webnovel

Gigit Aku

Juan bangkit dan pemandangan Galang dengan wajah datarnya. "Pak Direktur, aku tidak bisa berkonsentrasi jika kau seperti ini, tolong hargailah aku."

Galang Mengepalkan kedua tangannya lagi dan berkata, "Cepat!"

Juan segera menunduk kembali, takut jika Galang kan kembali mengamuk padanya.

Namun, saat memegang lukanya, Luna berteriak kesakitan.

Galang menjadi panik dan memarahi Juan. "Tidak bisakah kau pelan-pelan!"

Sedangkan Juan, hanya menghela nafasnya saat kembali diomeli lagi, dan memendam rasa kesal dalam hatinya.

Bagaimana dia bisa berkonsentrasi menangani luka gadis ini jika Galang terus-terusan memarahinya dan bertingkah berlebihan begitu?!

Walaupun begitu, sebagai seorang dokter yang sedang merawat pasiennya, Juan memiliki kesabaran lebih saat menghadapi kerabat pasien yang panik seperti Galang saat ini.

Dia berhati-hati dan dengan telaten merawat luka Luna, namun lukanya memang agak terlalu serius, jadi tidak mungkin tidak akan sakit saat dia mengobati lukanya.

Di sisi lain, Luna yang merasa kasihan dengan Juan yang dimarahi terus oleh Galang, mencoba menahan rasa sakitnya dengan menggigit bibirnya kuat-kuat.

Karena sangking sakitnya, dahinya berkeringat dingin dan wajahnya menjadi pucat.

Galang merasa kasihan saat melihat Luna yang menahan rasa sakitnya sendirian, kemudian dia mengulurkan salah satu tangannya ke bibir Luna dan berkata, "Gigit aku jika merasa sakit."

Juan yang sikunya tersenggol lengan Galang tanpa sengaja menekan luka di kaki gadis itu dan Luna menggigit keras lengannya.

Pria itu mengerang saat digigit Luna, bukan karena merasakan sakitnya karena digigit, namun merasakan sensasi lain saat merasakan mulut kecil basah yang menggigitnya.

Tubuhnya gemetar dan dia menoleh untuk melihat ekspresi Luna. Ekspresi gadis itu menahan sakit dan mulutnya basah karena air liurnya sendiri.

Melihatnya yang seperti ini tubuh Galang memanas dan dia mengutuk dalam hatinya, kemudian duduk di sisi ranjang.

Galang merengkuh kepala Luna dan menyodorkan bahunya lalu berkata dengan suara serak, "Gigit di sini."

Luna langsung menggigit bahunya yang membuat pria itu mengerang kecil.

Pria itu menikmati sensasi yang ditimbulkan. Galang dapat merasakan tubuh bagian bawahnya membesar dan celananya menjadi sangat sesak.

Galang tersenyum pahit saat merasakan betapa besar pengaruh gadisnya pada dirinya.

Kepala Luna semakin ditekan ke bahunya dan gadis itu dapat mencium aroma kayu pinus dan mint yang menguar dari tubuh Galang yang begitu menenangkannya.

Luna lalu melepas gigitannya dan mengendus aroma tubuh Galang di sepanjang lehernya dan terlihat menikmatinya.

Sedangkan, Juna terkejut saat menoleh dan melihat interaksi intim antara Galang Luna.

Saat melihat mereka tadi, dirinya memang sempat berpikir ada sesuatu di antara mereka berdua, namun menepis memikirkan itu. Kemudian, saat melihat pose intim mereka saat ini, dirinya kembali yakin jika memang ada sesuatu di antara keduanya.

Bosnya dan keponakan kecilnya?

Sialan! Apa dia tidak salah lihat?! batin Juan.

Dirinya merasa harus membicarakan hal ini dengan Aldo nanti.

Setelah beberapa saat, dia sudah selesai membalutkan perban ke kaki Luna dan buru-buru keluar dari kamar dan mengabaikan tatapan penuh keheranan Galang.

Galang kemudian melepaskan rengkuhannya dan melihat perban yang membalut kaki luna, dari paha hingga lututnya.

Dia menunduk dan mencium dengan lembut sepanjang perban itu, kemudian menyelimuti tubuh Luna.

Sedangkan, gadis itu merasakan jantungnya yang berdebar lebih keras dan pipinya perlahan memerah karena malu dan mencengkram erat selimutnya.

"Paman… " panggilnya.

"Hm?" Galang menatapnya dengan pandangan penuh kasih sayang.

Luna menggigit bawah bibirnya dan berkata dengan gugup, "A-aku lapar."

Gadis itu sangat gugup saat ditatap seperti itu oleh pamannya.

Galang langsung bangkit dari duduknya dan mengusap kepalanya pelan.

"Aku akan mengambilkanmu makanan. Tunggu, ya." Setelah itu dirinya segera pergi dari kamar dan menuju dapur untuk mengambilkan Luna makanan.

Beberapa saat kemudian, Galang kembali dengan membawa makanan di tangannya.

