webnovel

Sang Penghayal

Saat ini Zen berada di ruangan rumah sakit yang sering dia kunjungi. Saat ini Zen sedang memperhatikan wanita yang didepannya yang masih terbaring lemah dengan peralatan medis berada disekitarnya.

"Tunggulah Asuna, aku akan menyelamatkanmu" kata Zen.

Namun tidak beberapa lama suara pintu ruangan Asuna terbuka dan masuklah dua orang pria berjas. Kedua pria itu merupakan seorang pria paru baya yang sedang membawa bunga untuk putrinya yaitu ayah Asuna, dan salah satunya merupakan karyawannya.

"Oh.. Zen-kun, rupanya kau sudah berada disini" kata pria paruh baya itu.

"Selamat pagi Yuuki-san, aku baru saja tiba disini" balas Zen.

Lalu mereka mulai mengobrol ringan hingga seorang pria yang masuk bersama ayah Asuna memotong mereka.

"Ah.. ini mungkin pertama kali kalian bertemu, dia adalah salah satu kepala penelitian laboratorium diperusahaanku." kata Ayah Asuna.

"Perkenalkan, namaku Nobuyuki Sugou" kata Pria itu.

"Uchiha Zen" jawab Zen dengan senyum.

Lalu pria itu mulai mencoba berakting dengan senang bertemu dengan Zen yang seorang pahlawan dari game tersebut.

Sebenarnya kebenaran didalam game ini hanya diketahui oleh pihak pemerintah dan beberapa keluarga korban. Jadi sudah sangat aneh jika karyawan tersebut mengetahui kebenaran tentang Zen.

Namun Ayah Asuna meminta maaf karena bocornya informasi ini kepada Zen. Karena Ayah Asuna mengganggap pria itu seperti keluarganya sendiri. Zen sendiri hanya diam dan mendengar perkataan ayah Asuna ini.

"Maaf, Pak. Sepertinya berita tentang pertunangan saya dan Asuna, saya ingin mengumumkannya secara terbuka" kata Pria itu.

"Begitukah?" tanya Ayah Asuna yang sangat kaget dengan perkataan pria tersebut.

"Ya, aku sudah memutuskannya sejak lama dan aku tidak sabar melihat Asuna menggunakan gaun pengantin yang indah untuk menunjukan kecantikannya yang selama ini tersembunyi disini" kata pria itu sambil mencoba memprofokasi Zen.

"Baiklah kalau begitu" kata Ayah Asuna.

Disisi lain Pria itu sebenarnya berniat untuk membuat Zen terpuruk, namun harapannya tidak tercapai setelah dia melihat ekspresi Zen yang masih tersenyum seakan tidak terjadi apa – apa sebelumnya.

"Ah, maafkan aku, sepertinya aku akan pamit duluan karena aku mempunyai sebuah pertemuan yang harus aku hadiri" kata Ayah Asuna sambil meninggalkan tempat itu.

"Irene, apa status tertinggi orang - orang didunia ini?" tanya Zen setelah melihat Ayah Asuna akan beranjak.

[G, Kak] balas Irene.

"Bisakah kau mengubah status STRku menjadi G" tanya Zen.

[Baiklah] jawab Irene kemudian.

Status Point: [310] > [230]

STR: I [4/25] > G [0/100]

[Selesai Kak] kata Irene setelah mengubah status Zen.

Setelah Ayah Asuna sudah pergi dari ruangan itu, pria yang masih bersama dengan Zen mulai menunjukan tabiat aslinya. Dia mencoba untuk mencoba pergi keseberang tempat tidur Asuna.

"Jadi kau menghabiskan waktu bersama dengan Asuna didalam permainan itu, ya?" kata pria itu dengan senyum jahatnya.

Mendengar ini Zen hanya tersenyum dan terus menatap orang tersebut tanpa menghiraukan perkataannya. Namun pria itu mengganggap Zen sekarang sedang termakan profokasinya sehingga dia terdiam.

"Kalau begitu, itu akan menjadi hambatan bagi hubungan kita" kata Pria itu hendak memegang rambut Asuna.

