webnovel

Menuju Xi'an

------------------

Suara pedang beradu.

Ting Ting Ting Ting!

Suara teriakan dan erangan kesakitan.

Lembah yang tadinya sunyi itu seketika ramai oleh pertempuran yang terjadi tiba-tiba.

BaiHu masih duduk di atas kuda jantannya, ia melihat sekelilingnya anak buahnya melawan serangan bandit gunung yang merangsek dalam jumlah tidak sedikit.

BaiHu berjaga di depan kereta barangnya, kawanan bandit gunung itu tidak tahu mereka berhadapan dengan siapa, atau apapun sudah tidak mereka pedulikan yang penting menyerang.

Tak butuh waktu lama penyerangan berhasil dilumpuhkan.

SangTao dan anak buahnya mengumpulkan beberapa kawanan bandit yang gagal melarikan diri.

"Brukk!!"

Dua pria bertubuh besar berpakaian kotor jatuh di depan BaiHu.

SangTao mendekati BaiHu sambil membawa sesuatu yang sangat ia kenal.

BaiHu membelalakkan matanya, ia kenal betul tusuk rambut emas milik siapa itu.

Tanpa bisa menahan diri ia maju dan menendang pria bertubuh besar yang sudah babak belur itu terjerembab kembali ke tanah keras.

"Di mana kau mendapatkan tusuk rambut ini! Katakan!!"

SangTao menahan tubuh pria itu bangun kembali, ia sudah meringis kesakitan tapi orang-orang itu sepertinya tidak akan begitu saja melepaskannya, ia membuka matanya yang sudah ditutupi sebagian darah melihat benda di tangan BaiHu.

"Itu, itu, da dari bocah cantik..."

BaiHu makin emosi, padahal pria itu belum menyelesaikan ucapannya.

"Kurang ajar kau mengatakan bocah cantik! Bagaimana kau bisa mengambilnya? Apa yang kau lakukan? Kurang ajar sekali!!" Ia menendang pria itu kembali penuh emosi, SangTao berusaha membendung emosi tuannya jika tidak tuan besarnya bisa membuat bandit itu mati konyol dengan tendangannya.

"Tuan sabar, tenangkan diri dulu"

Memang sudah bisa dipastikan darimana FeiEr mendapat watak pemarahnya, darimana lagi kalau bukan dari ayahnya BaiHu.

------------------------------------------

Tak berapa lama kemudian.

BaiHu bolak balik di depan meja dalam kamarnya dengan wajah gelisah, ia masih menggenggam tusuk rambut milik putranya di tangannya.

SangTao membuka pintu dan masuk,

"Apa hasilnya? Di mana orang kotor itu bisa mendapatkan tusuk rambut HongEr, apa yang terjadi pada anak itu?"

SangTao menarik bibirnya, berusaha menenangkan tuan besarnya dengan menuangkan teh untuknya.

"Itu didapatkan saat menjarah rombongan di perbatasan kota LiuYi, tapi dari ceritanya sudah pasti tuan muda pertama dan kedua selamat, bahkan membuat ia dan komplotannya melarikan diri ke sini"

BaiHu duduk. Menelan tehnya sekali teguk.

"LiuYi, mereka sudah tidak jauh dari Xi'an, bagaimana HongEr bisa sampai ikut FeiEr? Anak itu masih kecil dan lemah, TangYuan itu, ia tidak becus menahan HongEr di rumah, katanya sangat sayang pada HongEr tapi kenapa ia bisa kehilangan anak sebesar itu?"

Nun jauh di lembah Jie.

"Hatchuu hatchuuu!" TangYuan yang duduk di depan meja melakukan hobie menyulamnya terus bersin, tanpa sebab, Er Niang mendekat.

"Yang mulia apa anda masuk angin?" ErNiang mendekati jendela dan segera menutupnya, udara mulai dingin"

"Ems sepertinya begitu bi, ngomong-ngomong kenapa pak tua Chang tidak membalas suratku yah? Harusnya xiaoHei sudah sampai ke rumah beliau khan? Aduh aku rindu sekali dengan HongEr"

Terbang ke Xi'an, ke kediaman keluarga Chang.

Rumah itu sudah kosong, sejak diserbu beberapa hari lalu rumah dibiarkan kosong karena takut penyerang akan kembali lagi, di sebuah pohon besar di halaman rumah utama, di atas dahan besarnya bertengger dua ekor burung merpati, satu berwarna putih, dan satu berwarna hitam, di kaki merpati berwarna hitam masih terdapat gulungan kertas menyerupai surat.

XiaoHei berhasil tiba ke rumah keluarga Chang, tapi tidak ada manusia yang menyambutnya selain nona putih yang cantik yang kini bersender berdempetan dengannya.

