webnovel

12. Who's Choi?

Tatapannya nyalang. Hanya berminat memandangi rintik hujan yang menjatuh dengan latar belakang permadani dunia yang mulai menggelap. Duduk bersantai sembali bersender di punggung sofa. Melipat tangannya didepan dada terkesan angkuh dengan kedua kaki sengaja dibiarkan dalam posisi terbuka. Obsidiannya jadi sering tidak berkedip beberapa menit terakhir ini. Nyatanya Jungkook memang tidak menyangka bisa semudah ini menjadi dekat dengan seorang perempuan yang bahkan dua tahun lebih tua darinya.

Gadis itu adalah Kim Yerin. Seorang perempuan yang katanya memiliki trauma akan masa lalunya yang mengerikan. Dimana ia menyaksikan kematian kedua orang tuanya diusianya yang masih begitu belia. Seperti itulah kata nenek Kim sewaktu memberikan petuah padanya untuk menjadi teman Kim Yerin. Dia bahkan dijanjikan sebuah motel elit untuknya kelak saat dia berhasil membuat cucu semata wayangnya itu kembali bersalaman dengan dunia luar. Bukan hanya sebuah motel yang berharga puluhan atau bahkan ratusan milyar. Tapi Jungkook juga dijanjikan dengan uang setiap bulannya, seperti gaji bulanan. Atau dirinya malah lebih senang menyebutnya pekerjaan yang menguntungkan, seperti bodyguard lebih tepatnya.

Tentu seorang Choi Jungkook tidak akan menyia-nyiakan kesempatan besar seperti ini. Fia menganggapnya ini adalah sebuah berkah Tuhan untuk membuatnya menjadi kaya, mungkin. Mengingat Jungkook hanyalah seorang anak dari tukang kebun di mansion nenek Kim. Iya. Dia hanyalah seorang anak pembantu. Namun jangan ragukan isi kepalanya, dia jenius dan picik dengan kecerdasannya yang diatas rata-rata itu. Berbekal paras inosen yang malah memudahkannya, menjadi tidak berdosa dengan kubangan api intrik yang siap menjalar siapapun yang berurusan dengannya. Tidak terkecuali pun seorang Kim Yerin, yang dimatanya hanyalah gadis lemah dengan segala ketakutannya pada dunia luar.

Namun bukan juga tidak tanpa alasan Jungkook menerima pekerjaan yang membosankan seperti ini. Menjadi seorang teman dari calon pewaris perusahaan terbesar seantero kota elit nan kaya, Abel Red. Tentu saja bukanlah sesuatu yang bisa dibilang mudah, walaupun sekarang bahkan ia tidak memerlukan tenaga lebih untuk membuat perempuan yang sedang menyesap teh disampingnya ini memulai pembicaraan dengannya. Jungkook tahu, bahwa Kim Yerin bukanlah sesuatu yang terlampau mudah, melainkan ia harus berusaha menjadi seorang yang tanpa dosa guna menyelinap masuk kedalam kehidupan seorang Kim Yerin.

Tentu Jungkook tidak bodoh, Yerin adalah calon pewaris. Mungkin terkesan saat pertama kali dirinya benar-benar ingin tertawa. Bagaimana saat dia tahu bahwa Yerin tidak bisa menggunakan ponsel, juga tentang ajakan yang absurd dengan meminum teh herbal disebuah balkon dengan perbincangan yang bahkan sudah terhenti sejak 10 menit yang lalu. Tepatnya semenjak perdebatan tentang microwave yang membuat Yerin membelakangi duduk Jungkook. Namun mungkin semua itu hanyalah topeng, sama seperti dirinya yang memiliki banyak rahasia dibalik wajah inosennya. Tapi dia jelas tahu bahwa Yerin tidaklah sebodoh itu.

"Kau menipuku ya?" celetuk Yerin yang tiba-tiba membuat atensi Jungkook terkumpul pada satu titik. Jungkook menoleh begitu saja, tapi air mukanya tidak menunjukkan ekspresi apapun. Datar.

Jungkook tentu saja tidak kaget mendapat pertanyaan seperti itu, tapi dari seorang Kim Yerin, tentu menjadi sedikit berbeda. Apalagi kalo bukan karena itulah yang sebenarnya sedang Jungkook lakukan.

"Menipumu?" Tanya balik Jungkook dengan paras inosennya yang malah terkesan menyebalkan. Bahkan Yerin belum sama sekali berniat membalik badannya guna menghadap Jungkook yang masih santai sembari menggapai cangkir yang sudah lama tidak tersentuh.

Jungkook masih dalam scene berusaha setenang mungkin, berlaku inosen seperti bocah 17 tahun pada umumnya. Seorang yang baru saja memasuki masa remaja kemudian berhadapan dengan gadis cantik yang membuatnya harus mengendalikan dirinya, sebab gadis didepannya ini sangat cantik, bahkan kelewat manis seperti rasanya dia ingin segera menyentuh.

