webnovel

» Dewa dan Kasturi.

Tiga tahun lalu, Dewa dan Kasturi adalah pasangan paling berbahagia. Hidup berjalan sesuai apa yang mereka rencana dan harap-harapkan. Kini waktunya bagi mereka untuk mendekap erat sesuatu yang bernama kebahagiaan setelah sekian lama memperjuangkannya. Hari sepanas apa pun, badai sedahsyat apa pun, dan kelakar dunia seburuk apa pun, mereka yakin mampu melaluinya jika berdua. Hanya Dewa dan Kasturi, tidak peduli yang lainnya.

Dewa dan Kasturi pertama kali bertemu di sebuah panti yang akhirnya menjadi tempat keduanya tumbuh bersama selama beberapa tahun.

Kasturi berusia empat setengah tahun ketika ia dikirim ke panti karena tidak memiliki wali. Kasturi kecil sangat pendiam dan pemalu. Seorang gadis kecil yang rapuh sekaligus tertutup. Ia tidak membaur, tidak ikut berlari-larian, bermain petak-umpet, atau masak-masakan seperti anak perempuan lainnya. Tidak juga berjingkrak-jingkrak girang ketika mendapat baju baru di Hari Raya, atau boneka beruang lucu saat ulang tahun.

Kasturi benar-benar tertutup. Kepada orang dewasa, anak-anak seusianya, juga kepada dunia.

Berbeda dengan Kasturi, Dewa adalah seorang anak yang optimis nan periang. Ia sangat suka belajar dan bermain. Sangat suka bertingkah jahil juga konyol. Selalu mengundang gelak tawa orang-orang di sekitarnya. Dewa kecil merupakan bocah yang baik hati.

Dewa sering berada di dapur untuk membantu petugas panti menyiapkan makanan. Ia bertugas menyiapkan piring, sendok, dan gelas. Juga menata piring-piring yang sudah terisi nasi dan lauk-pauk ke meja makan di ruang tengah. Dewa juga mengambil tanggung jawab untuk segera membersihkan lantai jika salah seorang anak sesama penghuni panti menumpahkan air atau makanan ke lantai. Dewa kecil benar-benar menggemaskan dan disayangi semua orang.

Kesamaan antara Dewa dan Kasturi, juga anak-anak lain di panti adalah mereka tidak beruntung dalam hal memiliki orang tua. Mereka di satukan oleh perasaan kesepian karena ditinggalkan dan, atau ditelantarkan. Mereka tidak memiliki tempat pulang bernama rumah atau keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara kandung.

Di usia anak-anak yang begitu rentan, mereka sudah harus menanggung luka karena perilaku orang dewasa yang tidak bertanggung jawab, oleh perilaku takdir yang menyakitkan. Di usia itu juga mereka tumbuh menjadi makhluk-makhluk yang lebih kuat dibanding anak-anak lain di luar sana. Mereka sudah lebih dulu mengerti rasa sakit ketika anak-anak lain hanya bisa tertawa-tawa bahagia. Lebih dulu mencicipi seperti apa kesepian ketika anak-anak lain sedang bermimpi indah oleh dongeng keluarga mereka yang hangat.

Dewa telah tinggal di panti sejak bayi. Ia tidak mengerti istilah keluarga yang dibagi menjadi ayah dan ibu. Yang ia mengerti keluarga adalah seluruh orang dalam panti, pengurus, dan anak-anak lain yang senasib dengannya. Keluarga adalah orang yang sejak ia kecil berada di sekitarnya.

Dewa tumbuh dengan baik berkat cinta dan kasih sayang pengurus panti yang tulus, yang telaten merawat semua anak di saat bersamaan.

Tidak sama dengan Kasturi yang ditinggalkan begitu saja di taman, Dewa ditinggal di depan panti dengan tubuh mungilnya yang dililit bedung agar tetap hangat.

Setelah ibu Kasturi menjual rumah, ia mengajak Kasturi bermain di taman dan membelikannya es krim. Sebelum pergi, setelah dijemput oleh seorang pria bertubuh besar, tinggi, berwajah seram, ibu meminta agar Kasturi menunggu. Entah untuk menunggu apa, karena waktu demi waktu yang dihabiskan Kasturi untuk menunggu, tidak juga membuat ibunya kembali.

Udara begitu dingin dan Kasturi hanya ditemani perutnya yang kelaparan. Satu jam, dua jam, Kasturi menghabiskan waktunya dengan menangis kemudian jatuh pingsan. Seseorang menemukan Kasturi saat tubuhnya yang menggigil, nyaris beku.

Kasturi kecil sebenarnya telah mendapat pertanda sejak lama. Tatkala ibunya mulai memandang kehadirannya hanya sebagai penganggu. Dari reaksi yang ibunya tunjukkan setelah bertelepon dengan pria itu, dari cara memperlakukannya ketika keduanya berkencan dan tidak ada tempat untuk Kasturi dititipkan. Ia menyadari semua gelagat tidak menyenangkan itu. Pun ketika ibunya menjadi semakin sering memarahi dan memukulnya.