"chit chit chit chit"

------------------------------------

Klop klop klop klop. Suara tapak sepatu kuda.

"Manisan manisan! Tiga satu tael!!"

Suara keramaian kembali terdengar, rombongan sudah memasuki perbatasan sebelum kota administrasi Xi'an, kota kecil yang tadinya hanya pasar tempat bertemu para pedagang dari segala penjuru negeri menjadi ramai setelah kota Xi'an dinobatkan sebagai kota admnistrasi di sebelah selatan ibukota puluhan tahun lalu, banyak pejabat yang datang berkunjung, hingga para pelancong dari segala tempat membuat tanah tandus itu menjadi subur dan ramai. Penduduk setempat mendapat penghasilan yang baik, pajak dari istana juga terkesan adil, disesuaikan dengan pendapatan hingga yang miskin tidak akan dibebani pajak yang besar.

Sejak pemerintahan Tang, Tang Lie dan kini putranya TangYau negara ini menjadi makmur dan tentram. Walau tak bisa dipungkiri kejahatan masih sering terjadi di mana saja.

"Berhenti! Maling!!"

Seorang pria bertubuh besar mengejar maling beberapa anak jalanan yang mengambil sedikit dagangannya, hampir menabrak kuda LuYan dan lainnya yang melintas.

LuYan menggelengkan kepalanya, suasana jalan begitu ramai, sepertinya rombongan harus mencari tempat istirahat sebentar.

Di dalam kereta.

"Sini kakak belum selesai" FeiEr sibuk membenarkan ikatan rambut HongEr sejak tusuk rambutnya diambil oleh kawanan bandit.

"Pelan-pelan kak jangan keras-keras"

"Sudah diam dulu, kalau kak TangYi tahu kau menghilangkan tusuk rambut pemberiannya ia bisa mencubit pipimu sampai bengkak nanti"

HongEr menggembungkan mulutnya.

"Memangnya salahku? bandit-bandit itu mengambilnya, mungkin sekarang sudah dijual, bagaimana yah kak supaya kita mendapatkannya lagi? Kak Yi itu kalau marah menakutkan sekali kak, dia pasti akan mencubit HongEr sampai puas, ayo kak" Rajuk HongEr.

FeiEr seperti tak mau tahu.

"Itu urusanmu Hong"

"Ach kakak"

SongEr yang berkuda di samping LuYan sesekali tampak melirik ke dalam kereta.

DaHuang berkuda di belakang kereta.

Ia masih enggan melihat apalagi mengenal makhluk bernama SongEr, bisa-bisa ia kalap dan kembali menghunuskan pedangnya.

Klop klop klop klop.

LuYan memberi aba-aba agar mereka mencari tempat makan dulu.

"Kita menuju ke sana yah"

"Manisan buah! Manisan buah!" Seru pedagang yang lewat.

Dari dalam kereta tiba-tiba HongEr mengeluarkan kepalanya.

"Manisan kak! Tolong belikan untuk HongEr!" Serunya.

FeiEr menarik HongEr masuk,

"Eh kau ini, duduk yang benar kau bisa jatuh Hong!"

"Manisan kak, HongEr tidak pernah mencobanya kita sudah melewati berapa kota tapi HongEr belum tahu bagaimana rasanya, sepertinya enak kak"

Suara di dalam kereta terdengar hingga keluar,

"Kau ini apa juga mau dimakan, itu belum tentu bagus untuk perutmu kau ingat kata Ibunda jangan jajan sembarangan"

"Kak Fei"

SongEr sibuk melirik penjual manisan yang tadi sudah mereka lewati, ia hampir memutar kudanya saat melihat dari tempatnya DaHuang yang sudah turun membeli tiga tusuk manisan.

"Terima kasih pak"

Tak lama kuda DaHuang bergerak ke depan kereta dan menyodorkan manisan itu ke dalam, mata HongEr berbinar melihat manisan merah mengkilap yang kini sudah ada di depan matanya.

Ia meminta ijin FeiEr sebelum mengambilnya, walau dengan dahi berkerut FeiEr mengangguk.

"Waaaah terima kasih kak, sepertinya enak"

FeiEr melirik DaHuang tajam, tapi DaHuang tersenyum dan menyodorkan satu tusuk manisan kepadanya.

"Tuan muda cobalah, ini enak dan sehat kok"

FeiEr agak gengsi sebenarnya, tapi ia meraihnya juga, ia seorang tuan muda, mana tahu manisan ini enak apa tidak, sebelumnya tidak pernah menyentuhnya.

"Terima kasih" ujarnya ketus. DaHuang tertawa kecil, ia sendiri mendapat bagian satu tusuk.

"Hehe sama sama tuan muda"

_________________

Chapitre suivant