"Kau sudah berjanji akan menceritakan semuanya. Choi Jungkook si adik manis yang mengesalkan." ucap Yerin dengan nada meledek. Juga sekarang dirinya yang sudah berbalik hingga mendapati presensi Jungkook yang masih sibuk menyeruput teh didalam cangkir itu. Sepertinya sangat menyenangkan membuat Jungkook tersedak.

"Jungkook!" Teriak Yerin hingga membuat Jungkook hampir saja melemparkan cangkirnya dan menyemburkan yang ada dimulutnya ke wajah Yerin, namun beruntungnya, dia masih bisa menahannya. Menelan dengan susah payah lalu terbatuk setelahnya.

Kim Yerin memang kurang ajar!

"Noona. Apa kau berniat membunuhku?" Ucap Jungkook lebih seperti sedang memprotes. Iya memang Jungkook memprotes. Bisa-bisanya dia hampir mati tersedak hanya karena teriakan noona nya yang menggelegar.

Yerin tertawa, seperti tanpa dosa dan berlagak seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Sedangkan Jungkook sudah meletakkan cangkirnya dan menatap Yerin dengan sorot mata yang seperti memancarkan laser. Hendak mencekik kalo boleh, tapi dia bukan psikopat. Jungkook adalah pria yang manis.

"Baiklah, mau mendengar darimana, noona?" Jungkook membenarkan duduknya, sesekali mengelap dagunya yang sempat basah karena guncangan cangkir dengan tishu yang ada dibawah meja. Sementara air mukanya sudah kembali seperti semula. Menggemaskan dan inosen.

Jungkook senantiasa menghadap Yerin, entah sebenarnya apa yang sedari tadi Jungkook perhatikan bukanlah Yerin, namun sesuatu yang nyata disana. Cakrawala luas yang sudah sepenuhnya gelap, namun dimata Jungkook disanalah seperti sebuah kaset yang terputar dilayar monitor besar, dimana saat ia menemukan sebuah kertas didalam amplop coklat usang dikamar ayahnya. Tentu Jungkook penasaran, dia adalah dewanya penasaran, dia tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang dia ingin tahu. Namun, fakta baru yang dia ketahui waktu itu, rasa penasaran yang malah membawa dirinya pada mala petaka akan sebuah kebenaran, yaitu fakta bahwa yang ia temukan adalah sebuah akta kelahiran.

Sebuah fakta yang membawanya pada sebuah kenyataan yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Akta yang selama ini selalu ayahnya katakan bahwa akta nya hilang semenjak dia masih bayi. Mungkin dia dulu masih terlalu polos hingga percaya begitu saja, namun malam itu, semuanya berubah.

Ia tersenyum, menatap nyalang pada hampanya langit yang tidak berbintang sama sekali. Mengingat malam itu ternyata membuatnya kembali mengingat tujuannya. Tentang haknya yang sama dengan gadis didepannya, karena kenyataan yang dia dapatkan bahwa dia memiliki marga yang sama dengan Yerin, didalam akta kelahiran yang telah mengusang itu, ia menemukan bahwa nama utuhnya adalah; Kim Jungkook.

"Apa tadi ada yang memperhatikanku saat aku pingsan? Ah pasti mengerikan menangkap semua sorot mata mereka kan Kook?" ucap Yerin sembari membenarkan rambutnya. Padahal rambutnya rapi-rapi saja. Tapi kegugupannya memakan segalanya, termasuk dirinya sendiri.

Jungkook terlihat menghela nafas panjang sebelum membuka mulut untuk menjawab apa yang Yerin minta. Hingga akhirnya dia bersila diatas sofa sembari menghadap Yerin. Benar-benar berhadapan, sampai-sampai Yerin bergerak tak nyaman, hendak membenarkan kakinya yang sudah bersila sedari tadi, tapi segera Jungkook menahannya.

"Noona, jangan sungkan, aku ini temanmu." Ucap Jungkook seperti sangat mengerti akan apa yang Yerin khawatirkan. Dan akhirnya Yerin memilih untuk diam saja, berhadapan pun sebenarnya tidak masalah, anggap saja yang didepannya ini adalah adiknya sungguhan.

"Seperti ini. Noona siap mendengarnya. Aku jadi sedikit ragu akan mengatakannya." ucap Jungkook lagi. Kali ini raut muka Jungkook yang seperti merasa bersalah, dan itu pula lah yang sukses memancing rasa penasaran Yerin yang tiba-tiba berada di tingkat tertinggi.

Jungkook masih diam selagi menunggu respon apa yang akan dia dapatkan dari Yerin yang nampak sedang berpikir sejenak. Namun akhirnya ia bisa melihat kalau Yerin mengangguk mantap. "Ceritakan saja." titahnya.