Sebagai anak berusia 4 tahun, Kasturi merasa tidak akan bisa hidup tanpa ibu. Ia tidak memikirkan kemungkinan bahwa ia akan ditelantarkan, dibuang. Toh, seperti yang sering ia dengar bahwa kasih sayang ibu sepanjang masa, sepanjang jalan. Kasturi memang tidak tahu masa itu sepanjang apa, yang ia tahu pasti sangat panjang untuk seorang ibu tidak akan pernah tega meninggalkan anaknya seorang diri. Tapi nyatanya...

Di usia itu pertama kalinya Kasturi merasa dicampakkan, tidak diinginkan, dan dikhianati. Setelah hari-hari yang panjang berlalu, ia tidak tahu lagi seperti apa rasanya. Yang ia ingat hanya dinginnya udara malam, perutnya yang kelaparan, dan tangisnya yang tidak mau berhenti.

Lingkungan panti yang baik, teman-temannya yang menyenangkan, dan kasih sayang yang diberikan padanya akhirnya membuat Kasturi kembali bisa membuka pintu hatinya untuk dunia, untuk orang lain.

Anak yang pertama kali berteman dengannya adalah Dewa. Dewa memuji namanya yang indah, dan sering berbicara dengan Kasturi mengenai banyak hal meski Kasturi sendiri lebih dominan diam sebagai pendengar.

Seorang anak laki-laki bertubuh kecil dan kurus, dan satu anak lagi dikirim ke panti dua bulan sebelum panti akhirnya tutup.

Panti ditutup bukan lantaran pengeluaran yang membengkak atau kaburnya para donatur. Sebaliknya para donatur terus bertambah, dan segala hal yang berhubungan dengan biaya dapat diatur dengan baik. Panti justru tutup karena sengketa lahan.

Setelah ayah pemilik panti meninggal, sebuah perusahaan menginginkan tanah luas nan strategis yang dimiliki panti untuk dibangun sebuah pusat perbelanjaan. Mereka pun mulai gencar membujuk para ahli waris. Menghalalkan segala iming-iming. Dan terjadilah, panti dijual dan uang hasil penjualan dibagi-bagi.

Anak-anak yang berada di panti dipindah ke panti lain dan banyak di antaranya yang diangkat anak oleh pasangan suami-istri.

Mereka yang akhirnya diadopsi kemudian dapat merasakan keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, juga tempat pulang bernama rumah.

Anak-anak yang masih bersekolah di tempat yang sama rutin saling menjaga komunikasi. Sesekali mereka masih akan bermain dan bertemu di luar sekolah. Begitu pun Dewa dan Kasturi. Meski berada di sekolah yang berbeda, mereka masih sering bertemu. Kasturi pun belajar bersikap optimis dan terus melanjutkan hidup.

Memasuki usia remaja, semua anak mulai jarang bertemu. Mereka sibuk dengan dunia masing-masing. Agar tidak berpisah meski waktu terus berlalu, Dewa dan Kasturi membuat ikrar. Ikrar yang harus mereka penuhi saat dewasa nanti.

Dewa dan Kasturi sama-sama memulai kehidupan mandiri mereka di tempat masing-masing. Dewa ikut seorang pemilik warung baik hati yang telah tua, dan tinggal di tempat seadanya. Hari-harinya dihabiskan untuk bekerja dan sekolah.

Kasturi berada dalam situasi yang lebih baik. Ia yang merupakan siswi teladan dan berprestasi mendapat beasiswa dan masuk ke SMA yang memiliki asrama. Agar memiliki uang saku dan tabungan, Kasturi mengisi waktunya dengan mengajar privat beberapa anak sekolah dasar.

Hari-hari yang dilalui memang tidak semuanya mudah. Krisis ekonomi yang terjadi, panas-dinginnya suhu politik kala itu, bagi dua anak manusia yang baru memulai berdiri di atas kaki sendiri semua itu bak badai yang tak ada habisnya.

Sesekali mereka akan merasa terlalu lelah oleh terpaan angin yang begitu kuat, atau hujan air mata yang tidak ada habisnya. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan selain sehari lagi mencoba untuk bertahan. Setiap hari, sehari lagi. Mereka yakin bumi masih berputar dan akan ada saat mereka menempati giliran berada di atas.

Berkat keyakinan, kerja keras, dan kesabaran pada mimpi yang tidak ada habisnya pertemuan yang sudah direncanakan pada jauh hari di belakang sana, akhirnya datang. Dewa telah tercatat sebagai pegawai tetap di sebuah perusahaan minyak terbesar dan Kasturi memenuhi mimpinya sebagai seorang guru di sebuah SMP swasta.

Mimpi telah dipenuhi dan ikrar yang telah dibuat pun layak ditepati. Mereka akhirnya menikah. Berjanji untuk membagi suka dan duka. Berjanji untuk berbakti dan saling mengasihi satu sama lain.

Kasturi sedang hamil 5 bulan ketika sebuah kecelakaan terjadi. Kecelakaan yang tidak hanya merengut calon bayi di rahim Kasturi, namun juga merengut sistem gerak pada kakinya. Dunia yang sebelumnya merah megah, penuh gairah dan suka cita, mendadak hitam kelam dalam satu malam. Kecelakaan yang akhirnya merengut banyak hal untuk Dewa dan Kasturi.

