webnovel

#Pemanasan #025

Tiga tahun telah berlalu. Beberapa orang mungkin tengah hidup dengan tenang, beberapa yang lainnya menganggap hari-harinya begitu membosankan. Sisanya telah menanti-nanti hari ini, sudah bertahan, sudah bersabar begitu lama.

N Island akan segera melangsungkan pesta demokrasi 5 tahunan, tepatnya pemilihan presiden dan wakilnya. Suhu politik telah terasa hangat sejak satu tahun lalu. Orang-orang yang mengajukan diri sebagai calon adalah orang-orang terbaik yang telah terbukti pengabdiannya untuk negara.

Ada tiga kandidat yang telah lolos seleksi dan akan bersaing memperebutkan posisi menjadi orang terpenting nomor satu di N Island.

Kandidat pertama adalah Moissani Sekai, 55 tahun, berasal dari militer yang telah pensiun. Meski telah pensiun, pengaruhnya masih sangat kental dalam hierarki kemiliteran.

Moissani Sekai adalah tokoh yang memberi banyak perubahan dan kemajuan spesifik untuk militer N Island. Lima tahun lalu Moissani Sekai juga mencalonkan diri sebagai presiden namun kalah tipis dengan lawannya.

Kandidat kedua adalah Keji Arya, 47 tahun. Keji Arya memulai karier politiknya sebagai wali kota, kemudian naik menjadi gubernur, kemudian berencana naik lagi ke tempat yang lebih tinggi untuk menjadi presiden.

Sebelumnya Keji Arya cukup menonjol dan sukses membawa kemajuan untuk wilayah yang ia pimpin. Kesuksesan dan dukungan yang ia terima membuatnya lebih percaya diri untuk naik ke tahap yang lebih tinggi.

Kandidat terakhir adalah Arata Baswara, 40 tahun, calon termuda. Sebelumnya Arata Baswara ditunjuk dua periode berturut-turut menjabat sebagai menteri Riset dan Teknologi. Di bawah komandonya ilmu pengetahuan dan teknologi N Island berkembang pesat.

Dana untuk riset di masa Arata Baswara meningkat hingga 100 persen diimbangi dengan banyaknya perubahan yang diberikan. Berbagai penemuan dikembangkan dan terus ditingkatkan sebelum dilempar ke pasaran. Para Profesor dan peneliti diberi tambahan insentif. Pemerintah dan Perguruan Tinggi banyak melakukan kerja sama di bidang pengembangan.

Arata Baswara termasuk salah satu menteri terbaik. Ia disegani dan jujur. Ia pandai membangun hubungan politik dan menemukan koneksi yang tepat. Dalam waktu singkat setelah melepaskan kedudukannya sebagai menteri dan memproklamirkan pencalonannya, Arata Baswara dapat dengan cepat mengumpulkan simpatisan dan dukungan dari seluruh penjuru negeri.

Kepopuleran Arata meningkat dengan cepat. Kini ia adalah lawan yang patut diperhitungkan.

Semakin tinggi pohon tumbuh, semakin kencang angin bertiup. Isu-isu negatif mulai berembus di tengah kepopuleran nama Arata Baswara. Sebuah artikel yang mengulas sisi negatifnya beredar di internet, dibagikan berkali-kali, hingga akhirnya menyebar dengan cepat.

Setelah dibaca jutaan orang, dipertanyakan berulang kali, pembahasan secara terbuka dilakukan, konferensi pers diadakan. Setiap wartawan diberi kebebasan bertanya, dan jawaban-jawaban bernada bantahan diperdengarkan. Para reporter menyiarkannya secara langsung ke seluruh penjuru N Island, memberi klarifikasi.

Setelah satu hal negatif disebarkan, beberapa orang akan memilih menutup diri dan menutup telinga dari informasi yang telah diperbaharui. Mereka menganggap semua itu pembenaran dan lebih suka berpikir melalui sudut pandang sendiri.

Artikel negatif memberi dampak buruk, klarifikasi memecah kubu menjadi tiga golongan; Orang-orang yang tercerahkan, orang-orang yang meragu, dan orang-orang yang tetap teracuni. Pada akhirnya perpecahan mulai tumbuh.

Artikel yang menggemparkan itu hanya awal. Sebulan kemudian artikel lain yang menyudutkan Arata Baswara bermunculan. Artikel yang membahas kelicikannya, keserakahannya, bahkan ada artikel yang mengungkit masa lalunya sebagai remaja yang bermasalah. Beredar juga artikel yang mempertanyakan mengenai dana kementerian yang begitu besar serta pengelolaan yang tidak transparan.

Awalnya hanya Arata yang diserang, tapi artikel negatif mengenai Moissani Sekai juga beredar. Tidak lama kemudian artikel negatif yang menyerang Keiji Arya. Hubungan saling tuduh dan mencurigai pun berkembang.

