webnovel

Sebuah Ingatan

Happy Reading

Dengan sangat ragu dan juga sedikit takut, Felicia mengetuk pintu ruangan wali kelasnya. "Permisi Pak James," sapanya dengan suara yang terdengar bergetar karena menahan perasaannya.

"Masuklah!" Suara dingin James terdengar mengerikan di telinganya.

Felicia pun masuk ke dalam ruangan itu lalu duduk di hadapan wali kelasnya, tanpa mengatakan apapun.

"Saya lihat di kelas tadi, kamu lebih banyak melamun daripada berkonsentrasi pada pelajaran. Apa kamu sedang ada masalah?" Sebuah pertanyaan dari James terdengar sangat menyakitkan bagi Felicia.

"Saya hanya .... " Suara Felicia terdengar bergetar dan matanya mulai berkaca-kaca. Gadis itu sudah tak mampu lagi menyembunyikan perasaan di dalam hatinya.

James memperhatikan muridnya itu, Felicia terlihat sangat ketakutan berhadapan dengannya. James pun mulai memandang bola mata indah yang mulai berkaca-kaca. Mata indah yang mulai mengusik celah hatinya.

James berkata dalam hatinya." Aku seperti pernah melihat mata indah ini."

Pikirannya menerawang jauh menuju kejadian yang sudah berlalu. James semakin penasaran dengan apa yang dirasakannya. Perasaan familiar yang begitu besar, sudah menguasai pikirannya. Dia mulai menerka-nerka sendiri, apa yang sedang dipikirkannya.

"Apakah kita pernah berjumpa sebelumnya?" tanya James sangat penasaran.

Pertanyaan James seperti tamparan untuk Felicia. Dia tak menyangka, James begitu mudah melupakan kejadian yang baru kemarin terjadi. Sedangkan dia, terjebak dengan perasaan tidak jelasnya. "Saya belum pernah bertemu Pak James sebelumnya," jawabnya dengan sebuah kebohongan yang baru.

James merasakan keganjilan dengan jawaban anak didiknya itu. Rasanya seperti sedang dibohongi seorang anak kecil. "Tolong kamu ambilkan buku absensi di lemari dekat pintu," perintah James sambil menunjuk arah lemari itu berada.

Felicia menuju ke arah lemari itu. Setelah mendapatkan buku absensi itu, dia berbalik arah dan akan kembali duduk. James sempat melihat lutut Felicia yang terluka, tertutup dengan plester steril. James mulai ingat dengan kejadian kemarin di taman. "Bukankah kamu gadis yang jatuh di depan taman kota kemarin?" James terlihat sangat penasaran menunggu jawaban Felicia. Dia menjadi sangat tidak sabar menantikan jawaban itu.

"Akhirnya Pak James mengingat saya juga," sahut Felicia dengan senyuman sinis dan tatapan yang sedikit kesal.

Seperti mendapatkan jawaban yang diinginkan, James langsung mengambil sesuatu dalam tasnya. Dia berjongkok di depan Felicia, dan membuatnya berpikir yang tidak-tidak.

"Apa yang Bapak lakukan?" Felicia terlihat terkejut dengan perlakuan wali kelasnya.

"Tenanglah, saya hanya akan mengganti penutup lukamu. Seharusnya kamu menggantinya, paling tidak sehari sekali." James dengan hati-hati memperlakukan luka di lutut Felicia. Dia tak ingin jika luka itu menjadi infeksi ataupun menjadi lebih buruk lagi.

Felicia hanya bisa menerima perlakuan lembut dan perhatian dari wali kelasnya. Ingin rasanya dia menolak perlakuan lembut dari wali kelasnya. Namun seolah mulutnya tak mampu untuk mengatakan itu.

"Sudah cukup, Pak James. Jika Anda memperlakukan saya seperti ini, saya bisa semakin .... " Belum selesai dia mengatakan ucapannya, Felicia berdiri lalu berlari keluar dari ruangan itu tanpa pamit.

James masih berjongkok, terpaku mendengar ucaoan dari gadis itu yang terdengar sangat menggantung baginya. Dia juga tak mengerti, mengapa hatinya berdebar mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut murid barunya itu. Pikirannya mulai menerka-nerka setiap kata yang akan diucapkan oleh gadis yang ditolongnya kemarin.