Setelah menemani Luna makan, pria itu segera pergi ke ruang kerjanya dan menelepon seseorang.

"Periksa nomor yang kukirim dan cari tahu siapa pemilik nomornya."

Bukan berarti Galang tidak percaya dengan perkataan Luna, tapi dia harus memastikannya sendiri dan juga mencari tahu siapa yang telah mengirimkan foto itu.

Dia tidak boleh gegabah dan akan menyingkir kan semua orang yang menganggunya, terutama yang menganggu Luna.

Dan ada alasan kenapa dia tidak memberitahu Luna tentang perbuatannya ini, karena Galang tidak ingin Luna mengetahui sisi lain dari dirinya.

________

Anya diseret dengan paksa oleh kedua pengawal Galang, saat sudah berada di depan pria itu, tubuhnya langsung di dorong yang membuatnya jatuh seketika.

Saat ini mereka sedang berada di ruangan yang tidak diketahui lokasinya.

Anya berusa mendongakkan kepalanya dan saat melihat sosok pria tampan di dep

Anya berusa bangkit, namun dagunya sudah dicengkram oleh Galang.

"Kenapa kau mengirimiku foto itu?!" katanya dengan nada kaku.

Lalu, timbul rasa obsesi kembali dalam dirinya saat melihat pria idamannya itu. Gadis memandang Galang dengan ekspresi yang begitu mendambakannya.

Ini adalah pertama kalinya mereka begitu sangat dekat bagi Anya.

Sejak pertama kali dirinya dibawa oleh Luna kerumahnya dan saat melihat sosok Galang, Anya langsung jatuh pada pesona pria itu dan merasa jika tidak pernah ada pria lain yang begitu membuatnya tertarik seperti Galang.

Pada saat itu dia masih SMP, dan saat mendengar jika Luna akan disekolahkan di SMA Mahardika, Anya belajar dengan keras untuk masuk ke sana, dan dengan cara inilah dia bisa terus menjadi sahabat Luna, mendapatkan kesempatan untuk lebih dekat dengan Galang.

Sampai, beberapa saat yang lalu, Luna benar-benar berubah. Gadis itu terlihat seperti orang yang berbeda. Dia tidak mencari dan menghubungi Anya lagi, bahkan menjadi lebih dekat dengan pamannya yang sebelumnya tidak pernah sedekat itu.

Bagaimana bisa dia membiarkan Luna dekat dengan Galang?!

Rasa sakit kembali dia rasakan di dagunya yang dicengkeram.

"Katakan!" ujar Galang dengan tidak sabar.

Anya menjawab sambil menahan sakit, "A-aku akan berkata yang sesungguhnya …"

"Dalam foto itu memang Luna! Dia punya hubungan dengan dua pangeran sekolah kami. Aku hanya memberitahumu-Ah ... " Anya tidak dapat menyelesaikan ucapannya saat Galang menendang wajahnya dengan kakinya.

"Berani-beraninya kau berbohong padaku!" ujar pria itu yang sudah habis kesabarannya, kemudian Galang menoleh ke arah dua pengawalnya dan memerintah mereka, "Potong lidahnya!"

"Baik, Tuan" jawab mereka dengan kompak dan segera mengambil peralatan dalam kotak yang mereka bawa tadi.

Ketika Anya mendengar ini, dia menjadi panik dan segera berkata, "Tidak ... tidak! aku mengatakan yang sebenarnya, aku mengatakan yang sebenarnya!"

Dia berlutut dan memeluk kaki Galang, lalu mendongak padanya. "Aku … aku menyukaimu, aku menyukaimu sejak pertama kali melihatmu. Aku hanya ingin kau membenci Luna ... Ah!"

Galang kembali menendangnya dengan kuat dan berkata dengan marah, "Kau itu temannya!"

Saat Anya merangkak ke arahnya lagi, dua pengawal Galang menahan tangannya.

Gadis itu menangis dan memandangnya dengan tatapan memelas dan memohon padanya, "Aku tahu aku salah, tolong maafkan aku kali ini. A-aku tidak akan mengulanginya lagi … "

Anya tidak tahu apa yang akan dilakukan padanya setelah membuatnya marah seperti itu dan melihat ekspresi pria itu saat ini, dirinya yakin tidak akan dibebaskan begitu saja oleh Galang.

Sedangkan, Galang duduk dengan tenang sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di kursi dan tengah berpikir akan dia apakan gadis itu.

Tidak lama kemudian, dia berkata, "Kirim dia ke Metropolis."

Anya terkejut dan langsung menggeleng dengan cepat. "Aku tidak ingin pergi ke Metropolis! Aku tidak mau! Maafkan aku! Aku akan melakukan apapun, bahkan menjadi budakmu, tapi tolong jangan kirim aku ke sana! "

Gadis itu panik dan ketakutan saat dirinya akan dibawa ke sana.

Metropolis, salah satu kota terbesar kedua, setelah Jakarta, yang menjadi sumber kejahatan.

Chapitre suivant