webnovel

Janjiku dengan Tahun 2035

BAB 19

Medan, 28 Januari 2019

"Rick, Wie…" pesan Erdie Vio melalui Line kepada dua saudaranya yang lain. Kemarin malam mereka sibuk dengan urusan percintaan masing-masing sampai akhirnya mereka menginap di tiga apartemen yang berbeda, tapi ketiga apartemen tersebut masih merupakan milik Pak Faiz.

"Jadi berenang di Marriott pagi ini?" tanya Erdie Vio lagi.

"Jadi…" balas Erick Vildy.

"Jadi…" balas Erwie Vincent juga. "Kemarin aku sampai apartemen sudah jam 11 lewat. Orang tua Julia Dewi datang ke Medan sini dan mereka menginap di Adi Mulia. Mamanya Julia sudah tanya ke kami kapan akan menikah. Aku bilang tahun ini, Rick, Die… Bagaimana dengan kalian?"

"Ya jelas tahun ini dong…" balas Erick Vildy. "Kemarin aku juga menemani Melisa dan mamanya pergi belanja barang-barang kebutuhan Imlek mereka. Mamanya juga sudah tanya ke kami kapan menikah. Melisa malu menjawabnya. Aku bilang tahun ini."

"Aku juga bilang ke papa mamanya Sabrina tahun ini, Rick, Wie…" balas Erdie Vio. "Sudah lama aku jadian dengan Sabrina, Rick, Wie. Aku tidak ingin menunjukkan kesan seolah-olah aku itu menggantung-gantung masa depan anak orang."

"Wkwkwkw…" balas Erick Vildy.

"Wkwkwkw…" balas Erwie Vincent juga. Dalam pesan teks orang Medan, khususnya anak-anak muda, tertawa sering kali dituliskan dengan 'wkwkwkw'.

"Oke… Ketemuan langsung di Marriott jam delapan nanti ya… Ini ada satu tawaran job lagi dari satu hotel bintang lima di Danau Toba sana. Aku mau mendiskusikannya dengan kalian pagi ini juga. Pasalnya orang hotelnya menunggu jawaban kita sampai dengan besok sore," balas Erdie Vio lagi.

"Oke…" balas Erwie Vincent.

"Oke… Ketemu di Marriott jam delapan nanti, Wie, Die…" balas Erick Vildy.

***

Danau Toba, 3 Februari 2019

Kemeriahan dan keramaian memenuhi tempat acara yang diatur sedemikian rupa sehingga langsung menghadap Danau Toba di Minggu pagi yang indah. Para tamu kebanyakan menginap di hotel ini satu malam sebelumnya hanya untuk menyaksikan atraksi naga oleh 3E dan kawan-kawan dari Solidaritas Abadi.

"Kudengar 3E sudah reunian kembali. Kali ini, mereka akan tampil naga di hotel ini," kata salah seorang tamu undangan.

"Aduh…! Sudah lama tidak melihat mereka tampil trio lagi. Baru pagi ini kesampaian. Kudengar ya… Mereka juga bakal mengisi acara grand opening taman bermain yang dibangun di atas gunung di belakang hotel ini. Kudengar funland ini adalah yang terbaru dan wahana-wahananya lebih lengkap."

"Aduh… Tahu saja ya pihak management hotel & funland ini mana artis yang sedang naik daun tahun ini," terdengar lagi komentar-komentar para penggemar 3E yang datang ke Danau Toba pagi itu.

"Pagi, semuanya…" kata Erdie Vio menyapa para hadirin pagi itu. Terdengar jeritan riuh dari kebanyakan anak perempuan dan gadis-gadis muda. "Selamat datang ke acara grand opening Hotel The Mist beserta funland- nya yang proyeknya akhirnya kelar pada Desember 2018 lalu. Hari ini adalah hari grand opening- nya yang saya yakin pastinya sudah sangat ditunggu-tunggu oleh kita semua nih ya…" kata Erdie Vio dengan suaranya yang lantang dan merdu.

Terdengar lagi teriakan riuh dari para hadirin. Bahkan ada beberapa di antaranya yang mengangkat papan tinggi-tinggi yang bertuliskan nama Erick Vildy, Erwie Vincent, dan Erdie Vio.