"Aku mungkin akan dipecat oleh nenek setelah ini. Aku benar-benar minta maaf noona." Jungkook menunduk, membuat Yerin kembali ingin memaki Jungkook karena malah membuatnya semakin tersiksa penasaran.

"Bisakah jangan berputar-putar?" ujar Yerin dengan raut yang menunjukkan rasa bosannya karena dibuat menunggu terlalu lama dengan bongkahan penasarannya akan apa yang segera Jungkook katakan padanya. Sedangkan Jungkook sama sekali tidak menunjukkan raut mencurigakan disana.

"Tadi, aku sempat terkejut saat kau merosot ke lantai dan memejam. Bahkan aku tidak bisa berkata-kata lagi selain memanggil-manggil noona. Saat itu aku harus mengurus keperluanku dikelas baru dan juga untukmu, tapi kupikir keselamatanmu adalah segalanya. Kau tahu noona? Bahkan aku sempat sejenak tidak bisa berpikir beberapa saat, tapi akhirnya aku memutuskan untuk membopongmu kedalam mobil. Tapi, bukan mobil kita, seseorang menawarkan untuk mengantarkanmu kerumah sakit."

Mendadak Yerin menjadi stagnan ditempat. Jantungnya seperti kembali berpacu layaknya mobil sport yang sedang berada di sirkuit. Saling memburu dan mendahului, bahkan dia sampai susah untuk bernafas. Harusnya dia terharu dan berterimakasih pada Jungkook, tapi sesaat setelah Jungkook mengatakan bahwa ada orang lain diantara mereka berdua, terlebih saat Jungkook mengatakan bahwa dia tidak memasukan dirinya kedalam mobilnya. Itu jugalah salah satu yang membuatnya ingin menghajar Jungkook saat itu juga. Bagaimana bisa Jungkook membiarkan orang yang asing bagi Yerin membawa dirinya ke rumah sakit? Oh sekarang tinggal; apakah Jungkook ikut dimobil itu? Atau benar-benar melepaskannya bersama orang asing itu?

"Sebentar. Bukan mobil kita?" Mendengar itu, pun Jungkook mengangguk mantap. Membenarkan dengan yakin apa yang menjadi pertanyaan didalam benak Yerin. Wajah yang khawatir, serta bibirnya yang mempout gemas dan kelopak eyelide yang begitu lucu. Jungkook menyukai semua yang ada pada Yerin. Namun sekali lagi, Jungkook harus tetap mengingat tujuannya. Tujuan awalnya, yang membuatnya bisa sampai duduk disana.

"Kau ikut?" Lagi. Jungkook menggeleng. Pasrah dan merasa bersalah. Detik kemudian wajah itu menunduk, Yerin bahkan sampai harus melongok wajah Jungkook dengan cara dia mengintip dari bawah, membungkukkan badan dan akhirnya meraih dagu dengan jemari lentiknya, membawa Jungkook untuk kembali menatap matanya.

"Tidak?" Sekali lagi Jungkook mengangguk. Sungguh sekarang yang terlihat adalah Jungkook dengan seribu penyesalannya. Wajah inosennya seketika menghilang, seperti Jungkook benar-benar menyesal atas semuanya.

"Lalu, siapa yang mengantarku?" Yerin sangat penasaran. Bagaimana pun juga dia harus tahu siapa yang menolongnya.

Yerin masih berusaha bertanya setenang mungkin. Mengontrol pita suaranya agar tidak sampai mengeluarkan suara yang terbata-bata. Karena sungguh jika ingin jujur, Yerin takut setengah mati sekarang. Perihal orang asing dan satu lagi; Jungkook.

Yerin sendiri tidak tahu apa yang dirinya khawatirkan terhadap Jungkook. Tapi Jungkook bukanlah hal yang mudah diabaikan. Kehadirannya yang tak terduga dua hari yang lalu. Presensi yang menawarkan berbagai sisi kenyamanan yang membuatnya bisa dengan cepat bisa menghancurkan benteng besar seorang Kim Yerin. Mungkin maksud Yerin bukan Jungkook yang yang dia takuti, melainkan dia takut pada dirinya sendiri. Nyatanya, kenyamanan yang Jungkook selalu berikan untuknya, bukanlah sesuatu yang dengan mudah Yerin lupakan.

"Hyung."

Sekarang bukan rasa lega yang Yerin rasakan setelah Jungkook menjawab pertanyaannya, melainkan ia malah semakin bertanya-tanya. Siapa yang Jungkook sebut sebagai 'hyung' itu? Apakah dia memiliki kakak laki-laki? Selalu saja Jungkook membuatnya penasaran. Tidak peduli apapun itu, tapi Jungkook sukses membuat Yerin mengakui bahwa Jungkook itu; 'Menarik'.

"Jimin hyung yang membawamu ke rumah sakit."

[]

Chapitre suivant