Agar bisa selalu ada untuk istrinya, Dewa keluar dari pekerjaannya yang nyaman dan mulai membuka perusahaannya sendiri. Perusahaan kecil dalam bidang instalasi dan pemasangan jaringan. Pekerjaan yang tidak akan begitu menguras waktunya. Untuk urusan lapangan, ia akan memercayakan semuanya pada para pekerjanya ketika bagiannya telah dituntaskan. Ketika baru bergabung dengan sebuah Asosiasi Kontraktor yang ada di kotanya, pertemuan dengan Rindang pun dimulai.

Kantor yang ditempati Dewa adalah sebuah bangunan berlantai dua. Lantai atas digunakan untuk kantor Asosiasi sementara kantor para Kontraktor berada di lantai satu. Disebut kantor meski tidak berupa ruangan. Hanya ada meja-meja yang disekat dengan papan kecil untuk memisahkan meja satu dengan meja yang lainnya.

Kecuali lantai atas, kantor di lantai satu lebih sering sepi. Hanya ada karyawan seperti halnya Rindang yang menempati ruangan. Mengerjakan pekerjaan administrasi, dan selalu siap sedia jika diperlukan. Untuk para kontraktor seperti Dewa, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar untuk mencari pekerjaan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.

Khusus Dewa, ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk menemani istrinya karena seperti itulah tujuan awal ia memilih beralih profesi.

Kasturi mengalami lumpuh di sekitar perut sampai ke kaki. Kerusakan syaraf di sekitar daerah yang lumpuh teramat fatal hingga dokter memberi vonis lumpuh permanen pada sakit yang dideritanya. Sontak saja kenyataan itu membuatnya harus rela memudarkan mimpinya sebagai seorang pengajar. Ia bertekad untuk sembuh lebih dulu.

Tidak lantas berputus asa, kedua pasangan muda itu mencoba berbagai hal. Bermacam-macam pengobatan. Setiap saran yang masuk dari teman atau didapat melalui media sosial, setiap dari itu juga mereka mencobanya. Dengan harapan baru. Kemungkinan lain. Terus, selama beberapa tahun.

Lelah menjadi satu-satunya kalkulasi dari segala usaha yang dilakukan. Sekian lamanya mengikuti terapi panjang, memakan pil-pil pahit, meminum jamu-jamuan yang hanya dengan mencium baunya saja sudah membuat mual, mencoba berbagai pengobatan alternatif, tidak ada satu pun yang berhasil. Vonis lumpuh permanen tidak juga berubah, bahkan untuk sekadar memperlihatkan sedikit tanda-tanda perubahan.

Putus asa, kecewa. Kasturi tidak lagi memiliki kepercayaan diri untuk mencoba, bahkan untuk berharap. Harapannya telah terburai dan memuai begitu saja di udara. Tidak mungkin lagi melanjutnya mimpinya. Ia ingin menjadi seorang pengajar yang baik, bukan pengajar lumpuh dan penyakitan.

Ketika semangatnya telah mati, mimpinya pun ikut lebur, dan yang tertinggal hanya rasa sakit.

Berada dalam pusaran putus asa, perasaan kecewa, dan ketidakpercayaan dirilah yang membuat segala situasinya menjadi lebih berat. Kasturi yang lembut, pengertian, dan baik hati berubah menjadi wanita pemarah yang emosional. Ia mengalami gangguan kecemasan yang berlebihan. Merasa akan ditinggalkan dan tidak diinginkan oleh seisi dunia.

"Kamu boleh tidur dengan wanita lain, tapi tidak lebih!!" cecar Kasturi pada Dewa suatu ketika ia mencium aroma parfum yang tidak dikenal di pakaian suaminya.

Itu adalah kalimat paling menyakitkan yang pernah Dewa dengar. Pertanda bahwa segala sifat dan tingkah laku Kasturi telah benar-benar berubah bersama dengan perubahan pada fisiknya.

Ini bukan pertama kalinya mereka berdebat mengenai kecurigaan-kecurigaan Kasturi yang semakin hari semakin menjadi-jadi, tapi hari itu kali pertamanya Dewa merasa sangat tersakiti oleh kalimat yang keluar dari mulut wanita yang sangat ia cintai.

Hati Dewa tersakiti sangat dalam. Tidak menyangka kalau wanitanya akan berpikir rendah mengenai dirinya. Menilai terlalu murah kesetiaannya. Harga dirinya tidak terima, tapi sekali lagi ia mencoba mengalah, berusaha memahami. 'Istriku sedang sakit, ia sedang memikul beban yang terlalu berat untuk ditanggungnya.'

Cinta. Satu sisi memberi tekanan, mencurigai, bersikap keras. Sisi yang lain menerima, memahami, mengalah. Mereka terjebak dalam pusaran itu dan mengulanginya selama 4 tahun. Seperti Kasturi yang merasa lelah berharap, tidakkah suatu saat mereka akan merasa lelah dengan situasi yang menjerat hubungan mereka...

_abcde_

Chapitre suivant