"3E! 3E! 3E! Keren…! Ganteng…!" terdengar teriakan histeris dari beberapa penonton yang memenuhi barisan depan.

"Nah, sebagai informasi tambahan saja untuk kita semua…" sambung Erick Vildy lagi. Terdengar teriakan riuh lagi.

"Bagi para tamu yang menginap di hotel mulai dari kemarin malam sampai dengan malam ini, akan mendapatkan diskon sebesar 70%! Jangan tunggu lagi, Hadirin… Segera check-in dan nikmati segala fasilitas Hotel The Mist yang tentunya sudah berstandar internasional."

"Dan untuk antrian 100 orang pertama di funland," sambung Erwie Vincent lagi, dan terdengar teriakan riuh lagi dari para penonton, "akan mendapatkan diskon sebesar 70% + merchandise + pictorial book dari kami, 3E. Selanjutnya, bagi hadirin sekalian yang bermain di funland sampai dengan malam ini, akan mendapatkan diskon sebesar 50% + merchandise + pictorial book dari kami, 3E."

Kalimat itu langsung disambut dengan tepuk tangan riuh dan meriah dari para penonton. Erwie Vincent dan Erick Vildy tertawa sambil menutupi muka mereka dengan kertas informasi yang baru saja mereka bacakan tadi. Tampak mereka malu dengan keriuhan dan kemeriahan yang berlangsung di tempat acara tersebut. Hanya tampak Erdie Vio yang sangat percaya diri, dan terus menebar senyumannya di hadapan para penonton yang terus meneriakkan nama mereka bertiga.

"Memang suara Erdie Vio yang paling jelas dan merdu ya… Pantasan selain tampil trio dengan 2E yang lain, dia sering sekali tampil solo sebagai MC di luar ya…" komentar salah seorang penggemar.

"Mereka masing-masing ada sepak terjang sendiri-sendiri di luar, tahu nggak. Erick Vildy lebih condong ke nyanyiannya. Erwie Vincent lebih jago dengan tariannya. Erdie Vio lebih condong dengan job- nya sebagai MC dan main film di luar," komentar salah seorang penggemar yang lain.

"Wah… Ada manusia-manusia yang serba sempurna seperti itu ya… Aduh…! Sudah tidak sabar ingin melihat penampilan mereka pagi ini, setelah sekian lamanya mereka tidak tampil trio…" kata salah seorang penggemar yang lain.

"Oke… Sekarang kita mau ngapain ya?" teriak Erdie Vio memancing keriuhan para penonton. Ada yang mengatakan naga dulu, ada yang mengatakan nyanyian dan tarian dulu, dan ada yang mengatakan wawancara langsung dengan 3E di atas panggung dulu.

"Wah… Beragam permintaannya nih…" sambung Erick Vildy.

"Tapi, jangan khawatir, Teman-teman… Kami akan berusaha menampilkan semuanya, yang terbaik dari kami, hanya untuk Anda sekalian dan Hotel The Mist…" kata Erwie Vincent dengan sebersit senyuman santainya.

"Oke… Kita saksikan dulu atraksi naga keberuntungan untuk membuka acara pada pagi hari ini… Atraksi naga dibawakan langsung oleh teman-teman kita dari…" kata Erdie Vio.

"Tim Solidaritas Abadi…" kata 3E berbarengan. Tiga E kemudian berpencar ke masing-masing tempat. Erick Vildy siap dengan tiang kepala naganya dan para anak buahnya, Erdie Vio siap dengan tiang mutiara naganya, dan Erwie Vincent siap dengan tambur naganya dan empat pemain musik pengiringnya.

Dewa Perak, Sabrina Marcelina, Melisa Rayadi, dan Julia Dewi tampak bersiap-siap di tempat dengan alat musik pengiring naga masing-masing. Mendadak 3Y kemarin malam bilang mereka ada acara keluarga dan mereka tidak bisa ikut pementasan pagi ini. Sebenarnya ketiga kekasih jiwa 3E tahu kenapa mendadak 3Y mengatakan mereka tidak bisa ikut pementasan di Danau Toba pagi ini, tapi mereka sepakat untuk diam-diam saja.

