webnovel

LUNA

Ia memutar pedang yang ada di tangannya melawan pedang milik Xiao Tianyou dan memaksanya untuk melepaskan pedang itu. Xiao Tianyou yang tidak begitu terbiasa dengan pergerakan semacam itu menggunakan sarung pedangnya untuk mendorong pria muda itu menjauh. Namun Gong Xu merunduk dan mengarahkan kakinya ke paha Xiao Tianyou.

Kilauan dari ujung sepatu Gong Xu seakan memberitahu Xiao Tianyou bahwa pria muda ini menyembunyikan sebuah pisau diatasnya. Saat sedikit lagi ia terkena serangan dari pisau itu, Xiao Tianyou melompat mundur dan pisau yang berada di atas sepatu Gong Xu hanya menyebabkan goresan di bajunya.

Gong Xu kembali pada posisi berdirinya, siap untuk perkelahian lain, namun suara dari tubuh Modama yang membentur lantai mengalihkan perhatian Gong Xu kepadanya.

Tidak begitu jauh dari tempatnya berdiri, Modama telah terperosot jatuh ke tanah dengan darah di seluruh tubuhnya. "Ayah!" Gong Xu berteriak dengan ngeri dengan melihat kondisi kritis ayahnya.

Ia berlari menghampiri Modama, dan di waktu yang sama Xiao Tianyou juga berlari dengan cepat ke arah mereka untuk bergerak maju. Ketika ia hendak mencapai Gong Xu dan Modama, tiba-tiba entah dari mana, lima orang datang mengelilinginya dan menyerangnya di waktu yang bersamaan.

Xiao Tianyou mengerutkan alisnya ketika ia menyaksikan Gong Xu yang membawa ayahnya menjauh. Xioa Tianyou bisa saja mengejarnya, tapi jika ia meninggalkan Qi Xunyi dan ibunya dalam kondisi Qi Xunyi yang seperti sekarang ini, mereka berdua pasti bisa mati.

Dengan sangat kesal, Xiao Tianyou menyerang lima orang tadi yang tiba-tiba menyerangnya hingga mati dengan mengenaskan. Namun, setelah ia menghabisi mereka semua, Gong Xu dan Modama menghilang dari pandangannya dan tidak dapat ditemukan dimanapun.

Xiao Tianyou memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarungnya dan mengepalkan kepalan tangannya sambil berjalan menuju Qi Xunyi, ia menarik jubah luaran dari tubuh tak bernyawa kaisar dan membalutkannya di bahu Qi Xunyi yang terluka.

"Tekan ini." Xiao Tianyou memerintahkan Qi Xunyi secara ringkas.

Wajah Qi Xunyi sudah terlihat sangat pucat dan mengerikan saat itu, napasnya menjadi semakin pendek. Hal terakhir yang dapat ia ingat adalah Xiao Tianyou yang memanggil namanya sebelum kegelapan menyelimuti penglihatannya dan ia tidak sadarkan diri.

***

Di dalam sebuah ruangan yang terang dimana semua lilin menyala, di atas sebuah tempat tidur yang mewah, seorang pria tua dengan rambut putihnya terbaring dengan lemah. Namun kedua matanya menunjukkan ancaman kepada seorang pria muda di hadapannya.

"Aku bilang padamu untuk menghabisi mereka semua! Semuanya!" Modama bicara dengan meraung marah kepada Gong Xu.

Pria muda itu berlutut di bawah dan gemetar karena kemarahan ayahnya, bahkan tidak berani untuk bernapas dengan keras.

Pada saat itu, seorang pria lain masuk ke dalam kamar dan melenggang ke hadapan mata Modama. Ia mengenakan sebuah jubah berwarna merah dengan ukiran sebuah naga di belakangnya.

"Kau telah gagal." Ia menyatakan dengan nada bicara yang dingin.

"Xiao Zi," Modama memanggil namanya dengan malas dan tersenyum miring.

"Kau telah dipermainkan dengan kedua kakak beradik itu." Sebuah aura dari seorang Kaisar muncul dari dirinya saat ia menatap tajam kepada Modama.

"Dipermainkan? Aku?" Ia menunjuk dirinya sendiri dan kemudian tertawa seperti orang gila. "Tidak akan ada yang bisa membodohiku!"

"Tapi mereka melakukannya." Xiao Zi mengangguk seakan menegaskan poin pembicaraannya.

"Permainan baru saja dimulai." Modama berkada dengan nada suara yang mengerikan. "Mari kita lihat siapa yang akan tertawa akhirnya."

Xiao Zi memiringkan kepalanya dengan penuh bertanya-tanya. "Apa yang kau maksudkan?"

Modama tidak menjawab pertanyaannya secara langsung, tapi ia menujukan kemarahan kepada anaknya yang masih berlutut di bawah dan ia berteriak. "Panggil saudari perempuanmu!"

Gong Xu mengangkat kepalanya dengan sorotan mata yang bertanya-tanya. Ia tidak menyukainya ketika ayahnya berbicara dengan kakak perempuannya, tapi ia tidak dapat menahan tekanan yang Modama berikan kepadanya. Ia merasa seakang udara di dalam paru-parunya tersedot habis dan membuatnya sesak napas.