Di depan kamera para kandidat masih bisa tersenyum manis dan melempar salam hangat untuk kubu lawan, tapi sudut mata mereka selalu memperlihatkan adanya perang dingin.

Bagian informatika kewalahan menerima laporan dan memblokir informasi sesat yang terus bermunculan.

Di internet, sesuatu yang palsu dan benar bercampur menjadi satu. Himbauan mengenai bijak dalam memilah informasi terus digalangkan. Dampaknya tidak terlalu dominan, tapi paling tidak mereka telah mengusahakan apa yang perlu mereka usahakan.

Arata Baswara sedang melakukan pertemuan dengan para relawannya ketika wibsite resmi miliknya diretas oleh seseorang yang tidak bisa diidentifikasi dengan tepat alamat IP-nya.

Angka 011 muncul di halaman utama website yang diretas. Pertanyaan baru mengenai makna angka 011 selanjutnya menjadi pembahasan yang paling banyak diperbincangkan. Website sama sekali tidak bisa diakses selama 2 x 24 jam.

Zen Ogawa, 28 tahun adalah orang yang bekerja sebagai keamanan siber Arata.

Setelah proyek Rekayasa Emosi Manusia dihentikan, tim yang bekerja menangani proyek pun dibubarkan. Ambisi Arata untuk menjadi pemimpin nomor satu di negaranya muncul karena cita-citanya yang ingin menyelesaikan proyek rahasia garapannya. Jika ia duduk di kursi Presiden, maka tidak akan ada yang bisa menghentikannya.

Mengetahui websitenya diretas dan angka 011 muncul, Arata Baswara merasa lega. Setidaknya ia tahu siapa salah satu orang yang begitu ingin menjatuhkannya. Setelah tahu siapa lawannya, ia jadi tahu bagaimana cara menghadapinya.

Segera Zen Ogawa diperintahkan untuk membereskan kekacauan yang sedang terjadi.

Tiga tahun lalu Zen Ogawa adalah seorang keamanan yang kerjaannya hanya mengamati monitor di ruang pengawas. Tiga tahun lalu ia adalah seorang pemuda yang polos dan pemalu. Sekarang, setalah menjadi salah satu orang kepercayaan Arata Baswara atas rekomendasi Prof. Rekson, kepercayaan dirinya telah naik satu tingkat. Senyumnya tidak lagi malu-malu, lebih sering menyeringai misterius.

Zen Ogawa memasang earphone di telinganya. Hazima Emi, si asisten adalah orang yang berbicara dengan Zen sebagai perantara Arata. Zen tengah berkutat serius dengan laptopnya, ia mulai menghitung mundur dari angka lima. Senyumnya yang merendahkan adalah pertanda bahwa ia adalah pemenangnya.

5... 4... 3... 2... 1.

"Dapat!" kata Zen antusias setelah menekan tombol enter.

Awalnya orang-orang menduga serangan yang dilakukan berasal dari luar negeri mengacu pada lokasi IP yang digunakan. Zen Ogawa pun demikian. Karenanya ia tidak terlalu bersemangat menangkap pelakunya. Toh, ia tidak akan bisa menonjok dengan tinjunya. Nyatanya dugaannya salah. Setelah mulai mencari dan saling balas serangan, Zen menemukan celah yang membuatnya berhasil menangkap si penyerang.

"Dia ada di posko relawan!" serunya pada Hazima Emi. "Dia... kemungkinan ada di ruang utama. Harusnya benar di sana."

Titik merah yang tertera di layar laptop Zen Ogawa tidak bisa secara spesifik memperlihatkan di mana lawannya berada. Ia hanya menduga-duga, mencoba mengerti dari segi psikologi lawannya.

Bukankah sangat menyenangkan seandainya lawanmu berpikir kamu berada di tempat yang begitu jauh, yang terpisahkan oleh samudera. Namun kenyataannya berada tepat di depan mata, begitu dekat.

Hazima mengubah saluran HT miliknya. Ia berbicara dengan keamanan yang berada di ruang utama agar segera bergerak mencari sosok yang mencurigakan. Tidak butuh waktu lama, seseorang yang terlihat mencurigakan pun ditemukan. Orang itu mengenakan topi hitam yang menyembunyikan setengah wajahnya. Laptop baru saja dimasukkan ke dalam tas. Ketika didekati, ia beranjak, dan kabur.

Zen Ogawa yang berada dalam mobil yang telah menepi, segera menyalakan mesin, mengambil lajur kanan, dan menginjak gas dalam-dalam. Jaraknya dari posko relawan sudah tidak begitu jauh. Jika beruntung, ia bisa kebagian peran untuk ikut menangkap.

Kejar-kejaran yang terjadi di posko berlangsung menegangkan. Selain kemampuan membobol dan bersembunyi yang mengesankan, orang itu juga gesit dan lihai dalam berkelahi. Penjaga yang mengepung dibuat kewalahan, dipermainkan berkali-kali.