Sepuluh menit ke depan dilewatkan para penonton dengan menyaksikan atraksi naga keberuntungan oleh tim Solidaritas Abadi. Tiga E sendiri merasa kagum dengan anak-anak buah mereka. Kali ini sama sekali tidak ada kesalahan lagi, baik dalam gerakan naganya maupun dalam pemukulan rumus-rumus musik pengiringnya.

***

Aldo Morales memandangi foto Stella Kuangdinata, sendirian di dalam kamarnya. Air mata menetes ke atas foto. Pikiran tak kuasa melayang ke masa-masa silam, ke masa-masa awal perkenalannya dengan Stella Kuangdinata ketika gadis itu bekerja sebagai gadis penghibur di salah satu bar di Manila sana.

"Kenapa kau bisa sampai terjerumus ke dalam dunia seperti ini?" tanya Aldo Morales mengerutkan dahi. Dia sendiri merasa heran. Gadis ini masih remaja dan belum menginjak usia 20 tahun. Kenapa dia bisa sampai terlempar ke sini dan terjerumus ke dalam dunia yang seperti ini? Sungguh membingungkan.

"Aku dijual oleh seseorang yang tidak kukenal ke sini. Katanya akan merekomendasikan aku kerjaan yang baik-baik di Manila sini, tak tahunya aku dijual ke sini sebagai budak nafsu," kata Stella Kuangdinata tertawa renyah. Namun, tak kuasa air matanya bergulir turun juga.

Dengan santai, Stella Kuangdinata menunjuk ke noda darah di atas seprai.

"Kau adalah pelanggan pertamaku, Aldo. Jika kau tidak membayarku dengan mahal, aku takkan membiarkanmu pulang begitu saja. Kau harus membayarku dengan mahal malam ini."

Aldo Morales bangkit lagi dari tempat tidur. Dia meraih gadis itu ke dalam pelukannya lagi dan kemudian menerkamnya kembali ke atas ranjang. Sejurus kemudian, kata-kata tidak diperlukan lagi.

Aldo Morales kembali lagi ke alam realita.

Aku begitu mencintainya… Aku begitu menginginkannya. Dia begitu lembut, begitu rapuh, dan begitu bergantung kepadaku setiap kali dia menyerahkan dirinya kepadaku. Demi dia, aku rela membayar berapa pun. Demi dia, aku rela mengorbankan seluruh harta dan kekayaanku. Demi dia, aku rela membantah perkataan Papa dan Mama, dan aku bahkan rela menjual diriku kepada ilmu hitam. Tapi, kenapa ia pergi secepat itu…? Kenapa…?

Tiga E…! Aku takkan memaafkan kalian! Aku takkan melepaskan kalian begitu saja! Apa pun akan kulakukan untuk membalaskan dendam Stella! Apa pun itu…!

***

"Oke… Selanjutnya, kami akan mempersembahkan sebuah lagu… Lagu tentang impian setiap manusia di dunia ini, impian kita semua," kata Erick Vildy, dan disambut dengan teriakan riuh dari para penonton, "Kami yakin kita semua memiliki impian kita masing-masing… Semoga lagu ini membawa inspirasi bagi kita semua untuk terus memperjuangkan mimpi kita masing-masing."

Musik mulai mengalun. Terdengar suara 3E yang merdu dan kompak di atas panggung.

No matter how heavy the rain is, we should still go home.

The shoes being wet because of the rain, dry it under the hot sun, then begin your journey.

The relaxing steps, being washed away in the mud.

The unlimited power grows…

We're distracted and worried because of the problems in our hearts…

Our body is racing with the time.

The future's best main actor…

Are you ready or not?

Bring the light,

Fly with me…

Feeling the wind speed whistling in my ear from far away…

Dreams are flying out the skylight, one by one…

Keep thinking to shuttle to the past time…

The dragonflies on the bamboos, begin to grow up their wings…

Flying to anywhere people would love to go…

Dreams are written on the diary, one by one…

One by one are close to the Nobel Prize…

As long as you dare to think, but can't make it come true…

At least you've got your own memories…

Tiga menit berlalu… Kali ini, ada beberapa penonton di barisan depan yang angkat tangan dan mengajukan beberapa pertanyaan,

"Apakah ke depannya kalian akan lebih konsentrasi ke bidang atraksi naga dan barongsai, atau lebih konsentrasi ke main film, atau lebih konsentrasi ke lagu-lagu kalian?"

