webnovel

Nona Muda di Vila Dion

Pintu kamar Yura dibuka. Tampak pakaian wanita bertebaran di seluruh ruangan. Tempat tidurnya pun juga berantakan.

"Dion, tenanglah!" teriak Marissa. Marissa memungut rok dari lantai. Dia berlari ke arah Dion, tetapi tercengang ketika dia melangkah masuk ke kamar Yura.

Ini ... Kenapa berbeda dari yang dia rancang sebelumnya?

Di samping tempat tidur besar yang luas, pria berbaju hitam itu tergeletak di lantai tak berdaya, darah perlahan-lahan menetes di dahinya, meninggalkan noda merah di karpet. Pecahan keramik tersebar menutupi lantai kamar itu.

'

Di tempat tidur, Yura, yang pakaian dalamnya sudah dilucuti oleh pria itu, duduk di sudut terbungkus selimut. Dia menggigil kedinginan dan ketakutan. Dia masih memegang sepotong keramik dengan erat di tangannya. Ada darah yang mengucur dari telapak tangannya yang putih bersih.

Yura sepertinya baru saja melawan sesuatu yang besar, dan dia terus bergumam, "Jangan dekati aku. Pergi…Pergi… Pergi..."

"Apa yang terjadi?" Dion masih tampak dingin setelah melihat keadaan kamar Yura.

"Ini ... ini ..." Marissa panik, "Yura, ada apa denganmu? Bukankah kamu memintaku untuk membiarkan Ramon mendatangimu? Kenapa kamu malah menyakitinya? Ah! Kamu bisa menghancurkan karirmu di dunia hiburan jika begini! "

Yura masih di tempat tidurnya. Dia sepertinya tidak bisa bangun. Dion mendekat sedikit. Dia melihat kulit putih Yura menjadi sedikit merah. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh, dan segera terkejut oleh betapa panasnya tubuh Yura.

Yura menatapnya Dion dengan wajah sendu.

"Panas! Tubuhnya sangat panas!" ucap Dion. Dia menatap Yura dan segera memeluk tubuhnya yang terbungkus selimut.

"Dion, apa yang kamu lakukan? Yura sudah melakukan hal yang buruk di belakangmu. Kenapa kamu malah melindunginya?," tanya Marissa mencoba menghasut Dion.

Dion menatapnya dengan dingin, dan Marissa hampir jatuh ke lantai karena ketakutan. Dion membawa Yura dengan mobilnya. Dia dengan hati-hati melindunginya, dan pergi ke rumah sakit.

"Dion..." terdengar suara parau memanggil Dion. Sebelum dia bisa menyalakan kendaraannya, orang di kursi belakang tiba-tiba memanggil namanya.

"Aku sangat tidak nyaman… Air... Beri aku air…" kata Yura yang duduk di belakang.

Yura menggerakkan tubuhnya dengan tidak nyaman. Selimut yang awalnya melilit tubuhnya terbuka, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang menawan. Dion menutupinya dengan selimut lagi, membantunya duduk dan minum air. Ketika Dion beranjak untuk mulai mengemudikan mobilnya, Yura memegang erat sudut pakaiannya. "Jangan pergi..." kata Yura.

"Dion, aku tidak bisa melakukannya lagi, tolong bantu aku," ucap Yura mencoba menahan Dion. Yura yang masih samar-samar sadar, mengalungkan lengannya ke leher Dion. Tangannya sangat panas. Tubuh Dion terasa panas, seolah-olah aliran listrik mengalir di tubuhnya. Namun, tiba-tiba bibirnya terasa hangat.

Mulut kecil Yura menempel erat padanya, seolah-olah dia tidak puas dengan ini, Yura menarik Dion ke arahnya dan bersandar padanya.

"Lepaskan." Suara Dion rendah, seolah mencoba menghindari sesuatu. Yura, yang masih di bawah pengaruh obat, tampak bingung. Yura tidak mau mendengarkan Dion, jadi dia hanya menempel padanya seperti gurita.

"Jangan pergi, Dion" katanya merajuk. Suhu di dalam mobil sepertinya semakin tinggi. Yura adalah wanita yang spesial bagi Dion sejak kecil, tapi saat itu dia hanya memperlakukannya sebagai saudara perempuannya.

Sampai suatu ketika, ketika mereka bertemu tiga tahun lalu, saat Dion melihatnya, seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya. Dion ingin memilikinya karena dia mencintainya. Dion selalu berupaya untuk menjaga gadis itu di mana pun. Tapi, Yura seperti tidak pernah peduli dengan usahanya.

Sampai beberapa hari yang lalu, Yura memanggil namanya dan bahkan berinisiatif untuk dekat dengannya. Dion tidak tahan lagi. Sekarang dia menatap wajah merah Yura, menundukkan kepalanya dan menciumnya dengan keras.

...

Sudah larut malam ketika Yura bangun.