Berhadapan dengan orang yang belum diketahui identitasnya, mengingatkan Emi terhadap seorang pengacau yang ia tahu bernama asli Adiwangsa.

Setelah berhasil mengetahui identitas Adiwangsa, Emi tahu kalau misinya adalah menggagalkan proyek Rekayasa Emosi Manusia. Jadi, harusnya orang yang mereka kejar bukanlah Adiwangsa. Proyek Rekayasa Emosi Manusia telah berhenti dan Adiwangsa harusnya tidak mengacau dan muncul di saat yang begitu mencolok.

Harusnya bukan, tapi bisa saja orang itu Adiwangsa jika pria itu memilih bekerja sama dengan Objek 011.

Setelah meninggalkan N Island, tidak ada yang tahu di mana keberadaan Objek 011. Sebelumnya Objek selalu berpindah-pindah negara. Sebelumnya mereka masih bisa melacak keberadaannya. Namun, dua tahun belakangan keberadaannya menghilang sama sekali. Sampai hari ini pihak bandara, pelabuhan, maupun migrasi belum memberi kabar mengenai kedatangan Objek 011.

Orang yang dikejar berhasil melompat pagar dan keluar dari posko. Mobil jeep yang sebelumnya menunggu di sisi lain berhenti, membantu pelarian.

"Emi, naik!"

Zen datang tepat waktu. Emi duduk di samping kursi kemudi. Kejar-kejaran yang semula berlangsung di dalam bangunan, kini berlanjut sampai ke jalan raya.

Jalan cukup padat dipenuhi berbagai macam kendaraan. Kemampuan mengemudi Zen benar-benar buruk, tapi ia bisa mengemudikan mobilnya dengan cepat. Sesekali mereka nyaris berhasil menyamai laju mobil yang dikejar, tapi kemudian kembali tertinggal. Sesekali mobilnya nyaris menyerempet mobil pengendara lain yang kemudian berakhir dengan umpatan kasar.

Ketika akhirnya laju kendaraan yang mereka kejar berhasil disamai, senggol-senggolan tidak dapat dihindarkan. Zen menurunkan kaca mobilnya dan berusaha mengintip ke dalam jeep. Sayangnya tidak ada yang bisa ia lihat. Jeep tertutup rapat dan kacanya terlalu gelap untuk bisa matanya tembus.

Sedan yang Zen kendarai jelas bukan lawan yang sebanding untuk jeep yang ia kejar. Badan mobil Zen penyok dengan cepat dan lagi-lagi tertinggal. Pedal gas kembali Zen diinjak dalam-dalam.

Masih melaju di atas jalan yang sepi, sebuah peluru yang berasal dari jalan layang melesat dengan sangat cepat. Ban mobil Zen adalah sasarannya.

Setelah satu ban mobil pecah, mobil yang tengah melaju mendadak menjadi tidak imbang. Zen berusaha dengan susah payah mengendalikan setirnya. Berkali-kali mobil berbelok ke tengah jalan. Untuk menghindari tabrakan dengan kendaraan lain, Zen membanting setir hingga ke luar jalur dan menabrak sebuah pohon.

Sabuk pengaman terpasang dan airbag berfungsi dengan baik, sehingga meminimalisir luka akibat kecelakaan. Paling parah kaku leher dan cedera punggung. Yang jelas tidak akan menyebabkan mereka mati di tempat. Masih akan ada waktu untuk mencari pengobatan di rumah sakit terdekat.

Seorang pria yang mengenakan kacamata hitam, yang terlihat tidak mirip dengan orang dari ras Asia, berada dalam mobil yang kacanya terbuka. Ia mengamati sesaat. Begitu yakin targetnya tidak mampu lagi mengejar, ia berlalu, menyusul komplotannya.

"Sial!" Emi mengumpat kesal ketika melihat penembak yang berada di jalan layang telah menghilang. Ia mengamati mobil yang sudah tidak mungkin lagi berfungsi kemudian mengumpat sekali lagi.

Hazima Emi benci ketika kalah.

"Emi, kamu tidak apa-apa?" Zen bertanya dengan suara penuh kesakitan. Ia memegangi lehernya yang nyeri dan berjalan dengan punggung membungkuk. "Bisa habis aku dihajar Bos kalau kamu sampai kenapa-kenapa."

Emi menanggapi perkataan Zen dengan menendang tulang kering pria itu. Zen jatuh terduduk, memegangi kakinya yang kesakitan.

Tanpa memedulikan rintih kesakitan Zen, Emi berjalan menjauh untuk mengambil kendaraan umum. Tidak lupa ia merogoh saku untuk mengambil ponsel dan melaporkan kegagalannya dalam menjalankan tugas.

###

Chapitre suivant