Erick Vildy yang menjawab, "Ke depannya kami akan berusaha menampilkan semua yang Anda sebutkan tadi dengan seimbang. Karena kami tahu… Senyum para penggemar adalah senyum kami juga…" kalimat ini disambut dengan teriakan riuh dan tepuk tangan dari para hadirin.

"Apakah karya 3E yang selanjutnya itu adalah sebuah film, lagu atau atraksi naga dan barongsai?"

"Kami belum bisa memastikan karya apa itu, tapi yang jelas, kami bisa memastikan karya selanjutnya juga merupakan salah satu karya terbaik dari 3E…" kata Erwie Vincent, dan juga disambut dengan teriakan riuh dan tepuk tangan dari para penonton.

"Apakah dengan reunian kali ini, itu berarti 3E tetap akan tampil trio di karya-karya selanjutnya? Apakah ke depannya 3E tetap akan merajai atraksi naga dan barongsai dan juga tangga-tangga lagu di negeri kita ini?"

Tiga E saling berpandangan sesaat sembari menebar senyuman khas masing-masing. Akhirnya, ketiga-tiganya mengangguk dengan mantap. Kali ini, Erdie Vio yang menjawab,

"Yah kami memang tidak bisa memastikan apa yang bakalan terjadi di masa depan. Tapi, satu hal yang pasti. Kami bertekad akan selalu mempersembahkan karya-karya kami yang terbaik bagi para penggemar kami sampai di masa depan nantinya. Jika para penggemar terus mengharapkan dan mendoakan 3E selalu bersama, 3E akan selalu bersama hingga ke tahun 2035 nanti. Siapa nih di sini yang berdoa dan bertekad tetap akan bersama-sama dengan para sahabat, teman, saudara dan keluarganya hingga di tahun 2035 nanti?" kalimat ini disambut dengan teriakan riuh dan tepuk tangan dari para penonton.

"Oke… Ini lagu kami yang berikutnya, kami persembahkan kepada para penggemar kami yang bertekad dan berdoa tetap akan bersama-sama dengan para sahabat, teman, saudara, dan keluarganya hingga di tahun 2035 nanti. Lagu ini juga kami persembahkan kepada negeri ini… Semoga negeri ini tetap makmur, aman, jaya, sentosa, dan makin berkembang hingga ke tahun 2035 nanti…"

Musik mengalun lagi. Tiga E menyanyikan lagu mereka dengan kompak dan merdu. Para penonton yang kebanyakan sudah hafal lagu tersebut, juga ikut menyanyikan lagu itu dari bawah panggung.

That's a promise, to cross over the mountains and the seas…

Predicting tomorrow's dreams…

I'm struggling to step onto the stars…

Taking the big steps and taking the lead…

Be quick in recharging your youth moments…

Working together to move forward…

I've got a deal with the year of 2035.

Dealing with the day full of cheerfulness and enthusiasm…

Wishing for my beloved beautiful and harmonious country…

High-spirited new world…

I've got a deal with the year of 2035…

Dealing with the new journey and the new beginning…

Establishing the twice of two hundred years heartily…

The main actors of the future are ourselves…

That's a poem about love and spring…

All the promises are coming true…

The chips in my mind will eventually connect everything…

Only faith will never change…

Miracles are constantly emerging…

We look forward to seeing you again at that time…

***

Pak Fernandus Rayadi sedang membaca koran Minggu paginya ketika si istri melemparkan selembar undangan ke atas meja di hadapannya.

"Apa itu?" Pak Fernandus mulai merasa penasaran. Dia membuka undangan tersebut.

"Undangan makan di Marriott besok malam. Besok kan malam tahun baru… Dari keluarga Erick ya…?" tampak Pak Fernandus yang mulai tertarik dengan isi undangan tersebut.

"Ya… Kita harus berdandan serapi dan seelegan mungkin. Malam ini aku mau pergi belanja baju pesta sebentar. Baju-baju pestaku yang lama sudah usang dan tidak bisa dipakai lagi. Kau mau ikut tidak, Dus?" tanya si istri.

