webnovel

Apa itu Keluarga? Part 1

Pembicaraan kedua orang itu masih menyimpan rahasia ....

Bahkan Jin tak bisa mengungkapkan banyak hal pada Zakura bahwa sebenarnya dirinya mencintai putrinya. Sementara Guren, mencintai Toushiro ... Suami kakaknya itu ....

"Baiklah aku akan pamit dulu ...." katanya Jin yang berusaha mengakhiri pembicaraan itu.

"Tunggu dulu, apa kau tak ingin berziarah ke makam mereka bersamaku?" Ajak Zakura pada Jin.

"...." Jin memalingkan pandangan dan memikirkan sedikit banyak hal yang harus dia pertimbangkan.

Zakura tahu, kedatangannya kemari tidak akan bisa mengubah hasil apapun.

"Entahlah," Jin terlihat pasrah ... "Kita lihat aja kedepannya." Dia membungkuk dan hormat pada Zakura kemudian meninggalkan ruang kaca itu.

Sementara Zakura berbalik duduk ke kursi menatap bunga dari jendela ruang kaca dan menatap sedih ....

"Dulu mereka bersahabat ...." Gumamnya ... "Beginikah rasanya kehilangan orang tersayang itu?"

"Ibara ...." Dalam batinnya, ia mulai memikirkan anak perempuannya yang satu lagi ... "Di mana kau?" yang tidak bisa ditemuinya.

****

Jin yang keluar dari kediaman Miyamoto sekarang akan mengunjungi rumah keluarganya di Abenomotomachi ....

Di sana hanya ada istri dan anak laki-lakinya.

"Siapa sangka dulunya ... kalau istriku adalah seorang penyihir ...." Gerutunya ketika dia berjalan sekitar 100 meter yang telah menjauh dari kediaman Miyamoto di area Bandai.

Anak laki-lakinya yang bernama Yugo itu berusaha mengambil tahta perusahaan yang diberikan Guren pada Mawaru. Keserakahan anaknya kali ini tidak hanya merampas milik adiknya, tapi bisa menghancurkan milik semua orang yang memegang perusahaan itu.

"Ini hanya masalah waktu!" apakah Jin memiliki rencana untuk mengantisipasinya?

Yugo akan bekerja dibawah doktrin ibunya.

-Sang penyihir licik dan serakah-

[Penulis: Maaf kalo pembaca bingung di chapter ini yang dibahas apa!? Nanti semuanya akan terpaparkan di bab-bab atau volume selanjutnya kok, nantikan saja ya]

****

Mawaru yang masih berada di Aikawa ....

Ketika selesai mandi dan berpakaian rapi, ia akan bersiap-siap pergi. Tapi sebelum itu ..., dengan langkahnya pelan ... ia menuju ruang santai menemui Satsuki.

"Anu ...." Mawaru menggeser pintu ruangan.

"Ya?" Satsuki yang sedang bersantai dengan membaca manga itu segera menoleh ke arah Mawaru. Dilihatnya rapi, dengan wajah sedikit malu .... 'Massaka-'

"Kau sudah mau pergi?"

"Um," jawab singkat Mawaru.

"...."

"Maaf aku tak bisa berlama-lama di sini, tapi terima kasih dan sampaikan pada adik Anda-"

"Tunggu, sebaiknya kamu di sini terlebih dahulu."

"Ta-tapi ...."

"Hmm, aku tahu kamu terburu-buru. Justru adikku keluar itu mencarikan transportasi untukmu."

"Eh!?" seketika Mawaru terbelalak terkejut karena tak menyadarinya.

Kemudian Satsuki meraih tangan Mawaru dan mengajaknya duduk di dekatnya di sofa yang empuk itu.

"Tenanglah." Satsuki menggenggam tangan Mawaru dengan lembut dan berusaha mencairkan suasana.

________

Beberapa jam yang lalu ....

"Kak, aku mau keluar dulu." Kata adiknya, Hina Nakamura.

"Ara-ara~ mau ke mana? Mau main dengan Rei lagi? Terus temanmu ini bagaimana?"

"Hah!? Untuk apa aku main sama Rei ...! Ih amit-amit." Dia mengatakan dengan sikap sinisnya yang terbilang ogah-ogahan ketemu Rei kageura padahal mereka akan bertemu lagi.

Di tengah Satsuki menyapu halaman, tiba-tiba ada seseorang mengetuk pintu ....

Satsuki membukanya dan berkata "Selamat datang ...." dengan anggunnya.

"Hina di mana?" tanya seorang lelaki tampan yang berencana menjemput Hina, dia adalah Rei Kageura.

"Ara-ara~ yang ditunggu datang juga ...." Gumam Satsuki dengan wajah yang tersenyum ceria.

"Tunggu dulu ya ..., Hina tadi sudah bersiap-siap. Sepertinya dia masih mengkhawatirkan temannya ... (teman yang di maksud Mawaru yang sedari tadi malam pingsan belum sadarkan diri)."

"Eh, kalau begitu ... antarkan aku ke tempat mereka."

"Baiklah sebentar." Satsuki meletakkan sapu di pojok pagar kemudian mengantarkan Rei ke ruangan Mawaru yang di temani adiknya itu.

Ketika Satsuki bilang dengan lembutnya "Hina ...." secara reflek Hina menoleh, dilihatnya di dekat kakaknya itu adalah lelaki yang akan di temuinya ....

