webnovel

32. Romance Darurat

Naura mengalihkn pandangannya, menjauhkan sedikit tubuhnya dari Delice. Bisikan Delice membuatnya merinding seketika.

Mau berapa kalipun menolak, Mau sesulit apapun mencari alasan, Naura tidak akan bisa mengelak terus menerus.

Delice kembali menarik pinggang Naura, supaya Naura tidak jauh-jauh darinya.

"Jangan jauh-jauh!" ucap Delice.

"Tidak ada yang menjauh, Delice," jawab Naura.

Delice melepaskan jas yang di pakainya, lalu memakaikannya di pundak Naura. Cuaca malam yang cerah, di sertai dengan angin yang semilir, membuat Delice tidak tega melihat Naura harus merasakan kedinginan.

"Pakailah, supaya tidak dingin!" ucap Delice.

"Ada kamu, aku akan selalu merasa hangat!" jawab Naura sembari memeluk Delice dan membenamkan wajahnya di dada bidang Delice.

Naura menikmati harumnya tubuh Delice. Dipeluknya dengan erat, seakan-akan tidak akan ada hari untuk esok.

"Aku ingin menjadikanmu milikku seutuhnya ,saat ini juga. Tapi, aku tidak bisa. Aku harus menghilangkan racun yang ada pada tubuhku terlebih dahulu," batin Delice.

"Ayo kita pulang! Sudah jam 11 malam," ajak Naura.

"Dengan senang hati!" jawab Delice.

"KYAAAAAA...," Delice menggendong Naura layaknya pasangan pengantin baru yang sedang memamerkan kemesraannya, membuat jiwa para jomblo bergejolak dan menjerit-jerit.

Delice menurunkan Naura setelah sampai di mobil. Delice merogoh sakunya untuk mengambil kunci mobil.

DORRR... DORRR...

"KYAAAAAA...," pekik Naura.

Delice dengan sigap langsung memeluk Naura dan melindunginya saat dua kali tembakan menyerang mereka.

"Jangan bersuara, oke! Ada aku di sini!" bisik Delice sembari menutup telinga Naura.

Naura memegang erat kemeja Delice supaya Delice tidak meninggalkannya. Kehidupan yang berbahaya, sudah setiap hari di telan mentah-mentah oleh Delice. Tapi, Naura langsung ketakutan setelah mendapat serangan buta tanpa arah.

"Apa kau sudah tenang? Kita akan lari ke gedung itu. Kau siap berjuang bersamaku, bukan?" Delice menunjuk ke arah gedung yang tidak jauh dari resto yang di datanginya.

"Iya!" jawab Naura yakin.

"1, 2, 3, lari!"

Delice menarik tangan Naura dan berlari bersama-sama. Ketegangan yang Naura rasakan, hilang setelah melihat Delice berlari dengan ekspresi wajah senang seperti anak-anak yang berlarian di tengah-tengah hujan deras.

Langkah Naura semakin lambat, sedangkan musuh mengejar semakin cepat dan bertambah banyak. Delice tidak akan membiarkan Naura mati bersamanya.

"Kyaaaa...," pekik Naura, lalu Naura menutup mulutnya sendiri supaya tidak berteriak lagi.

Delice menggendong Naura dan membawanya berlari secepat mungkin. Kaki Delice begitu tangguh, tangannya juga begitu kuat.

"Naura, ambil pistol yang ada di jas yang kau pakai," pinta Delice.

Dengan tangan yang gemetaran, Naura mengeluarkan pistol itu dari saku jas yang melekat di tubuhnya.

"Kau harus tenang. Arahkan pistol itu ke belakang melalui pundakku. Kalau aku bilang tembak, kau harus menembaknya sebisa mungkin. Jangan berhenti sampai peluru itu habis. Apa kau paham?" ucap Delice dengan suara yang lirih.

Delice bernafas dengan normal tanpa suara nafas lelah ataupun merasa berat. Langkah Delice begitu ringan meskipun membawa Naura dalam dekapan.

"Naura, sekarang tembak!" seru Delice.

DORRR... DORRR... DORRR...

Naura mengikuti perintah Delice untuk menyerang tanpa henti hingga peluru di pistolnya habis.

Delice menghentikan langkahnya lalu menurunkan Naura di pojok gedung. Nafas Delice tidak terengah-engah sama sekali.

"Apa kau takut?" tanya Delice.

"Apa kau lelah?" Naura berbalik bertanya pada Delice.

"Harusnya aku di berikan nafas buatan olehmu supaya nafasku kembali pulih," ucap Delice.

Delice mencium bibir Naura, sebagai asupan oksigen untuknya. Naura membalasnya hingga ciuman itu semakin panas dan dalam.

DRAP... DRAP... DRAP...

Suara langkah kaki beberapa orang terdengar semakin dekat. Delice semakin mendalamkan ciumannya supaya Naura tidak kembali ketakutan dan berfikir musuh tidak ada akhirnya.

"Peluk aku!" bisik Delice.

5 orang ada di depan mata Delice. Naura sudah memeluk Delice lalu Delice mengarahkan pistol yang ada di saku celananya.

DORRR... DORRR... DORRR... DORRR... DORRR...

Lima suara tembakan terlepas, orang-rang yang mengejar mereka sudah terkapar dengan luka tembak yang mengenai kepalanya.

"Tutup matamu! Kau tidak akan sanggup melihatnya," bisik Delice. "Kita harus kemali ke mobil," imbuhnya.

