webnovel

Selalu Salah

"Dewi" Dewi terbangun oleh suaranya, dan mendesah dengan suara berat, "Jangan naik juga, tidak ada tempat yang tersisa di kasur. Kamu harus tidur di lantai. pakailah selimut sebagai alas. "

Pagi harinya, keluarga itu akhirnya bangun, Dewi menggendong Mona semalaman. Beberapa anak lainnya harus tidur dengan posisi duduk sepanjang malam. Mereka tidak bisa tidur nyenyak sama sekali.

Dewi bangun dan mulai sibuk mempersiapkan makanan. Tetapi, ia sangat kaget ketika mendapati jerami dan ranting kering yang dikumpulkan Eka kemarin sudah habis. Dewi tidak bisa memasak hari ini karena tidak ada jerami berarti tidak ada api.

"Restu, tidak ada ranting dan jerami. Apakah kamu membakar semuanya untuk menghangatkan tubuhmu kemarin?"

"Jangan menuduh dulu. Paman dan bibi kemarin malam memasak, ia menggunakan semua ranting dan jerami itu. Mereka juga menggunakan minyakmu".

Dewi tidak percaya. Tidak ada yang tersisa. "Manusia macam apa mereka? Mereka menggunakan jatah minyak keluarga kita yang harus kita hemat untuk memasak selama setahun? Mereka menggunakan semuanya untuk sekali memasak?"

Bagi keluarga restu, minyak lemak babi yang dimiliki keluarganya itu sangat banyak. Ya, setengah kaleng. Minyak pemberian ibu Dewi itu memang harus digunakan sehemat mungkin agar masakan tetap terasa gurih setiap hari.

Dewi tak percaya jika mereka punya kebiasaan seperti ini di rumahnya sendiri. Mereka harus menjadi konglomerat dulu baru bisa memasak dengan gaya seperti itu.

Dewi menahan amarahnya. "Tidak apa-apa,tapi kamu harus membuat mereka makan malam di rumah ibumu hari ini. Kamu harus bicara dengan ibu agar ibu mendesak mereka mebangun rumah. Jika tidak, anak-anak pasti menderita. Hari ini cuacanya bagus, minta mereka membangun gubuknya sendiri."

Pasangan itu berbicara dengan tenang di dapur, tetapi pembicaraan mereka membuat anak-anak di kamar ikut ribut, "Kakak dan adik, sarapan belum siap?"

Anak-anak masih menunggu Dewi memasak untuk mereka, "Kak, kami minta maaf karena bibi menggunakan semua jerami dan rantingmu tadi malam. Sekarang kalian tidak bisa memasak nasi. Aku tahu ini pasti akan terjadi. Jadi, kalian dipersilahkan makan di rumah utama sekarang. Akan ada menu telur rebus untuk kalian"

Anak-anak yang mendengar kata telur rebus langsung merengek."Bu, ayo kita makan bersama bibi, kami ingin telur rebus."

"Tidak Adik ipar, Pergilah kesana, kita semua baik-baik saja" Dewi dengan sopan menolak undangan mereka. Percuma jika Dewi datang, ibu mertuanya itu pasti akan memperlakukannya tak baik.

Setelah keluarga Bibi keluar, Mingcheng buru-buru menutup pintu dan menguncinya dari dalam.

"Bu, mereka tidak akan makan semua makanan kita lagi, kan?"

Lemari itu sempat dibuka Restu kemarin. Tentu saja mereka tahu berapa banyak makanan yang ada di dalamnya. "Itu adalah makanan kita selama tiga hari, jadi kita harus menyimpannya."

Mona mulai enggan hidup seperti ini, "Bu, hari ini kita bingung dengan apa yang kita makan. Kita bisa mencoba menentukan jadwal makan, ada hari dimana kita makan dan ada hari dimana kita harus menahan lapar. Jika ini tak berhasil juga, kita harus menemukan tali untuk menggantung hidup." Keluarganya sudah di ambang bahaya, Mona mulai merasa depresi.

Suasana hati anak-anak sedang buruk, sudah berusaha keras dan tak tahan lagi hidup seakan tanpa nyawa.

Anak-anak depresi, Restu tentu saja bisa merasakannya, "Kalau begitu aku akan memberikan kuncinya, jadi tolong jaga isi lemarinya. Aku akan memberitahu ibuku untuk tidak membiarkan mereka datang."

Setelah berbicara tentang bunuh diri, anak-anak memandang Dewi tanpa daya. "Bu, kita tidak bisa menyia-nyiakan makanan seperti ini. Ibu lihat panci sisa makan mereka kemarin? Mereka membuangnya begitu saja, padahal kita susah payah mengumpulkannya. Jika yang mereka makan adalah ayam, pasti mereka akan menghabiskannya tanpa sisa"

Namun, Eka dapat melihat dengan jelas, "Adik, jika kita menyembelih ayam, tentu saja kita tidak akan membiarkan orang seperti mereka meminta dan bahkan sekedar melihatnya."

