"Dengar, kamu adalah milikku. Hanya aku yang bisa menikahimu"
Lengan kuat Nico membalikkan badan Sandra hingga menghadap ke arahnya dan memeluknya erat-erat. Dalam kegelapan, Sandra sudah hampir tertidur dengan lelapnya. Ia masih memejamkan matanya dan sama sekali tidak melihat wajah Nico. Wajah pria itu saat ini memperlihatkan sesuatu yang dirasakannya. Rasa takut. Dia yang tidak pernah merasa takut dengan apapun, bahkan ketika segerombolan orang berusaha membunuhnya sekalipun, tiba-tiba memiliki sesuatu yang ditakuti. Saat ini dia begitu takut kehilangan Sandra. Jika gadis itu menolak untuk menikahinya, maka impian untuk bersamanya akan musnah.
"Berisik", gumam Sandra yang perlahan-lahan mulai terjun ke dalam ruang mimpi. Ia sama sekali tidak mendengar ucapan Nico dengan jelas. Satu-satunya hal yang ia rasakan saat ini adalah rasa nyaman. Berada di dalam pelukan Nico selalu membuatnya cepat terlelap. Lengan kekasihnya itu begitu hangat sehingga siapapun yang berada dalam dekapannya tidak akan mau pergi. Sandra rela untuk hanya tidur di pelukan itu seumur hidupnya.
.............
Sepulang dari apartemen Sandra, Diana memutuskan untuk pergi dan tidak pulang ke rumahnya. Ia mencari bar terdekat dan mencoba meluapkan rasa frustasinya dengan caranya sendiri seperti biasa. Setiap suasana hatinya sedang buruk, dia akan mendatangi tempat yang menyediakan minuman alkohol untuk melampiaskan kekesalannya.
Semua orang yang melihat kedatangan Diana dengan aura yang begitu galak mulai menjauh secara perlahan. Meskipun banyak pria tertarik dengan parasnya yang cantik dan tubuhnya yang tinggi ideal seperti foto model, namun tak ada satupun diantara mereka yang berani mendekat.
"Sialan Sandra... apa hebatnya dia... ", gumamnya sambil memainkan gelas yang telah kosong di tangannya. Setelah menghabiskan beberapa gelas anggur, Diana mulai gemetar. Saat-saat inilah yang justru membuatnya rileks dan perlahan lahan melupakan masalahnya..
Dengan musik yang menggelegar dan kerumunan orang yang menari-nari menikmati musik, dia berjalan menuju lantai dansa. Diana mengangkat tangannya dan bergoyang liar dengan semua orang di bawah lampu neon yang berkedip-kedip.
Diana berputar-putar dengan lihai mengikuti iringan musik. Posturnya yang tinggi dan anggun menjadi sangat mencolok di antara kerumunan. Beberapa pria membungkuk ke arahnya, mencoba untuk berdansa bersamanya. Gadis itu sama sekali tidak memperdulikan semua pria yang berusaha menarik perhatiannya.
Di salah satu meja VIP bar, Dhanny Atmaja memusatkan perhatiannya pada sosok cantik yang sedang berdansa dengan hebohnya. Sosok itu tidak lain adalah Diana. Dengan kulit putih dan kaki panjang yang indah, seksi dan feminin, gadis itu memenuhi syarat sebagai wanita yang pantas menjadi milik seorang Dhanny Atmaja. Lelaki itu meletakkan gelas anggurnya, berjalan dengan angkuh ke tengah lantai dansa. Ketika semakin mendekati Diana, ia bersandar ke punggung gadis itu dan memutar tubuhnya, berusaha mengikuti ritme dansanya.
Ketika mereka berdua bertemu, Dhanny memeluk pinggang Sandra.
"Hei, apa kamu sedang sendiri?"
Diana memutar matanya. Meskipun pria di depannya cukup tampan dan terlihat kaya, tetapi temperamennya yang dangkal membuat gadis itu merasa risih. Seseorang seperti Diana tidak bisa ditaklukkan oleh pria biasa. Dia harus mendapatkan pria dengan kualitas terbaik, jauh lebih baik daripada pria yang bersama dengan Sandra.
"Menjauhlah dariku." Diana memasang ekspresi menghina, memutar pinggangnya, dan berpaling dari Dhanny. Ia kehilangan keinginan untuk terus berdansa dan bergegas menyingkir.
"Wanita yang menarik", gumam Dhanny menaikkan salah satu sudut bibirnya. Ia memandang punggung indah wanita yang pergi meninggalkannya. Bukannya merasa terhina, ia malah semakin tertarik padanya.
"Dhan, ayo minum lagi", ajak temannya sambil membawa sebotol anggur.
"Tidak. Aku sudah bosan" jawab Dhanny dengan dingin dan bergegas melangkah kearah Diana pergi.
Di luar bar, lelaki itu menemukan sosok Diana. Gadis itu terlihat kebingungan di tempat parkir. Ia berjalan mondar-mandir sambil mencari sesuatu di dalam tasnya.