Dengan sikap Tsundere-nya tadi dia mencegah Rei menyapanya di hadapan kakaknya.

"Yo Hina-" belum melanjutkan perkataannya, Hina meraih tangan Rei dan membawanya keluar di pojok Ruangan.

Hina menyapa Rei dengan tatapan kesal penuh kemarahan meski sebenarnya senang di kunjungi Rei, sementara Rei hanya memasang muka datar menanggapinya.

"Ara-ara~" kakaknya Hina, Satsuki ... hanya melihat mereka dari kejauhan kemudian kembali menyapu halaman rumah.

....

Eh ternyata Rei datang dengan Matatabi. Satsuki baru saja mengajaknya masuk ....

Hina kesal apabila Rei datang dengan orang lain, Hmph!

"Jangan salah paham dulu, aku ke sini untuk menjenguk Mawaru." Kata Rei dengan santainya.

"Cih bodo-amat, aku tidak peduli." Hina mengatakan kata-kata kasar yang digunakan sebagai lelucon. Tapi, Rei menanggapinya dengan serius.

"Ya sudah. Matatabi, ayo kita pulang." Ajak Rei tiba-tiba.

"Aaaah! Maaf, aku tadi bercanda."

"...." Akhirnya Rei menatap dengan sorot mata tajam pada Hina seakan-akan membuatnya berkaca-kaca. Rei tak berhenti memandang Hina dengan tatapan seperti itu.

Kemudian matatabi bilang ... "Sebentar lagi dia akan sadar." Mencairkan suasana tegang di ruangan ini.

"Baiklah kalau begitu apa yang harus kita lakukan?" Kata Rei yang bertanya pada Hina dan Matatabi.

"Hah?" Hina menanggapinya dengan wajah penuh tanda tanya ....

"Hmm ..., aku sudah berusaha menyembuhkan lukanya." Matatabi berkata dengan serius.

"Rei, bukankah misi kali ini kau menjadi pemimpinnya ...? Jadi itu apa katamu ...." Hina mengatakannya dengan wajah malas.

"Baiklah, kita bantu dia. Sepertinya dia belum paham daerah sini." Rei berusaha mengajak Hina dan Matatabi keluar mencarikan transportasi semacam travel untuk Mawaru.

"Baik." Mereka menyetujuinya.

"Apalagi ... dia adalah anaknya dari senior ketua kita." Pikirnya sambil menuju keluar rumah.

Hina berpamitan menjelaskan tujuannya keluar pada kakaknya. Hina berpesan dan meminta kakaknya merawat Mawaru sebentar saja.

"Baiklah," Satsuki menyetujuinya. Kemudian Satsuki berucap genit pada Rei untuk menggoda adiknya itu ... "Rei~ jaga Hina-chan ya." Dengan senyum anggun kemudian melambaikan tangan riang.

Rei membalasnya dengan senyum tipis dan lambaian tangan kanan "Ya, pasti."

"Mou~ Onee-san!!" Hina menunjukkan ekspresi kesalnya pada kakaknya, walau sebenarnya kakaknya tahu Hina akan senang.

(Dasar Tsundere wkwkwk)

....

"Ayo Hina cepat, atau kalau gak kami tinggal loh." Kata Rei yang melihat Hina melambatkan langkah kakinya.

"Sebaiknya kamu gendong aja." Kata Matatabi dengan santainya.

"Oh begitu ya," lagi-lagi Rei menanggapinya dengan serius. "Ayo Hina ...." Rei mengulurkan tangannya pada Hina.

Hina menepisnya "Hueeek, gak sudi!"

"Yare-yare."

Akhirnya mereka berjalan bersama ....

________

"...."

Meskipun di ruangan ini hanya ada dua gadis, tapi perasaan canggung Mawaru terlihat begitu berlebihan. Mawaru sempat heran, "Apakah rumah sebesar ini hanya ditinggali oleh dua orang perempuan saja?"

Mawaru memberanikan diri untuk bertanya ....

Ia mencuri-curi pandang Satsuki yang tengah duduk santai membaca manga ....

"Anu ...."

Satsuki menoleh "Hm?" Tapi pikirnya "Oh apa kau juga ingin membaca manga? Maaf jika aku kurang peka terhadap tamu ...." Kata Satsuki dengan sungkannya kemudian menyodorkan manga pada Mawaru.

"Ah, maaf bukan."

"Ng?"

"Aku ingin bertanya ..., apa Satsuki-san hanya tinggal berdua di sini?" apa hanya tinggal dengan adiknya saja? Hina maksudnya ....

"Um, iya."

"E-eh, jya tidak ada anggota keluarga yang lain? Untuk ukuran rumah yang besar ini ...."

"Keluarga?" Satsuki menanggapinya dengan sedikit memiringkan kepalanya ....

Seketika bergeming.

"Maaf," kata Mawaru yang kemudian menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah karena menanyakannya.

Beberapa menit kemudian ....

"Keluarga kami tercerai-berai!" Satsuki mengatakan itu sementara adiknya datang yang langsung membuka pintu, tak sengaja mendengarnya.

Hina terbelalak terkejut, "Nee-san!?" kemudian mengerutkan dagunya.

"Ah, sepertinya timingnya tidak tepat!"

Jujur saja, menanyakan "Keluarga" adalah hal yang tabuh baginya.

....

Chapitre suivant