Kamar tidur dan selimut di ruangan ini tampak familiar. Mengapa dia kembali ke sini lagi? Yura sedikit bingung. Apakah yang terjadi sebelumnya hanya mimpi? Itu artinya dia tidak diusir dari rumah Dion dan juga tidak…

Memikirkan hal ini, Yura segera membuka selimutnya untuk memeriksa tubuhnya.

"Tidak mungkin!" pekik Yura histeris. Melihat bekas ciuman di tubuhnya, hati Yura hancur setengah mati. Dia berhasil memukul pria itu dengan pot bunga, tapi mengapa dia tetap tidak bisa lolos darinya.

"Bagaimana aku harus menyembunyikan wajahku?" teriak Yura lembut di bawah selimut.

Pintu kamarnya terbuka. Dion mengenakan piyama longgar dan duduk di tempat tidur Yura. Melihat Dion akan menyingkap selimutnya dan berbaring, Yura bergegas ke sisi lain tempat tidur karena terkejut.

"Kamu, kamu ... apa yang kamu lakukan?" bentak Yura sambil menghindar.

"Tidur." Dion bahkan tidak menatap matanya.

"Tidur? Tapi kenapa kamu merangkak di tempat tidurku?" Yura sedikit kesal.

"Aku akan bertanggung jawab," Dion menatapnya dari samping.

"Bertanggung jawab? Apa maksudmu? Katakan padaku dengan jelas!" ucap Yura masih tidak paham.

"Meski kamu memohon padaku untuk tidur denganku saat itu, aku bukanlah orang yang gampang dibujuk. Tapi, karena itu sudah terlanjur terjadi, jadi aku akan bertanggung jawab," jelas Dion panjang lebar.

Ada apa ini? Apa yang dikatakan pria ini? Tanya Yura dalam hati. Yura ingin mengucapkan beberapa kata, tapi detik berikutnya, seperti tersambar guntur, tubuhnya membeku.

Mungkinkah…

Yura menatap tanda merah di tubuhnya. Dia tidak bisa menahan diri untuk berpikir bahwa bekas itu adalah bekas yang ditinggalkan Dion.

Melihat Yura dengan wajah tertekan, Dion langsung tersenyum puas.

...

Keesokan paginya, Yura mengusap matanya yang mengantuk dan berguling. Dia tidak tidur nyenyak tadi malam. Saat dia berusaha menutup matanya, wajah tampan Dion seperti memintanya untuk tetap membuka matanya dan melihatnya.

Saat Yura masih dalam keadaan linglung, pelayan vila itu berjalan mendekat dan membungkuk. Dia berkata, "Selamat pagi, nona muda."

Yura tercengang. "Aku bukan nona mudamu," kata Yura mengoreksi dengan serius.

"Tapi, tuan muda meminta saya memanggil Anda seperti itu," kata pelayan itu tampak malu.

Saat Yura dibuat sakit kepala oleh pelayan itu, tiba-tiba ada suara pelan di belakangnya. "Kamu sudah bangun?" tanya Dion. Dion menutupi bahu Yura dengan satu tangan dalam posisi yang ambigu. Yura sangat ketakutan sehingga dia hampir melompat, dia akan bangkit dari tempat tidur, tetapi tangan Dion dengan kuat menahannya.

"Kamu… menjauhlah dariku!" Yura membuang muka karena malu. Dion tidak berhenti, "Aku melakukan semua yang seharusnya dilakukan. Kenapa kamu malu sekarang? Apakah ini sedikit terlambat?"

"Melakukan semua yang harus kamu lakukan? Tahukah kamu siapa yang mengusirku kemarin?" balas Yura pada Dion.

Yura beranjak pindah ke sisi Dion untuk menekannya. Yura ingat apa yang terjadi di hotel kemarin, dan hatinya sakit. Mungkin orang itu juga dikirim oleh Dion. Tapi Dion sepertinya tidak peduli.

"Ayah dan aku telah sepakat bahwa selama aku berhasil mendaftarkan perusahaan baru di Eropa dalam waktu satu bulan, dia tidak akan lagi mengganggu hubungan kita," ungkap Dion.

Dia berbicara dengan ringan, tetapi Yura tahu betul bahwa tidak akan mudah untuk melakukan syarat dari ayah Dion itu! Yura menatapnya dengan tatapan kosong, dan bertanya tanpa sadar, "Apakah kamu tidak akan kesulitan?"

"Apakah kamu mengkhawatirkanku?" tanya Dion penasaran. Sudut bibir Dion sedikit terangkat, dan mata sipitnya menatap Yura intens. Tatapannya berhasil membuat jantung Yura berhenti berdetak.

"Jangan khawatir, aku akan segera kembali" Dion menyentuh kepala Yura dengan lembut.

"Aku akan menyuruh Reza untuk melindungimu. Kamu bisa menghubungiku kapan saja jika kamu memiliki masalah. Selama aku tidak ada di sini, berhati-hatilah dan jaga dirimu baik-baik," ucap Dion berusaha menenangkan Yura.

Untuk beberapa alasan, setelah mendengar kata-kata Dion, Yura tiba-tiba merasakan kegembiraan di hatinya.

Chapitre suivant