webnovel
avataravatar

Max Mulai Ikut Campur

Nathan tak habis pikir dengan apa yang membuat Max pagi-pagi begini sudah berdiri di depan kamar hotel yang ditempatinya. Mereka sepertinya tak sedekat itu hingga Max harus repot-repot menghampirinya dengan setelan jas mahal yang sangat kontras dengan kaos oblong yang dipakainya. Kemarin memang Nathan sempat membeli beberapa setel pakaian santai, karena ia merasa tak akan secepat itu ia kembali ke rumah orangtuanya.

Sebenarnya bukan maksud untuk bertindak tak dewasa dengan ia yang bahkan tak masuk kerja, Nathan hanya ingin sedikit mengurangi beban pikiran buruk yang seringkali terbesit di benaknya.

Ya, meski secara jujur Nathan katakan jika ia ingin sekali diberikan perhatian lebih oleh mamanya. Dalam urusan ini memang ia kekanak-kanakan sekali. Lagipula urusan perusahaan masih banyak yang menangani dari orang-orang kepercayaan papa Nathan.

"Ehm... Max!" pekik Nathan saat Max secara tiba-tiba memeluknya. Nathan berusaha melepaskan, namun sepertinya Max malah semakin mempererat cengkraman di punggung dan pinggangnya. Tubuh mereka saling menempel erat, kedua lengan Nathan yang tepat di antara dada mereka itupun sama sekali tak bisa memberi jarak.

"Aku khawatir," jawab Max singkat. Kepala yang menempel di puncak rambut Nathan itu seperti meniup helaian rambut Nathan saat Max berbicara atau pun menghembuskan nafas. Tubuh Max lebih mendominasi dengan tinggi dan otot-otot kekarnya, Nathan pun hanya mencapai dagu pria itu.

"Heh!"

"Bau alkohol di tubuhmu begitu menyengat, apa kemarin kau tak membersihkan tubuhmu sebelum tidur?"

Secara tiba-tiba ucapan itu membuat Nathan merinding. Elusan seduktif kedua lengan Max di tubuhnya itu membuat Nathan merasa sedikit khawatir. Ada apa dengan pria blasteran itu?

Drrrtt

"Ponsel ku berbunyi."

Nathan pun menghela nafas lega, dengan berlari kecil ia pun menggapai ponsel yang diletakkannya di ranjang. Panggilan video dari grup yang berisi kawan-kawannya itu pun seolah menjadi penyelamat dari situasi yang begitu canggung.

Menatap layar ponsel yang menampilkan keempat wajah kawan lainnya pun membuat Nathan menarik senyum ceria. Ilham yang sedang mengendarai mobil, Aki yang terlihat rapi dengan jas putih dokternya, Galang yang terlihat santai dengan beberapa pelanggan moge di bengkelnya, atau pun Tommy yang terlihat sibuk dengan beberapa dokumen berserakan di meja kerjanya.

"Hai..." balas Nathan dengan melambaikan tangan. Kakinya berjalan kearah jendela kaca besar, tak ada alasan lain, hanya menjauhkan diri dari jangkauan Max yang membuatnya tak nyaman.

Sesekali ekor matanya mengawasi Max yang mendudukkan diri di ranjang. Nathan tiba-tiba tersedak ludah kala tatapan mereka bertemu. Ia merutuki kebodohannya yang pasti membuat Max mengira ia sedang memperhatikannya.

"Ya, kawan yang selalu hilang dihari ulang tahunnya, awas saja jika nanti kau tak berkumpul! Akan ku acak-acak cafe mewahmu itu!"

"Hahah... Kalian tenang saja, aku nanti pasti hadir," sahut Ilham yang sepintas terdengar di telinga Nathan. Ia nampak sibuk menghindari tatapan mata Max yang tertuju ke wajahnya dan membuat Nathan berinisiatif menelengkan kepalanya ke pemandangan di balik jendela kaca itu.

"Oh, kawan... Jangan bilang kalau kau sedang di hotel atau rumah wanita incaranmu?" sahut Ilham membuat mereka menyorakinya.

"Tidak... Aku memang sedang ada di hotel, dan jangan kalian berfikir kalau aku bersama dengan seorang wanita!" tegas Nathan membuat mereka menyebikkan bibir tak percaya.

"Apakah kami bisa mempercayai pria dewasa ini?" celetuk Tommy membuat yang lain berpikir lebih jauh. Saat mereka mulai menertawainya dan Nathan dibuat terkejut dengan kedua tangan yang menyentuh bahunya.

Kaus tanpa lengan itu seperti memperparah keadaan dengan kulit mereka yang saling bersentuhan. Nathan benar-benar merasa tak nyaman dengan posisi Max yang berdiri tepat dibelakangnya. Ingin sekali Nathan menghempaskan pria yang kini malah memajukan wajahnya untuk bisa memperjelas tampilannya di kamera ponsel. Kebiasaan Nathan yang sering kali bermuka dua untuk bisa mempermudah ikatan antar relasi membuat ia tak bisa menjadi diri sendiri. Itu seperti sudah ditanamkan papanya dulu sedari kecil. "Untuk bisnis, sedikit menipu dengan wajah saja tak cukup. Bersikap baik dan elegant walau sebenci apa pun kau dengannya. Toh, pada dasarnya yang sama-sama dikejar adalah uang".