"Kenapa kita tidak langsung masuk mobil tadi?" tanya Naura.

"Kita akan membahayakan orang lain kalau tidak pergi dari keramaian," jawab Delice.

Delice menggandeng tangan Naura, melewati jalan gelap di gedung bagian bawah dengan penuh kewaspadaan.

"Inikah dunia yang membuatmu menjadi sosok yang keras?" batin Naura.

"Ehem... Ciuman tadi, apa aku boleh memintanya lagi?" tanya Delice dengan wajah malu-malu.

"Berhenti menggodaku!" jawab Naura.

Delice langsung memeluk Naura, ketika matanya menangkap sosok hitam yang terus mengikuti mereka tanpa henti.

"Ada apa? Jangan membuatku takut!" bisik Naura.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin membuatmu memelukku saja," jawab Delice sembari melepaskan pelukannya.

"Si topeng itu sudah mulai bergerak rupanya. Sayangnya, kau tidak pernah berubah. Hanya berani menyerang ku dari belakang," batin Delice.

***

"Masuklah!" pinta Delice pada Naura setelah merek berhasil keluar dari gedung bagian bawah.

Naura masuk sesuai dengan perintah Delice. Delice bergerak cepat, mengunci pintu, mengaktifkan pengaman anti peluru pada mobilnya.

"Pakai, supaya aman," ucap Delice sembari memasangkan seatbelt pada Naura.

"Ah, iya. Aku hampir lupa. Terimakasih!" ucap Naura.

"Cium aku kalau kau tulus berterimakasih," godanya.

"Pria ini benar-benar tidak berhenti menggodaku," batin Naura.

CUP...

Naura mengecup pipi Delice. Delice mengelus lembut pipinya yang di kecup oleh Naura, seperti sebuah hadiah yang berharga.

Sembari tersenyum, Delice mulai menyalakan mesin mobilnya dan segera meninggalkan tempat kejadian yang membahayakan.

"Arrrhhhhh, sialan!" teriak Delice ketika segerombolan mobil mengejarnya.

"Apa tidak ada bantuan?" tanya Naura panik.

"Tidak perlu cemas, ada aku!"

Delice mempercepat kecepatan mobilnya dan memilih jalan berliku yang sudah ada di dalam otaknya. Jalan yang sangat di kenal Delice sehingga mudah untuk mengontrolnya.

BRUMMMMMMMMMMM....

"Sayang, seru bukan?" tanya Delice.

"Di saat genting seperti ini, masih sempat-sempatnya bergurau. Ingin rasanya aku mencekiknya hingga mati," batin Naura dengan kekesalan dan juga ketakutan yang beradu menjadi satu.

"Kau kalah kali ini!" gumam Delice.

CKITTTTTTTTT.....

Delice menginjak rem mobilnya secara tiba-tiba di depan jalan yang menyerong tajam.

BLUKKKKK.... BYARRR... BOOMMM...

Dua mobil sekaligus, masuk ke dalam jurang setelah menabrak pembatas jalan. Delice sengaja membingungkan lawan supaya memilih A ataupun B.

"Sayang, duduklah di pangkuanku seperti saat kita berangkat," pinta Delice.

"Delice, jangan bercanda," sungut Naura. "Kyaaaaaa...," teriak Naura ketika Delice mengangkat tubuhnya untuk duduk di pangkuannya. Namun, posisiny sedikit berbeda karena Naura menghadap ke arah Delice.

"Apa kau siap bermain-main dalam ketegangan?" tanya Delice.

"Delice, aku..."

"Percaya padaku, oke!" pinta Delice.

Sistem automatic control kembali di aktifkan. Delice tak mengedipkan matanya. Jalanan juga sangat sepi, membuat Naura sedikit tenang karena tidak akan menabrak orang lain.

Dalam suasana tegang dan keadaan yang genting, Delice mencium bibir Naura sembari membuka kaca mobil lalu mengeluarkan pistol yang lain.

"Fokuslah menciumku!" bisik Delice.

Ciuman yang Delice lakukan, semata-mata untuk membuat Naura tenang.

DORR... DORR... DORR...

"Kalau aku tidak membawamu bersamaku, aku sudah turun dari mobil untuk menghadapi mereka, lalu menginjak kepalanya sampai pecah!" batin Delice.

Suara tembakan saling bersahut-sahutan. Dua mobil yang masih mengejar Delice, satu sudah gugur terkena tembakan tepat mengenai titik penting mobil.

Delice selalu menghemat peluru, sehingga setiap kali membalas serangan, langsung pada titik inti.

Ciuman terus berlanjut hingga mobil yang di kendarai Delice berhenti.

"Kau, tunggu di sini. Aku akan keluar menghadapi mereka," ujar Delice sembari melempaskan pagutan bibirnya.

"Jangan!" cegah Naura.

"Kau takut aku mati?" tanya Delice.

"Tentu saja aku takut kehilanganmu!" jawab Naura.

"Kalau begitu, bantu aku!"

"Bantu apa?"

"Menyetir. Aku akan menyerang mereka sampai mereka kalah dan mati," jawab Delice dengan geram.

SREKKKKKKKKK....

Mereka pindah posisi. Sekarang, Naura kembali duduk di pangkuan Delice namun menghadap ke depan dan fokus menyetir dengan kecepatan tinggi.

"Sayang, bukankah seru melakukan hal yang membahayakan bersamaku?" tanya Delice sembari memantau posisi musuh yang mengejarnya.

"Jangan merabaku!"

Chapitre suivant