Si suami mendengus, "Sepertinya kau sudah menyetujui hubungan anak kita dengan laki-laki muda tampan dan kaya raya itu, Nina. Biasanya kau sibuk cari jodoh untuk Melisa kutengok. Sekarang kok jadi lain…?"

Nyonya Nina Melina juga mendengus dan merapatkan bibirnya, "Aku ini mengusahakan yang terbaik buat Melisa loh, Dus. Kau juga sama kan? Cari cenayang sana sini… Cari peramal sana sini, tanyakan sana sini apakah Erick Vildy adalah calon suami yang tepat bagi anakmu itu…"

"Sama… Aku juga mengusahakan yang terbaik buat Melisa. Sudah tiga cenayang yang kudatangi dan ketiga-tiganya mengatakan jawaban yang serupa, baik… Ya sudah… Dan dia juga sudah membuktikan dia bukan pembunuh yang menghabisi gadis muda itu dengan sebentuk kekuatan hitam lima tahun lalu. Ya sudahlah… Aku setuju-setuju saja sih…" kata Pak Fernandus setengah menyeringai.

"Misterius sekali memang… Baru kali ini aku melihat ada anak muda, kaya raya, dan sangat tampan, yang memiliki sebentuk kekuatan aneh nan misterius," komentar Nyonya Nina Melina.

"Kudengar kedua saudara Erick yang lain juga sama, Nina. Mereka bertiga memang sejak kecil sudah memiliki kekuatan aneh dan tidak masuk akal dengan tiga warna sinar yang berbeda. Yang jelas, tidak satu pun kekuatan mereka yang berwarna hitam. Ini nih, pada dada gadis muda itu ditemukan suatu bekas luka yang berwarna hitam pekat. Paranormal juga menyimpulkan gadis muda itu tewas oleh sebentuk kekuatan gelap nan hitam pekat yang mengerikan. Heboh seisi kampung dan tetangga-tetangga mereka."

"Wah… Aku sih hanya tahu-tahu gitu saja… Ada seorang gadis muda yang ditemukan tewas di lantai dua bangunan sanggar Solidaritas Abadi milik si kembar tiga Makmur itu. Ngeri sekali ya informasimu, Dus…" kata Nyonya Nina Melina sedikit mencibir. Dia tahu suaminya gemar keliling antara satu cenayang dengan cenayang yang lain. Jadi, kalau suaminya bisa tahu sampai serinci itu, itu tidaklah mengherankan lagi.

"Oh ya… Aku pernah bertanya kapan dia akan menikahi Melisa. Dia langsung bilang tahun ini loh, Dus. Tahun ini kita akan menjadi bagian dari keluarga Makmur yang kaya raya itu…" kata si istri dengan matanya yang berbinar-binar.

Pak Fernandus mendengus sesaat dan dia berpaling ke istrinya dengan pandangan serius, "Kusarankan padamu untuk tidak terlalu bergantung pada keluarga Erick kelak ya. Bisnis kita, meski kecil, juga tidak jelek-jelek amat. Meski kecil, kita bisa menghidupi keluarga kecil ini sampai sekarang. Jadi, jangan kau terlalu bergantung pada keluarga Makmur itu, sehingga kita kehilangan harga diri di hadapan mereka dan Melisa juga susah menempatkan diri di hadapan kedua mertuanya. Tahu kau?"

"Ya… Ya… Aku mengerti… Tapi, biasanya keluarga kaya yang menikah dengan keluarga standar seperti kita ini, ada perjanjian dan tetek bengek persyaratannya. Ini kok nggak ya?"

"Mungkin belum…" sahut Pak Fernandus. "Dan jika memang tidak ada, itu berarti Erick dan keluarganya itu sangat mempercayai Melisa. Kita juga jangan sampai membuat Melisa serba salah jadi orang. Pernikahan itu bukan hanya Erick dan Melisa saja yang menikah, tapi keluarga Makmur dan keluarga Rayadi juga menikah. Aku sih sebisa mungkin menghindari hal-hal yang bisa menjadi masalah dan senjata makan tuan di kemudian hari, Nina."

"Iya… Iya… Aku kan bisa jadi orang juga meski…"

"Meski kadang mulutmu bisa kebocoran dan bisa mengatakan hal-hal yang tidak tepat waktunya dan tidak pada tempatnya. Begitu kan?" potong si suami menyeringai lagi.

