webnovel

Pernikahan yang Dipercepat

Citra mengerucutkan bibirnya dan memandang Satya di kaca spion, "Lalu, apa kesimpulannya?" Satya berkata dengan ringan, "Yudha pergi ke tempat parkir bawah tanah setelah meninggalkan kamar Yulia. Dia memang memiliki mobil yang diparkir di sana, tapi saya tidak bisa memastikan apakah dia mendengar tentang Anda dari Yulia, atau, seperti yang dikatakan Tuan Miko, dia kebetulan bertemu dengan sopir yang diminta Miko untuk menjemputmu."

Citra menunduk dan bertanya setelah hening sejenak, "Kalau begitu, bagaimana menurutmu?" Pria itu menarik sudut bibirnya, "Saya tidak pernah percaya pada hal-hal yang kebetulan."

Di malam hari, angin bertiup agak kencang, dan daun-daun mati di pinggir jalan tertiup ke bawah. Citra duduk di dalam mobil dan memperhatikan keadaan sekitar, dan berkata, "Ayo kembali."

Setelah beberapa menit perjalanan, mereka tiba di apartemen Citra. Karena tidak ada yang perlu diurus lagi, Satya tidak mendampingi Citra untuk masuk ke apartemennya. Di dekat mobil, dengan wajahnya yang tampan dan tenang, dia berkata, "Jika tidak ada apa-apa lagi, saya pulang dulu."

Citra menatap matanya yang tegas dan dalam, "Satya." Pria itu tidak mengatakan apa-apa, tetapi hanya menatapnya. Matanya tampak sangat tenang.

Citra berkata lagi, "Dulu aku berpikir bahwa Miko mungkin merasa kasihan pada Yulia, cinta pertamanya, atau dia merasa tidak enak pada wanita itu karena ibunya memaksa mereka untuk berpisah, tapi aku juga berpikir bahwa Yulia mungkin saja memanfaatkan perhatian Miko padanya."

Suara Citra terdengar seperti orang yang sedang bingung. Satya telah mendampingi gadis ini sejak lama, tetapi dia jarang melihat Citra bingung karena gadis ini selalu tahu apa yang dia inginkan.

"Jadi, apa kesimpulan nona?" tanya Satya. Citra menatapnya, lalu mengalihkan pandangannya, dan berbalik untuk melihat ke langit. Angin meniup rambut panjangnya, dan berapa helai rambutnya jatuh di wajah putihnya. Dia menundukkan kepalanya, "Aku akan kembali tidur." Satya tidak banyak bertanya. Dia hanya berkata dengan nada datar, "Oke."

Citra berbalik dan berjalan masuk ke gedung apartemen. Dia berjalan perlahan, dengan tas tangan kecil di tangannya, rambut panjangnya masih berkibar tertiup angin. Satya berdiri di tempat, matanya menatap ke arah Citra yang perlahan menghilang.

____

Citra tinggal di apartemennya selama tiga hari tanpa pergi keluar. Dia ingin memberi Satya liburan. Dia bahkan tidak pergi untuk menemui Miko sama sekali, atau bahkan meneleponnya. Tentu saja, Miko juga menemuinya sekali pun. Dia sebenarnya merasa gelisah, tetapi karena selama tiga hari terakhir dia tinggal di rumah dan membaca buku, jadi dia merasa hidupnya sedikit lebih tenang.

Untuk makan, dia memesan makanan melalui aplikasi ojek online. Jika dia bosan dengan makanan restoran, dia akan menelepon ke rumah keluarganya dan meminta koki di sana untuk menyiapkan makanan, dan kemudian pelayan akan membawakannya ke apartemen. Hari-harinya cukup santai dan nyaman.

Tapi, sore hari ini berbeda. Bel pintu berbunyi. Dia mengira itu adalah pelayan yang membawa makanan. Citra berjalan menuju pintu tanpa meletakkan buku di tangannya, "Mengapa hari ini begitu pagi? Aku tidak memintamu untuk datang sepagi…" Kalimatnya berhenti tiba-tiba. Orang yang berdiri di depannya bukanlah pelayan yang membawakan makanannya setiap hari. Dia adalah Miko.

Ekspresi Citra sedikit kaget, dan kemudian dia tertawa lagi, "Aku tidak menelepon, dan kamu datang ke rumahku sekarang. Sepertinya kamu telah membuat keputusan." Miko menatap matanya, "Kamu tidak menyuruhku masuk?"

"Oh, silakan," ucap Citra mempersilakan Miko untuk masuk. Miko berjalan masuk. Saat melepas sepatunya di lorong, dia tidak sengaja melihat sepasang sandal pria di sana. Citra membuka lemari sepatu dan mengeluarkan sepasang sandal rumah yang masih baru dan menyerahkannya kepadanya, "Pakai ini, masih baru."