Mona menatap ibunya yang khawatir, dan dengan takut-takut berjalan meraih tangannya. "Bu, jangan khawatir, hidup kita akan lebih baik. Aku akan membantu ibu mengatur bahan makanan agar tetap cukup untuk kita semua. "Jelas tidak mungkin untuk makan dengan posri seperti sebelumnya saat ini.

Pasangan itu terlalu berhati lembut. Dewi selalu berusaha menerima dan menganggap semua baik-baik saja. Smentara Resrtu tidak bisa menggelengkan kepalanya kepada perintah sang ibu dan orang-orang yang datang meminta bantuannya.

"Ya, berikan kepada adikku, dan aku akan membantu adikku berjaga, biar kulihat siapa yang berani mencuri makanan dari keluarga kita" ucap Rano dari samping.

Ketika Rena membersihkan kasur, dia berseru, "Bu, ada kutu di tubuh mereka. Lihat tikar dan kasur itu."

Keluarga Restu sudah mandi setiap hari dan menggunakan obat kutu. Tidak ada lagi kutu di tubuh mereka. Jika sekarang ada kutu lagi, asalnya pasti dari keluarga bibi dan paman.

"Kak kemarilah, datang dan bantu aku. Aku harus mengguncang tikar kang dan selimutnya. Setelah itu kita periksa apakah ada yang masih tersisa di kasur."

Keempat anak tidak menunggu perintah orang dewasa untuk mulai melakukannya. Anak-anak tahu bahwa Dewi suka kebersihan. Jadi, ia harus membantu ibunya sebisa yang mereka lakukan.

Dewi mengawasi anak-anak dari luar.

Wawan membawa begitu banyak makanan hasil laut kemarin. Dewi kini membagikannya kepada adik ipar, kakak ipar, ibu mertua, dan bibinya. Dewi meminta anak-anak mengantarkannya dan saat ini Dewi hanya tinggal menunggu anak-anaknya kembali.

Eka kebagian mengantar ke rumah pamannya. Saat pulang, Ida memberikannya 6 potong roti. Sedangkan keluarga paman yang baru datang itu kemarin telah melakukan kesalahan, mereka telah membakar habis jerami dan ranting. Mungkin saja mereka belum makan hari ini sehingga Dewi berniat ingin memberi keluarga mereka lebih banyak.

Ketika Dewi hendak berangkat memberikan bingkisan makanan kepada pamannya, Eka datang dengan 6 potong roti di tangannya.

Rano kebagian mengantar makanan kepada bibi tua di sebelah rumahnya. Wanita tua itu tidak memberikan apa-apa, hanya miso, yaitu fermentasi kedelai yang biasa digunakan untuk memasak sayuran.

Restu kembali. Mimik wajahnya menunjukkan jika ada yang tidak baik. Ia pasti kena marah tadi, tapi tidak ada yang berani bertanya.

Dewi mengambil beberapa lembar bayam dari pekarangan. Ia kemudian menggunakannya untuk memasak sayur, diolah bersama siput dan kerang. Masakan Dewi hari ini sangat nikmat jika disantap bersama roti yang diberikan bibi tua di samping gubuk mereka tadi. Anak-anak makan besar hari ini.

Dewi dan anak-anak itu makan dengan lahap, tetapi Restu tidak dapat makan dengan lahap. Kali ini dia dimarahi lagi. Ia merasa benar-benar sial.

"Ayah, ayah datang dan dimarahi. Jangan marah dan dengarkan aku. Ayah belum paham nenek. Paman dan paman kedua itu menjaga jarak dari nenek, jadi mereka aman. Ayah harus berani melawan, jangan biarkan mereka memarahimu. Lihatlah, mereka tidak berani memarahi paman dan paman kedua, bukan? Mereka tidak peduli dan tidak datang lagi ke rumah nenek. Sedangkan ayah terus-terusan datang. Ayah boleh kesana jika ayah ingin dimarahi lagi. Mereka justru bersenang-senang ketika ayah bingung. Ayah selama ini hanya dimanfaatkan.

Mona menjelaskan panjang lebar pada ayahnya. Restu berpikir sejenak sebelum akhirnya ia paham apa yang dikatakan Mona.

Gadis baik, ayah ingin mengerti maksudmu kali ini. Ayah tidak akan peduli lagi kali ini. Ayah akan mengunci pintu untuk mereka.

Hari ini, ayah akan mengajak kalian ke ladang. Kalian bisa mencari jerami di selokan dan menggunakannya untuk memasak nanti. Sementara ayah akan melihat-lihat hasil pertanian disana.

Agar tidak ada lagi yang meminta makanan, kali ini keluarga Restu menghabiskan hidangan. Setelahnya, anak-anak pergi bersama Restu dengan membawa keranjang.

Chapitre suivant