"Ya… Ya… Ya… Aku tahu itu adalah kelemahanku dan kau tidak perlu mengulanginya lagi," kata Nyonya Nina Melina merapatkan bibirnya. "Jadi cerita punya cerita kau mau nggak nih pergi belanja baju pesta malam ini?"

"Ya… Ya… Ya… Ikut ya ikut loh… Kebetulan juga baju-baju pestaku yang lama sudah kuno dan ketinggalan zaman," kata si suami menyeringai lagi.

Si istri menyiku pinggang suaminya dengan gemas.

***

Ternyata pasangan suami istri Tiogana juga membicarakan topik yang sama…

"Aduh… Aku cemas, Louis. Bagaimana kalau ternyata keluarga Erdie mengajukan sederetan perjanjian yang harus kita tanda tangani dan kita penuhi?" tanya Nyonya Candy sedikit khawatir.

"Nah, kita lihat dulu perjanjiannya itu seperti apa, apakah menyulitkan keluarga kita atau tidak, apakah menyulitkan Sabrina atau tidak. Gitu…" kata Pak Louis Willy bersikap realistis. "Jadi, ketika kau tanya ke Erdie Vio ini kapan dia akan menikahi Sabrina, dia bilang apa?"

"Dia langsung bilang tahun ini juga dia akan menikahi Sabrina sih, Louis. Kalau dengan Erdie, aku percaya 100% padanya dia itu benar-benar murni mencintai Sabrina kita. Hanya saja, dengan papa mamanya itu… itu… itu… Kita kan tidak pernah bertemu langsung dengan pasangan suami istri Makmur itu. Kini datang selembar undangan makan besok di Marriott, aku jadi agak sedikit was-was deh… Jangan-jangan mereka mau membicarakan sederetan perjanjian dan persyaratan besok."

Pak Louis Willy meledak dalam tawa renyahnya, "Oh ya…? Erdie Vio langsung bilang tahun ini akan menikahi Sabrina kita? Kalau begitu, tidak mungkin deh besok kedua suami istri Makmur itu akan membicarakan sederetan persyaratan dengan kita, Candy. Mereka harus melihat muka anak mereka juga jika ingin mengungkit soal perjanjian pranikah di sini. Iya nggak?"

Nyonya Candy tampak tersenyum simpul di sini, "Mudah-mudahan prediksimu benar adanya, Louis. Jika memang mau menikahkan Sabrina kita ke dalam keluarga Makmur sesulit dan serumit itu, aku lebih rela Sabrina menikah dengan pria yang biasa-biasa saja, yang setaraf dengan kita, tapi kehidupannya ke depan nantinya tidak begitu rumit dan sulit."

Pak Louis Willy meledak dalam tawa renyahnya, "Kita lihat saja besok, Candy. Jikalau memang benar-benar ada perjanjian pranikah yang mereka ajukan, aku ingin lihat mereka mengajukan perjanjian yang seperti apa."

"Jika tidak, alangkah bagusnya… Iya kan?" tampak sebersit senyuman simpul Nyonya Candy.

"Iya… Menurut informasi yang kudengar, Faiz Makmur dan Florencia Quincy Makmur itu sangat, sangat, dan sangat menyayangi ketiga anak mereka ini. Apa pun yang dikatakan oleh si kembar tiga, kedua suami istri itu mengiyakan dan menurut saja. Nah, dalam hal ini jika anak-anak mereka tidak menginginkan adanya perjanjian pranikah karena mereka percaya 100% pada calon-calon istri mereka, itu bagus kan?"

"Iya… Iya… Aku merasa dengan memiliki sebentuk kekuatan aneh nan misterius itu, Erdie bisa menyakinkan kedua orang tuanya untuk meniadakan saja perjanjian pranikah itu. Kita juga tahu diri dan tahu bagaimana cara menempatkan diri kita di hadapan mereka. Iya kan, Louis?" tukas Nyonya Candy dengan sebersit senyuman sumbangnya.

