke dalam mobilku sebelum kita terlambat! Kamu bisa meninggalkan sepeda itu di rumah saja," bujuknya sambil melepaskan kacamata hitam yang masih melekat di wajah tampannya.

Felicia berpikir jika lelaki itu sedikit berlebihan. Gadis itu justru meninggalkan James tanpa mengatakan apapun padanya. Padahal James hanya terlalu mengkhawatirkan anak didiknya sebagai wali kelas yang bertanggung jawab atas dirinya di sekolah. Lelaki itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, dia tak menyangka jika muridnya itu menolak kebaikan hatinya yang jarang sekali dilakukannya. Dengan sedikit kesal, James kembali masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya menuju sekolah. Sang wali kelas itu hanya membunyikan klakson mobilnya saat melewati murid baru di kelasnya. Sebuah senyuman sinis terukir jelas di bibirnya, lelaki itu sedikit kecewa dengan penolakan Felicia.

Meskipun jarak rumah hingga ke sekolah tidak terlalu jauh, dengan bersepeda Felicia memerlukan waktu 15 menit untuk sampai ke sekolah. Itupun jika jalanan lancar tanpa ada kemacetan sedikit pun. Sampai di ujung jalan dekat sekolahnya, Felicia melihat jalan itu sedang ditutup karena perbaikan. Gadis itu mendadak panik, jika dia harus memutar pasti akan sangat terlambat. Dia pun mendekati seseorang pria yang sedang berjaga di sana. "Pak! Apakah saya tidak bisa melewatinya meskipun dengan jalan kaki?" tanyanya penuh harap disertai perasaan cemas di dalam hatinya.

"Tidak bisa, Non. Jembatan di depan roboh dan tak bisa dilewati. Nona bisa memutar melewati jalan sebelum lampu merah tadi," jelas pria itu padanya.

Mendadak Felicia lemas tak bertenaga. Dia sangat menyesal telah menolak kebaikan hati James terhadap dirinya tadi. Dalam penyesalan dan kecemasan, gadis itu kembali mengayuh sepedanya dan memutari jalanan itu. Walaupun tidak terlalu jauh, Felicia tetap saja tak bisa mengikuti upacara bendera tepat waktu. Dan benar saja, sampai di sekolah upacara sudah dimulai. Ada beberapa murid lain yang juga datang terlambat bersamaan dengannya. Akhirnya Felicia harus berdiri berjajar dengan para murid yang sudah terlambat. Gadis itu sangat malu karena dirinya satu-satunya murid perempuan yang harus bersiap menerima sebuah hukuman. "Sial! Kenapa hanya aku murid perempuan yang terlambat?" gumamnya di dalam hati. Gadis itu hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri.

Tiga puluh menit kemudian, upacara bendera telah usai. Semua murid dan guru sudah kembali masuk ke dalam kelas. Tinggallah beberapa anak yang harus menerima hukuman karena sudah datang terlambat. "Untuk kalian semua! Ini adalah terakhir kalinya kalian datang terlambat. Jika tidak ... saya sendiri yang akan memanggil wali kalian satu persatu," cetus seorang guru pembina yang bertanggung jawab untuk memberikan hukuman bagi murid yang terlambat. Seluruh siswa yang berdiri di dalam barisan hanya bisa menundukkan kepala sambil mendengarkan nasehat dari guru pembina itu. "Hukuman kalian hari ini, membersihkan taman sekolah. Khusus untuk murid baru .... Kamu bisa membersihkan ruang UKS. Tetapi jika kamu masih terlambat lagi, saya akan memberikan sebuah hukuman yang lebih berat," tegas guru pembina itu sambil menatap tajam Felicia.

"Terima kasih, Pak," balas Felicia dengan sopan. "Maaf, Pak. Di mana letak ruang UKS?" tanyanya pada sang guru pembimbing.

"Ada di sebelah ruangan Pak James," jawab guru itu.

Felicia langsung menganggukkan kepalanya sambil mengucapkan terima kasih sekali lagi. Gadis itu langsung berjalan menuju ruang UKS yang disebutkan oleh guru pembina tadi. Setelah melewati beberapa ruangan dan lorong panjang di gedung sekolah itu, akhirnya Felicia bisa tersenyum lega menemukan ruang UKS yang sejak tadi dicarinya. Dengan sedikit ragu dan juga takut, Felicia mendorong pintu ruangan itu. Hatinya langsung lega ketika tak mendapati siapapun di sana. Dia punya langsung mengambil beberapa alat kebersihan di pojok ruangan dan segera membersihkan setiap bagian dari ruang UKS. Gadis itu mulai dengan menyapu lantai lalu mengepelnya. Untung saja Felicia bukanlah gadis manja yang tak pernah melakukan pekerjaan rumah. Gadis itu selalu membersihkan kamarnya seorang diri tanpa bantuan ibunya ataupun pelayan di rumahnya.

Selesai mengepel lantai, Felicia beralih membersihkan lemari kaca tinggi tempat menyimpan obat-obatan dan alat-alat medis di UKS. Sayangnya, lemari kaca itu terlalu tinggi. Mau tak mau dia harus menaiki sebuah kursi untuk membersihkan bagian yang lebih tinggi. Gadis itu terlalu bersemangat dengan dirinya hingga tanpa sadar ... kursi itu tergelincir karena lantai yang masih basah setelah dipel tadi. Felicia berteriak sambil memejamkan matanya ketika akan terjatuh dari kursi itu. Jantungnya seolah berhenti berdetak membayangkan benturan keras di tubuhnya. Namun semua itu tidak terjadi ... sebelum dirinya benar-benar terjatuh, seseorang datang dan menangkapnya dengan sangat cepat.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya pada gadis yang berada di gendongannya.

Dunia seakan berhenti saat Felicia menyadari dirinya sedang berada di gendongan sang wali kelas. Gadis itu membulatkan matanya dan jantungnya seperti ingin keluar dari tempat. "Pak James!" Begitu tersadar Felicia langsung berusaha untuk turun dari gendongan lelaki yang menjadi wali kelasnya itu. "Terima kasih. Anda sudah menolong saya," ucapnya dengan tulus sambil menundukkan kepalanya. Gadis itu merasa sangat malu saat membayangkan tak ada jarak antara dirinya dan James. Ada kebahagiaan yang terselip di dalam dadanya namun semua itu tertutupi oleh kecanggungan dan perasaan malu di antara mereka berdua.

"Lain kali kamu harus lebih berhati-hati! Lihatlah lantai di ruangan ini masih basah!" tegur James dengan tatapan penuh kekhawatiran. Lelaki itu tak bermaksud untuk memarahi Felicia, dia hanya tak ingin anak didiknya itu harus membahayakan diri sendiri.

"Maafkan saya, Pak. Lain kali saya akan berhati-hati," balas Felicia dengan sangat sopan.

James menatap Felicia yang sudah terlihat sedikit lelah. Dia pun merasa kasihan pada muridnya itu. "Kembalilah ke kelas, biar aku yang menyelesaikannya," perintah James pada anak didiknya itu.

"Tapi ... Pak .... " sahut Felicia.

"Pergilah sebelum aku berubah pikiran," tegas sang wali kelas dengan tatapan tajam.

Felicia langsung meninggalkan James di ruangan itu sendirian lalu masuk ke dalam kelasnya.

Chapitre suivant