Dan Nathan sadar hubungan keluarga Max dan dirinya hanya karena itu. Tak ingin mengacaukan citra sang papa, Nathan harus bisa menjaga sikap.

"Oh! Ternyata kau di situ juga Max? Kalian ada apa sampai berdua an di hotel pagi-pagi begini?" Pertanyaan Aki membuat yang lainnya ikut penasaran.

"Hmm... Kalian terlihat serasi sekali di layar ponsel ku. Suami yang bersetelan mahal dengan istri yang berpakaian ala kadarnya yang sibuk mengurusi beberapa bayi. Hahah... Lucu sekali pikiranku ini."

Nathan hanya bisa menahan geraman kesal pada Tommy yang mulai bertingkah. Tawa kerasnya seperti mengejek dirinya yang jauh sekali levelnya di bandingkan Max.

Perbincangan via panggilan video itu akhirnya usai dengan Nathan yang tetap saja jengkel. Max rupanya tak berhenti begitu saja dalam mengganggu harinya. Saat pintu kamar yang secara tiba-tiba di ketuk dan ternyata adalah salah satu anak buah Max. Nathan nyaris saja lupa, hotel mewah ini milik Max. Tapi yang membuatnya tak habis pikir adalah saat pria itu dengan santainya menempati ranjang dengan menyelonjorkan kaki serta laptop yang saat ini jadi fokusnya.

"Kenapa berdiri diam disana, kau tak mandi?"

Tanpa menjawab, Nathan langsung melangkahkan kakinya kearah kamar mandi. Ia yang sedikit tak fokus malah menabrakkan jempol kakinya di pinggiran pintu. Mengabaikan rasa sakit, pintu dihempaskannya kasar. Ingatannya membuat Nathan menggaruk kepalanya merasa malu.

"Hah!"

Menghembuskan nafas melalui mulut dengan tangan yang mencoba menjadi perantara. Ugh... Bau sekali mulutnya! Nathan seketika hilang kepercayaan diri mengingat sedekat apa dirinya tadi dengan Max. Pasti pria itu menggunjingnya dalam hati.

"Sial! Mau ditaruh dimana wajahku ini!"

Malam pun tiba, Nathan yang pergi satu mobil dengan Max itu pun memasuki area klub langganan mereka. Setelah seharian menghabiskan banyak waktu dengan perasaan canggung, inilah saat yang Nathan tunggu-tunggu. Menegak satu gelas minuman secara langsung membuatnya sedikit rileks.

"Woi! Baru datang langsung minum saja," tegur Galang dengan memukul belakang kepalanya.

"Heheh... Hai!" sapa Nathan dengan melambaikan tangannya.

"Tumben sekali kau seceria ini saat datang ke klub, ada apa memangnya?"

Ruangan yang di pesan secara privat membuat perbincangan mereka sama sekali tak terganggu oleh musik yang terlalu keras. Ruangan yang cukup besar dengan keadaan temaram serta lampu disko yang memberi sensasi kemeriahan. Posisi duduk melingkar dengan Max yang tepat di sebelah Nathan.

"Hemm... Perayaan ulang tahun Ilham, kan?" sahut Nathan enteng. Menuang lagi dan lagi minuman itu ke dalam gelasnya saat semua kawannya asik mengobrol.

"Benar. Ini adalah acara Ilham... Mau hadiah apa nih, Ham? Kalau mau cewek cantik, aku ada kenalan."

Galang memajukan gelasnya dan mendentingkan bersama gelas alkohol mereka.

"Tidak perlu, cukup dengan kehadiran kalian saja, aku sudah sangat senang, kok!"

"Sangat menggelikan!" timpal Aki.

"Ya sudah, kalau begitu kita fokus untuk mabuk-mabukan, saja!" ajak Nathan dengan memegang langsung botol minuman itu. Menegakkan cukup lama, sampai sebuah tarikan membuat tautan mulut botol dan bibirnya terlepas. Max yang sedari tadi tak melepaskan pandangannya pada Nathan itu cukup mengetahui, Nathan sudah begitu mabuk, ia tak kuat minum.

"Ikut!"

Max menghempaskan botol itu ke meja dan menarik tangan Nathan. Tubuh sempoyongan itu sudah membuatnya begitu yakin dengan kondisi Nathan saat ini. Mereka baru saja berkumpul, dan Nathan yang sok itu malah mengacaukannya dengan mabuk begitu cepat.

"Hei! Kenapa sih, Max?" tanya Ilham mewakili kebingungan kawan lainnya.

Pintu terbuka dan tertutup, Max membawa keluar Nathan dengan beralih memegang pinggangnya. Menuju mobil dan menguncinya.

"Kabur dari rumah? Berita itu sudah membuat pagi hariku begitu panik. Tapi untung saja orang suruhanku bisa bertindak cepat."

"Tau dari mana?" rupanya Nathan masih cukup sadar untuk bisa berbincang dengannya. Wajah memerah khas orang mabuk itu membuat Max menahan gemas.

"Dari tante Rara. Kau tak berfikir, ya? Mamamu pasti akan khawatir, terlebih lagi om Bagas sering berpergian ke luar negeri."

Ucapan Max membuat Nathan mendecikkan bibir. Ia tak bisa lagi bermuka dua, alkohol rupanya sudah mengambil alih kesadarannya.

"Jangan mulai ikut campur dalam masalahku! Lagipula mama tak seingin itu untuk membuatku pulang. Dia dingin, aku tak suka!"

Chapitre suivant