"Tentu saja… Begitu aku bilang pada langganan-langgananku bahwa Sabrina akan menikah dengan salah satu dari si kembar tiga Makmur, pun sudah banyak yang memberi selamat padaku dan daganganku lebih laris akhir-akhir ini," kata Pak Louis Willy meledak dalam tawa renyahnya. "Memang deh… Erdie Vio ini benar-benar pembawa kemujuran, Candy. Jika ada waktu, aku akan meminta Erdie Vio dan kedua saudaranya itu ke toko kita, supaya ada lebih banyak lagi bintang kemujuran yang menghampiri toko kita."

"Kembar tiga Makmur ya… Sama-sama tinggi, putih, tampan dengan paras rupawan yang menjadi idola dan incaran para gadis muda. Aku jadi penasaran. Bagaimana dengan paras dua saudara yang lain ya?" tampak pandangan mata Nyonya Candy yang menerawang.

"Besok malam kita bisa melihat ketiga-tiganya pada saat yang bersamaan. Jangan khawatir…" celetuk sang suami kembali berkonsentrasi ke koran Minggu paginya.

***

"Nah, Hadirin Sekalian… Sebagai penutup acara kita pada pagi hari ini, kami akan menghadirkan adik-adik junior kami yang juga bernaung di bawah tim Solidaritas Abadi ke atas pentas. Mereka akan tampil kuintet, membawakan satu lagu dan tarian untuk Anda semua, "kata Erdie Vio.

"Mereka juga sangat berkompeten dalam bidang atraksi naga dan barongsai, dan bakat mereka dalam tarian dan lagu juga tidak diragukan lagi," sambung Erick Vildy.

"Mari kita sama-sama sambut mereka dengan tepuk tangan yang meriah, Hadirin…" sahut Erwie Vincent.

"Inilah mereka, 5T…!" kata 3E berbarengan.

Terdengar teriakan riuh dan tepuk tangan meriah dari para penonton yang membanjiri tempat acara tersebut. Tampak 5T naik ke atas pentas dan mengambil posisi masing-masing. Sejurus kemudian, musik mulai menghentak-hentak. Lima T menyanyi dan menari pada saat yang bersamaan.

Don't be conceited,

Blood that is ready to go inside the body…

Reproduced after a few years of hard work…

Only enough to burst…

I have a secret,

Strange tricks, kicks, and disdain…

Typhoon world will be inspirational,

Not afraid of threats,

I thought it would be too bad to fall.

The whirl of the pursuit of dreams,

Never give up the attitude to control the rudder of this dream…

Only super strong perseverance can drown the impossibility…

Fearless pursuit of dreams,

Will defeat the defeat… Oh oh yeah… yeah…

Awaken the blood of sleep…

Yeah yeah…

Come on, come on!

Yeah yeah…

Determined to make a vow,

The world filled with smoke is so fierce…

Oh oh oh oh oh oh oh oh…

The match is so intense…

Oh oh oh oh oh

The match is so intense…

***

Selembar undangan tampak tergeletak di atas meja di kamar Pak Samuel Luvin dan Nyonya Isabella Huang. Pak Samuel Luvin membuka undangan tersebut dan segera menyadari isi undangan tersebut.

"Besok ada acara makan-makan nih dari keluarga Wie Wie di Hotel Marriott. Kalau tidak salah, besok kan malam tahun baru China kan, Bell?" tanya Pak Samuel Luvin.

"Iya… Tadi pagi salah satu pembantu kediaman keluarga Makmur yang antar ke sini, Sam. Besok kau pergi kan temani aku?" tanya Nyonya Isabella Huang bergelayut manja di lengan suaminya.

"Pergi dong… Tentu saja kita akan pergi. Ini adalah kesempatan kita untuk mengenal Wie Wie dan keluarganya lebih jauh. Aku sudah sangat penasaran mengenai kekuatan supranatural mereka bertiga. Akan langsung kutanyakan hal ini kepada kedua orang tua mereka besok malam," kata Pak Samuel Luvin tidak bisa membendung rasa penasarannya lagi.

"Orang mau membicarakan soal pernikahan dengan mereka, kau malahan mau membicarakan soal kekuatan supranatural, Sam," kata Nyonya Isabella Huang sedikit menyeringai.

"Pernikahan? Kau sudah mau membahas soal pernikahan dengan Wie Wie dan keluarganya? Bagaimana dengan pendapat Julia sendiri? Kau sudah tanya dia apakah dia sudah siap menikah dengan Wie Wie?" tanya Pak Samuel Luvin dengan pandangan polos.