Namun sebelum pria itu mengambil rambut Asuna, tangan Zen langsung mengambil tangannya dan mulai meremasnya dengan kuat. Lalu Zen mulai mengepalkan tangannya lalau memukulnya berkali – kali hingga wajahnya hampir tidak dikenali.

Zen lalu melepaskan tangan pria itu hingga pria itu terjatuh lalu mulai menendang bagian pribadinya hingga darah keluar dari selangkangannya tersebut. Melihat itu Zen hanya tersenyum dan mulai meludah kearah pria tersebut.

Lalu Zen tersadar dari lamunanya itu saat pria itu mencoba memegang bibir Asuna setelah dia selesai mengoceh panjang sedari tadi. Zen lalu memegang tangan pria itu menghalangi dia menyentuh bibir Asuna.

Pria itu mulai tersenyum karena dia berhasil membuat marah Zen, namun saat dia hendak mau melepaskan tangannya, ternyata kekuatan Zen sangatlah kuat yang membuat dia tidak bisa melepaskan tangannya tersebut.

"Yo, penghayal-san, apakah sudah selesai menceritakan hayalanmu sedari tadi?" tanya Zen.

"A-Apa yang kau lakukan Z-Zen-san, apakah kau mau menyerangku?" tanyanya.

"Tentu saja tidak penghayal-san, Aku hanya bilang teruslah kau berhayal selagi bisa, penghayal-san" kata Zen lalu melemparkan tangannya hingga pria itu hampir terjatuh.

Pria itu sangat terkejut dengan kekuatan Zen, lalu dia mulai berdiri dan merapikan pakaiannya seakan tidak terjadi apa – apa sebelumnya.

"Kau mungkin bersama dengannya didalam game Zen-san, tetapi dia akan bersamaku" kata pria itu memberanikan diri.

"Baiklah penghayal-san, aku akan mengingat perkataanmu" jawab Zen dengan senyumnya kepada pria tersebut.

"Baiklah, kalau begitu datanglah di hari pernikahan kami minggu depan diruangan ini Zen-san" kata Pria itu mulai beranjak dari tempat tersebut.

"kau baru saja membangunkan seorang Beast yang sedang tidur penghayal-san" Kata Zen setelah melihat pria itu sudah pergi.

.

.

Saat ini Zen sedang berada didepan pintu sebuah bar setelah pulang dari menjenguk Asuna. Zen lalu memasuki tempat tersebut dan melihat seorang pria berotot yang berada dibelakang meja bar tersebut.

"Yo, Zen" kata pria tersebut.

"Sepertinya bisnismu disini tidak semaju seperti bisnismu didalam game Agil-san" kata Zen sambil duduk pada bangku di meja bar tersebut.

"Hahahahaha, sekarang memang sepi, coba kau datang pada malam hari Zen" kata Agil menyagkal perkataan Zen seblumnya.

"Baiklah – baiklah, kau tahukan mahsut kedatanganku kesini" tanya Zen.

Lalu Agil mengambil sesuatu dari balik meja yang berada dibelakangnya dan menunjukan kepada Zen.

"Alfheim online" gumam Zen.

Lalu Agil mulai menjelaskan dari mana dia mendapatkan foto buram seperti rupa Asuna yang dikirimkannya kepada Zen. Foto itu berasal dari game Alfheim online, sebuah game ciptaan pembuat Amusphere, sebuah konsole penerus Nerve gear.

Setelah beberapa player mencoba terbang keatas pohon yang bernama World Tree dengan cara bahu membahu dikarenakan durasi terbang yang dibatasi, dan seorang player teratas berhasil memotret bagian atas pohon tersebut sebelum waktu terbangnya habis.

"Jadi apakah kau akan kesana?" tanya Agil yang sudah selesai menjelaskan kepada Zen.

"Tentu, tapi bisakah kau membantuku akan sesuatu Agil-san?" tanya Zen kemudian.

"Apa itu Zen?" tanya Agil.

"Tolong rahasiakan ini dari Lisbeth dan Silica" balasnya.

Chapitre suivant