"Kemana kunci mobil sialan itu?!" geram Diana. Ia ingat dengan jelas telah memasukkannya ke dalam tas, dan sekarang dia tidak dapat menemukannya. Bagaimana dia bisa pulang tanpa mobil? Diana sangat marah sampai menendang mobilnya. Tetapi tentu saja itu malah menyakiti dirinya sendiri.
Dhanny tidak boleh melewatkan kesempatan ini. Ia bergegas masuk ke dalam mobil mewahnya, menyetirnya hingga berhenti tepat di depan gadis itu.
"Mau ku antar?" Dhanny membuka kaca jendela mobilnya.
Senyuman nakal terlihat jelas di wajahnya. Jelas sekali pria ini tidak bisa dipercaya.
"Tidak perlu." Diana bukanlah gadis yang polos. Bahkan ketika dalam keadaan mabuk, dia tidak akan membiarkan dirinya diperdaya oleh pria tidak dikenal. Apalagi dengan wajah mencurigakan seperti pria di depannya saat ini.
Dhanny mencibir: "Ternyata meskipun terlihat garang, tapi kau bahkan tidak berani untuk masuk ke dalam mobilku haha aku salah menilaimu"
Siapa pria ini? Berani sekali dia menertawakannya. Ia yang begitu menjunjung tinggi harga dirinya merasa dilecehkan. Tanpa pikir panjang, ia langsung menarik pintu mobil, dan duduk di sebelah pria asing itu.
"Siapa bilang aku tidak berani?"
"Wow" ujar Dhanny kagum. "Aku suka keberanian ini. Baik nona cantik, ke arah mana aku harus mengantarmu?"
"Jalan saja ke arah perusahaan Hartono Group" Diana menyandarkan kepalanya ke belakang. Kepalanya sedikit pusing dia menutup matanya.
"Hartono Group? Apa kamu anggota keluarga Hartono? " Dhanny mengerutkan kening.
"Ya! Diam jangan ganggu aku tidur", bentak Diana tanpa membuka matanya.
Gadis yang ada disebutkan Ayahnya juga adalah wanita muda dari keluarga Hartono. Tapi wanita yang duduk di sebelahnya ini jelas berbeda dari gadis kecil di foto yang dilihatnya. Mungkinkah wanita ini saudara perempuannya?
Kalau benar begitu, cukup menarik, kali ini dia akan membunuh dua burung dengan sekali lempar. Dua saudara perempuan dari keluarga Hartono bisa menjadi miliknya seorang, haha! Menarik, sangat menarik.
Mobil sport itu melaju kencang di jalan, Diana tertidur dalam keadaan linglung, dan bahkan lupa bahwa dia sedang mengendarai mobil orang asing. Setengah jam kemudian, mobil berhenti di luar gerbang rumah keluarga Hartono. Pada saat itu, Diana masih tertidur pulas. Dia bersandar di dalam mobil dengan tenang. Wajah tidurnya yang begitu cantik membuat Dhanny terpesona. Pria itu tidak ingin terburu-buru membangunkannya, tetapi bergerak maju dan memperhatikan gadis itu dari jarak yang sangat dekat.
Dari jarak dekat itu, hidung Dhanny dapat mencium aroma parfum Diana yang khas. Benar-benar aroma yang menunjukkan aura seorang wanita dewasa. Sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan wanita yang sesuai dengan tipe idealnya.
Tanpa sadar, ia terus mendekatkan kepalanya ke arah wajah Diana. Dengan sekejap bibirnya mendarat ke bibir merah Diana. Saat itu juga, Diana tiba-tiba membuka matanya dan langsung mengangkat tangannya untuk menampar pipi lelaki yang berani menciumnya saat sedang tidur.
Untungnya, Dhanny bereaksi cukup cepat, meraih pergelangan tangan gadis itu dan menahannya.
"Jadi begini cara putri dari keluarga Hartono mengucapkan terima kasih kepada orang yang berbaik hati mengantarnya pulang?" Dhanny tersenyum dengan licik.
"Terima kasih?" Diana mencibir: "Benar-benar tidak tahu malu."
Diana melepaskan pergelangan tangannya dari genggaman pria itu. Ia lalu membuka pintu dan langsung lari ke arah pintu rumahnya.
"Hei, namaku Dhanny Atmaja! Jadilah wanitaku!" Dhanny berteriak tanpa rasa malu. Meskipun sangat norak dan menjengkelkan namun ada satu hal yang berhasil menarik perhatian Diana. Yaitu nama pria itu. Atmaja? Bukankah itu adalah nama besar di negara ini? Atmaja adalah pemilik East Group, konglomerat terbesar di negara ini, bahkan di seluruh benua! Memiliki anak perusahaan di berbagai negara di dunia, bisnisnya sangat besar!
Siapapun dari East Group dengan nama belakang Atmaja dapat dengan mudah menakuti siapapun sampai mati hanya dengan nama itu. Pria dari keluarga Atmaja jelas jauh lebih baik dan kaya daripada pacar Sandra yang masih tidak jelas latar belakangnya.
Diana menghentikan langkahnya, berbalik, dan memandang pria di dalam mobil dengan angkuh.
"Ada banyak lelaki yang menginginkanku untuk menjadi wanitanya! Katakan kenapa aku harus memilihmu?!"