"Justru sudah, Sam. Julia bilang dia oke-oke saja. Makanya aku langsung tanya ke Wie Wie kapan dia akan menikahi Julia. Wie Wie bilang tahun ini mereka akan menikah dan pagi ini langsung datang undangan makan bersama di Marriott besok malam. Aku tebak keluarga Wie Wie pasti juga sudah mendesak Wie Wie untuk secepatnya memperistri Julia, Sam."

Pak Samuel Luvin meledak dalam tawanya, "Dari mana kau bisa seyakin itu?"

"Kan memang rencana Wie Wie ajak Julia ke Medan sini karena ingin memperkenalkan Julia kepada kedua orang tuanya bukan?" tanya Nyonya Isabella Huang sembari mengulum senyumannya.

Pak Samuel Luvin mangut-mangut, "Oh ya… Kau benar… Tapi, aku tetap saja merasa penasaran dengan kekuatan supranatural dan kisah masa kecil yang selama ini Wie Wie ceritakan. Besok malam aku tidak boleh melewatkan kesempatan itu, Bell."

Nyonya Isabella Huang meledak dalam tawa renyahnya, "Julia ada cerita padaku bagaimana Wie Wie dan kedua saudaranya itu makan jika menu makanan mereka bertiga itu sama. Kau pasti akan merasa cara makan mereka itu aneh sekali."

"Bagaimana memangnya? Memangnya ada yang harus kita pertanyakan dari cara makan si kembar tiga itu?" Pak Samuel Luvin tampak sedikit bengong.

"Makanan ketiganya akan digabungkan dalam satu piring atau mangkuk besar. Mereka akan kongsi dari satu wadah yang sama. Namun, tangan mereka tidak memasukkan makanan ke dalam mulut sendiri, melainkan ke mulut dua saudara yang lain. Anehnya adalah, masing-masing dari si kembar tiga tidak akan kekurangan ataupun kelebihan suap. Demikianlah yang aku dengar dari Julia, Sam. Aneh bin ajaib bukan?" tanya Nyonya Isabella Huang kepada suaminya.

"Wow… Baru pertama kali aku mendengar cerita anak kembar yang seperti itu, Bell. Semacam ikatan batin atau telepati mungkin ya…" kata Samuel mereka-reka cerita istrinya.

"Tapi faktanya adalah, seperti yang diceritakan oleh Wie Wie, Sam… Mereka bukanlah saudara kembar, dan juga bukan saudara kandung. Mereka hanya dipertemukan oleh suatu fenomena alam yang aneh ketika Bu Florencia itu melahirkan anaknya. Begitulah…" kata Nyonya Isabella Huang.

"Dan mereka terlihat hampir-hampir mirip begitu?" tanya Pak Samuel Luvin lagi.

"Julia sudah bertemu dengan ketiga-tiganya selama beberapa waktu terakhir ini, Sam. Jika seandainya saja warna pakaian dan barang-barang yang mereka gunakan itu tidak sesuai dengan warna sinar kekuatan mereka, Julia bilang, dari belakang Julia tidak bisa membedakan mana adalah E yang mana. Bahkan, di telepon, Julia kadang masih bisa salah mengenali orang karena suara ketiganya itu hampir-hampir mirip. Yang membedakan mereka itu hanya sifat, karakter, dan kepribadian mereka, Sam. Wie Wie yang selama ini kita kenal itu berbicara lemah lembut, dengan suaranya yang santai dan serak-serak basah. Ada dua versi Wie Wie yang lain lagi, Sam. Yang satu agak emosional, gampang marah, gampang juga reda, dengan sifatnya yang sensitif dan perasa. Yang satu lagi selalu ceria, penuh semangat dan antusiasme, pandai bicara, dan punya tingkat kepercayaan diri yang tinggi, Sam. Begitulah yang aku dengar dari Julia."

Pak Samuel Luvin mangut-mangut mendengar penuturan istrinya, "Besok akan menjadi malam penuh investigasi buatku deh kalau begitu."

Nyonya Isabella Huang menyeringai lagi mendengar candaan suaminya.

Chapitre suivant