webnovel

Perhatian Kecil

"Kenapa menatapku begitu? Kau akhirnya jatuh cinta padaku? Terpesona padaku?" tanyanya.

Reynaldi menatapnya sebentar kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya tadi.

Alana merasa malu dan menutupi tubuh serta wajahnya dengan selimut. "Apa kau bercanda? Aku tidak begitu! ..."

Reynaldi berhenti mengetik dan ketika dia mengangkat kepala untuk menatapnya, dia hanya terdiam.

Alana mengabaikan Reynaldi. Saat melihat jam di ponselnya dia langsung bangkit berdiri. "Ha? Sudah jam 6?!" ujarnya terkejut.

"Dasar kebo" ejek pria itu.

"Apa katamu?" Alana menatapnya dengan kesal.

Reynaldi menyimpan pekerjaannya di folder, mematikan komputer, bangkit dan mengambil jaketnya di meja. "Kau tidur nyenyak sekali dari jam dua sampai sekarang. Seperti kebo, bukan?"

"Kan aku sakit!" elaknya.

"Sakit?" Pria itu berjalan mendekati Alana. Satu tangannya memegang dagu Alana dan memutar-mutar kepala kecilnya kenan dan kekiri seperti mengecek sesuatu kemudian tertawa. "Sebuah alasan yang bagus, Alana"

"Reynaldi, kau--"

"Ayo pergi dan beli sesuatu untuk dimakan." ajak Reynaldi.

"Di luar sangat dingin, aku tidak mau keluar." Alana duduk kembali di sofa, menyelimuti dirinya sendiri dengan selimut, dan menggelengkan kepalanya kuat.

"..."

"Hei, apa kau tidak peduli padaku yang sedang sakit ini?" tanyanya.

Alana bergegas menyusul saat melihat Reynaldi yang sudah berada di ambang pintu.

"Apa saat ini kau tidak sedang berkencan dengan seseorang?" tanya Alana tiba-tiba. Namun, segera menyesali pertanyannya saat tidak mendengar jawaban dari pira itu.

"Em ... Em anu... aku juga lapar ..." gumam Alana.

"Jadi, aku harus segera pergi dan membelikanmu makanan, bukan?" Reynaldi sungguh tidak sabaran! batinnya.

"Ha? Oh ... baiklah, hehe ... pergilah, bawalah payung, dan jangan lupa topinya, ya!" Alana buru-buru mengambil topi wol putihnya dan memakaikan topi itu ke kepala Reynaldi sambil berjinjit karena dia tidak lebih tinggi darinya. Lalu, kemudian memandang sebentar dan memuji betapa cocoknya Reynaldi memakai topi wolnya.

"... Hei, cocok sekali denganmu! Nah, sekarang kau boleh pergi!"

"..."

Matan Reynaldi yang cerah menatap mata gadis itu. Dia dapat menghirup aroma shampo yang menguar dari topi wol putihnya.

"Alana, Kau benar-benar akan menulariku!" Dia berkata dengan kesal sambil menunjuk ke topi di kepalanya, lalu membuka pintu dan berjalan keluar.

Alana berkata dengan geli dibalik pintu, "Aku akan menularimu!"

Kantor Presiden Mahasiswa adalah ruangan berkumpul anggotanya yang cukup luas dengan pemanas di dalamnya. Meskipun Alana lapar, tetapi tidak masalah karena ruangan itu cukup hangat baginya. Hal ini membuat dirinya nyaman.

______

Setelah mengecek media sosial di ponselnya, Reynaldi merasakan satu tetes air yang tahu dari topi wolnya.

"Hujan?"

Setelah membeli makanan untuk mereka, Reynaldi kembali ke ruangannya. Dia disambut Alana yang dengan antusias merebut kresek makanan di tangannya.

"Sedang hujan di luar." Reynaldi mengguncang-guncangkan topi wolnya yang sedikit basah dan melepas topinya dan meletakkan itu di dekat pemanas agar kering.

"Wah, hujan?!" Alana membuka tira jendelai, dan benar saja, ditengah suasana malam yang gelap, rintik-rintik air hujan berjatuhan dengan derasnya. Alana terpaku saat melihat itu.

"Kemarilah. Makanlah dulu."

"Oke!" Alana bergegas duduk di sampingnya dengan patuh dan bertanya dengan penasaran, "Apa yang kau beli untukku?"

"Bubur dengan irisan telur dan suwiran ayam. Minumlah obatmu setelah kau menghabiskan buburmu."

"Baik..."

"Kenapa?" Reynaldi memandang Alana yang terdiam memandang buburnya.

Alana memperhatikan bubur ayamnya dengan raut wajah yang sulit ditebak.

"Sepertinya ada yang mencurigakan dengan suwiran ayamnya?" tanya Alana curiga.

Reynaldi mengambil suwiran ayamnya sedikit dan mencicipinya. "Tidak, kok. Rasanya enak seperti biasa. Tidak ada yang aneh."

"Tapi ..." Alana juga lapar, tetapi bubur ayam yang selalu menjadi favoritnya kini tidak menggugah seleranya. Entah kenapa ...