Sejak kejadian Felicia dan James di ruangannya kemarin, Felicia lebih memilih untuk menghindari wali kelasnya itu. Mungkin saja dia merasa malu, atas takut dengan wali kelasnya itu. Membayangkan James saja sudah membuat hatinya semakin berdebar, apalagi kalau harus bertatap muka langsung dengannya. Felicia ingin mengendalikan perasaannya, agar tak semakin jatuh cinta pada James. Dia belum siap untuk ditolak mentah-mentah oleh lelaki yang pertama kali dicintainya. Felicia lebih memilih menyimpan cintanya di lubuk hati yang paling dalam. Berharap rasa itu tak menyiksa batinnya.

Suasana pelajaran bersama James sangat menyenangkan. Para murid begitu menyukai wali kelasnya itu. Meskipun sikapnya dingin, tapi soal pelajaran jangan ditanya lagi. James adalah guru terbaik di SMA Negeri Solo. James merupakan seorang guru termuda dengan segudang prestasi yang dimilikinya. Selain para guru, para murid juga sangat mengidolakannya.

James berjalan membagikan sebuah kertas, lalu kembali ke depan kelas. "Silahkan dibaca, itulah adalah beberapa istilah yang harus kalian cari di buku referensi. Jangan lupa besok pagi harus sudah dikumpulkan," ucapnya.

Felicia sedikit bingung, padahal buku-bukunya masih dalam pengiriman. Dia tak tahu harus mencari buku dimana. Akhirnya sepulang sekolah, Felicia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan sekolahnya. Dilihatnya perpustakaan terlihat sudah sangat sepi. Felicia berjalan menghampiri petugas jaga perpustakaan."Pak, apa perpustakaan masih buka?" tanyanya pada petugas perpustakaan.

"Masih 1 jam lagi baru akan tutup," jawab petugas itu cukup ramah.

Felicia mencari ke beberapa rak yang sudah tertata dengan rapi. Sekitar 10 menit pencariannya, Felicia belum menemukan apapun. Dalam keputusasaan, dia duduk di salah satu bangku yang paling dekat dengan tempat berdirinya.

"Buku ini akan sedikit membantumu." Seseorang tiba-tiba saja muncul dari belakangnya.

Felicia berdiri dan memalingkan badannya karena mendengar suara di belakangnya. Begitu melihat orang dihadapannya, Felicia langsung kembali duduk di bangkunya. Dia pura-pura tak melihat atau mendengar apapun. Dalam hati Felicia bergemuruh sangat tidak karuan. Mengapa harus saling berhadapan dengan wali kelasnya di saat seperti ini? Dia terus saja menyalahkan dirinya sendiri.

James yang melihat sikap acuh Felicia, langsung duduk disampingnya tanpa menghiraukan sikap muridnya itu.

"Mengapa kamu selalu menghindari saya?" tanyanya.

Felicia kemudian menatap guru biologinya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. "Terimakasih untuk bukunya," kata Felicia sambil membawa buku yang direkomendasikan James tadi. Bahkan gadis itu meninggalkan sang wali kelas tanpa perasaan. Sepertinya Felicia sengaja mengacuhkan gurunya itu agar tidak terjebak dalam sebuah perasaan yang akan sangat sulit untuk dimenangkan.

Sedangkan James masih duduk di kursinya sambil terus memandangi muridnya yang berlalu dari hadapannya. Lelaki itu sama sekali tak mengalihkan pandangannya sampai Felicia benar-benar menghilang dari pandangannya. "Apa yang sedang ku rasakan?" gumamnya sambil memikirkan sebuah perasaan aneh di dalam hatinya. James mencoba untuk mengartikan perasaannya itu namun dirinya tak pernah berhasil. Hanya kegagalan dan kekecewaan yang didapatkannya dari semua yang membuatnya sangat penasaran.

Saat perpustakaan sudah mau tutup, James langsung keluar dan langsung menuju ke sebuah mobil warna hitam yang terparkir di halaman depan sekolah itu. Begitu masuk ke dalam mobil, dinyalakannya mesinnya dan melaju meninggalkan sekolah itu. Di tengah perjalanan, lelaki itu melihat seseorang yang cukup dikenalnya. Felicia terlihat sedang mengayuh sepedanya menyusuri jalanan yang cukup ramai. Gadis itu terlihat sangat menikmati perjalanan pulangnya hingga tak sadar seseorang sedang mengikutinya.

Chapitre suivant