Hanya ada tiga pasang sandal di rak sepatu, dan dua lainnya adalah milik Citra. Saat Miko mengganti sepatunya, dia bertanya dengan samar, "Apakah ini sepatu milik Satya?" Citra menjawab dengan acuh tak acuh, "Ya." Miko bertanya lagi, "Dia sering keluar dan masuk apartemenmu?"

"Sering," jawab Citra.

Itu adalah jawaban yang tidak diharapkan oleh Miko, walaupun dia sebenarnya sudah tahu jawabannya bahkan tanpa memikirkannya. Ketika Miko mengganti sepatunya dan duduk di sofa, Citra sudah membuat teh dan membawanya ke meja.

"Kamu suka minum teh. Ini teh yang aku ambil dari rumah ayahku secara khusus. Seharusnya itu teh terbaik dan rasanya enak," ujar Citra.

Miko melirik wajah Citra yang halus dan bersih, mungkin karena dia ada di rumah, jadi dia tidak memakai riasan. Wajah Citra yang tanpa riasan apa pun itu terlihat seperti gadis kecil yang polos dengan rambut panjang dikuncir kuda.

Apartemen Citra sangat bersih dan rapi. Tidak seperti yang Miko bayangkan, tidak ada pakaian kotor yang berserakan, sampah, apalagi piring kotor.

Citra menatap Miko, dan tersenyum, "Pelayanku akan datang ke sini untuk membersihkan rumah setiap hari. Aku tidak suka tinggal di tempat yang berantakan."

Mata Miko akhirnya menatap Citra dengan serius, "Citra." Gadis itu mengenakan rok tipis dan kaos sederhana untuk atasannya. Dia duduk di hadapan Miko, santai karena berada di rumahnya sendiri.

Suara Miko sedikit serak, tetapi dia berbicara dengan singkat dan jelas, "Mari kita mempercepat pernikahan kita." Citra terkejut, "Dipercepat? Mengapa? Apa tanggal yang sudah dipilih tidak cocok?" ​​

Pria itu menatap mata Citra, dia berkata dengan sedikit membingungkan karena tidak memberikan penjelasan pada Citra, "Kamu tidak mau segera menikah denganku?"

Citra mengangguk pelan, "Tentu saja mau."

"Kalau begitu aku akan meminta seseorang untuk mempercepat pernikahannya," pungkas Miko. "Kenapa kamu menginginkannya secepat itu?" tanya Citra masih penasaran.

Miko menatapnya sebentar, lalu berkata dengan santai, "Aku sudah mempertimbangkannya dengan matang sejak terakhir kali kita bertemu. Aku menikah denganmu dan kita akan pergi ke Eropa setelah pernikahan."

Setelah jeda, Miko menambahkan, "Aku belum bisa mencintaimu sekarang, jadi kita bisa mengambil kesempatan saat di Eropa untuk menumbuhkan benih-benih cinta di antara kita."

Citra mengangkat alisnya sedikit, "Bagaimana dengan Yulia?"

Miko menunduk, dan suaranya sangat lembut, "Dia akan kembali ke Amerika Serikat, dan aku akan membiarkan seseorang membantunya di sana. Dia menemukan pekerjaan dan sudah menghubungi pengacara untuknya. Ketika dia memutuskan untuk bercerai, akan ada pengacara khusus yang akan menangani semuanya untuknya."

Citra tersenyum, "Aku pikir kamu tidak akan melepaskan Yulia yang telah kamu jaga seperti batu giok selama bertahun-tahun. Aku pikir kamu akan membatalkan pernikahan kita dan memilih untuk menjalin hubungan lagi dengannya. Apa ini tidak sulit bagimu untuk melupakan cinta sejatimu?"

Miko menatap Citra dengan senyuman di bibirnya, tapi senyuman itu tampak memancarkan rasa sakit di hatinya, "Citra, jangan terlalu memikirkanku."

Mata Citra sedikit menyipit, tapi dia tidak berbicara, hanya memiringkan kepalanya untuk menatap wajah Miko.

Miko berkata, "Yulia adalah cinta pertamaku, dan satu-satunya wanita yang pernah kucintai dalam hidupku." Suaranya terdengar sangat parau seperti sedang menahan tangis. Dia melanjutkan, "Tapi seperti katamu, butuh terlalu banyak hal untuk bisa bersama dengannya. Ibuku tidak akan mengizinkannya, seluruh keluarga besarku juga tidak akan mengizinkannya. Semua orang yang ada di sekitarku tidak akan pernah mendukung hubunganku dengan Yulia walaupun aku sangat mencintainya."

"Jadi kamu menyerah untuk cinta sejatimu?" tanya Citra. Miko menatapnya, sedikit tidak percaya, "Apakah kamu benar-benar berharap aku membatalkan pernikahan kita agar bisa bersama Yulia?"

Chapitre suivant