Alana tidak menghabiskan buburnya walaupun hanya setengah mangkok dan segera meletakkannya di meja. Matanya kini fokus pada semangkok mie kuah pedas yang tengah dimakan Reynaldi.

Setelah melihatnya lama, melihat Reynaldi yang tampak tidak mempedulikannya, Alana berpura-pura menyanyi sedikit untuk mendapatkan perhatian Reynaldi.

Huh! Dia benar-benar tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu! Jahat sekali!

"Reynaldi!" panggil Alana keras.

Melihat mienya yang hampir habis dimakan, Alana langsung mengulurkan kedua tangannya dan merebut mie dari Reynaldi.

"Alana, lepaskan!"

"Satu suap saja, ya ..." Alana tetap bertahan dan tidak mau melepaskan mangkoknya.

"Aku akan membelikanmu sendiri saat kau sudah sembuh! Lepaskan, Alana!"

"Tidak, aku inginnya makan sekarang!" ucap Alana keras kepala.

"Alana, aku tidak akan mengingkari janjiku padamu. Akan kubelikan nanti, ya?" bujuk Reynaldi.

"Rey, hanya satu suap saja. Aku berjani hanya satu suap... Aku tidak berselera memakan bubur ini ..."

"..."

Ekspresinya begitu menyedihkan saat sedang merajuk seperti itu. Reynaldi mengira itu hanyalah trik Alana saja.

"Bukankah ini adalah bubur ayam favoritmu?"

"Aku sekarang sedang tidak berselera memakannya ..." jawab Alana cemberut.

Gadis itu begitu keras kepala, pikirnya. Dia tiba-tiba mendapatkan sebuah ide. "Baiklah, jika kau menghabiskan buburmu, aku akan memberimu satu gigitan mie" tawarnya.

"Benarkah?" tanya Alana penuh harap.

"Ya."

"Oke!"

Alana segera mengambil mangkoknya dan menelan semua sisa buburnya dengan satu suapan! Dan setelah itu, yang dia lihat hanyalah mangkok kosong bekas mie kuah tadi. Mienya sudah habis dimakan Reynaldi.

"Reynaldi!" Alana sangat marah, dan maju untuk mencubitnya, tetapi sebelum itu, tiba-tiba perutnya terasa mual dan dia segera berlari ke kamar mandi kemudian muntah-muntah. Bubur yang dimakan Alana dia muntahkan semua.

Reynaldi benar-benar ketakutan sekarang. Dia segera menghampiri Alana yang tengah menunduk di wastafel lalu menepuk-nepuk punggungnya. "Kau baik-baik saja, Alana?" tanyanya khawatir.

Alana sedang tidak enak badan dan perutnya terasa mual. Ketika dia memikirkan tingkah licik Reynaldi tadi, dia sedih dan tiba-tiba menangis sambil menatap pria itu.

"Sudah kubilang aku tidak mau makan. Aku tidak mau makan bubur itu! Kau terus saja memaksaku! Dan lihat! Aku jadi mual dan muntah-muntah sekarang!" ucapnya marah.

Reynaldi diam. Wajah gadis itu terlihat pucat dan ekspresi di wajahnya tampak kesal. Satu tangannya ia julurkan ke dahi Alana dan mendapati gadis itu berkeringat banyak.

"Tinggalkan aku sendiri! Kau jahat! Aku sedang sakit sekarang, malah kau mempermainkanku seperti ini! Huhuhu ..." Alana bertambah kesal.

"Alana! Jangan keras kepala! Basuh wajahmu dulu!"

"Kau ...!"

"..."

Reynaldi melihat kedua mata itu masih berkaca-kaca. Jadi, dia harus membuat Alana tenang dahulu.

Setelah beberapa saat, Alana muntah lagi!

Tubuh kecil itu dibaringkannya ke sofa.

Reynaldi mengambil jaketnya di meja dan saat akan mengenakannya suara Alana menghentikan gerakannya.

"Kau mau kemana?"

"Mengantarmu ke rumah sakit!"

"Aku tidak mau! Mungkin aku hanya masuk angin, tidak apa-apa! Jangan memaksaku lagi. Aku akan segera baikan!" jawab Alana keras kepala yang mebuat Reynaldi semakin tidak sabar.

Reynaldi bukanlah seseorang yang bisa selalu sabar. Terkadang dirinya juga tidak sabaran. Seperti saati ini, melihat Alana yang sakit dan menjadi keras kepala, membuatnya tidak sabar.

Dia menarik duduk paksa gadis itu. Memakaikan jaket, topi dan sepatunya ke Alana.

"Reynaldi, kau seperti ayahku saja... Aw! Kenapa kau memukulku!" keluhnya saat kepalanya dijitak oleh pria itu.

Reynaldi tetap diam dan pura-pura tidak mendengarkan ocehan Alana.

"Tapi ayahku tidak mau memukulku ... Reynaldi, kenapa kau tidak mendengarkanku ... Di luar sangat dingin dan sedang hujan deras. Jadi, tidak perlu ke rumah sakitnya, kan? Mungkin besok aku akan kembali baikan-uhuk-uhuk ..."

Chapitre suivant