"Enyahlah!" Modama berteriak dengan marah.

Dengan segera, Gong Xu berdiri dan berlari menjauh secepat yang ia bisa.

Modama tidak menyukai anak laki-lakinya ini, karena ia tidak diwariskan kemampuan mengendalikan pikiran seperti dirinya. Ia sangat membenci Gong Xu. Namun, anak perempuannya sangat berbeda. Ia adalah bakat yang sesungguhnya!

Xiao Zi mengangkat kedua alisnya, tidak terdampak dengan kemarahan Modama. "Apa yang akan kau lakukan dengan anak perempuanmu?"

Dengan mendengar pertanyaan dari Xiao Zi, Modama terkekeh seperti orang gila. "Tugas itu akan dengan mudah diselesaikan dengan Luna." Ia berkata dengan nada suara jahat saat kedua matanya terbuka dengan bersemangat.

***

Tubuh tak bernyawa itu sudah dikuburkan dan serpihan-serpihan sudah dibersihkan dari jalan utama di Kerajaan Xinghe. Ribuan pasukan perang yang menyerah telah ditahan sebagai tawanan, sedangkan para rakyat biasa ditahan di dalam rumah mereka masing-masing, menunggu peruntungan terakhir mereka tentang keputusan akhir dari Kaisar Kerajaan Azura.

Dua pekan, telah berlalu sejak Kerajaan Xinghe berhasil disapu bersih dari benua dan Kerajaan Azura mendapatkan wilayah kekuasaan lain. Dengan ini, Azura mendominasi benua dengan 4 Kerajaan.

Namun, dengan runtuhnya Kerajaan Xinghe, hanya tinggal tersisa tiga Kerajaan yang ada di benua ini. Kerajaan Zodaisan, Rockstone dan Azura sebagai lambang dari keunggulan.

Xiao Tianyou berada di dalam aula Istana Xinghe dan memperdilahkan keluar seluruh ketua-ketuanya setelah ia memberikan mereka instruksi penting. Ia sedang menunggu keputusan dari Kaisar Kerajaan Azura.

Untuk fakta hal itu membutuhkan waktu selama 2 pekan untuk melakukan perjalanan keluar dan masuk dari Xinghe menuju Azura, seharusnya sudah berada disini pada pekan ini.

Ia hendak berjalan keluar dari aula ketika salah seorang tentara berlutut di hadapannya. "Jenderal Xiao." Ia menundukkan kepala untuk memberikan hormat.

"Kau dipersilahkan." Xiao Tianyou membiarkan izin kepada tentara itu untuk berdiri.

Tentara itu berdiri, dan sepertinya ia adalah seorang ketua dari sebuah kelompok saat ia memberikan petunjuk kepada tentara lain di belakangnya untuk mendekat.

Seorang wanita diapit oleh para pasukan kekar di sisi kiri dan kanannya. Ia tidak terlihat lebih tua dari usia 20 tahun, dengan rambut kusut yang terurai sampai ke wajahnya.

Xiao Tianyou tidak begitu memperhatikan wanita itu dan menatap ke tentara di hadapannya dengan suram dan mempertanyakan tujuannya.

"Kami menangkap seorang wanita ketika ia mencoba untuk melarikan diri dari ruangan penyelidikan Pangeran dari Kerajaan Xinghe." Ia berkata dan memberikan sinyal kepada dua orang lainnya untuk melepaskan wanita itu.

Mereka berdua mendorongnya ke bawah, tepat di depan kaki Xiao Tianyou. Wanita itu merangkak menegakkan tubuhnya dan menyingkirkan rambut-rambut berantakan dari wajahnya saat ia mengankkat wajahnya untuk menatap Xiao Tianyou.

Tubuhnya gemetar ketakutan. Ia mirip dengan seekor anak rusa yang terjebak. Tapi, hal yang paling memikat Xiao Tianyou adalah kedua matanya yang indah dan bersinar dengan cemerlang.

Bola matanya berwarna hitam seperti arang dengan sorotan mata yang seakan ia adalah orang yang keras kepala. Wanita itu tidak mengatakan apapun, hanya menatap balik ke arah Xiao Tianyou dan ia menemukan dirinya terjebak di dalam tatapan mata wanita itu.

Xiao Tianyou tidak mampu mengalihkan pandangan darinya. Seperti ada sesuatu yang merasukinya, ia terhuyung ke depan dan mengulurkan tangannya serta sedikit membungkuk.

Dengan hati-hati, ia menyingkirkan rambut yang menutupi wajah wanita itu untuk melihatnya kedua matanya lebih jelas lagi. "Cantik…" Ia bergumam dan mengusap lembut pipi wanita itu dan telapak tangannya yang besar menangkup wajahnya. Xiao Tianyou bertanya kepadanya. "Siapa namamu?"

Bibir berwarna seperti buah ceri milik gadis itu bergerak dan mengeluarkan sebuah suara yang halus seakan memberikan ketenangan di telinga Xiao Tianyou.

"Luna." Wanita itu menjawab.

Chapitre suivant