webnovel

Tujuh.

Huda tiba-tiba tersedak saat meneguk air.

Huda sedang berada di kantor Reserse unit Resmob. Seperti halnya tugas yang diberikan padanya ketika di tempatkan di Tim Khusus setahun lalu, tugas yang diberikan padanya kali ini pun tidak jauh beda. Ia selalu diberi bagian tugas yang pada titik tertentu menjadikannya penghubung antara Tim Khusus dan unit Resmob secara langsung.

Alasannya jelas karena Huda dari unit yang sama, sehingga mudah membangun komunikasi untuk membantu kelancaran penyelidikan kasus.

Ketua tim menugaskannya untuk melacak di mana tempat sinyal terakhir kali ponsel kedua korban berada, juga menyalin catatan teleponnya. Tugas lainnya adalah mencari hubungan yang mungkin ada antara korban pertama dan korban kedua. Karena sudah dipastikan pelakunya sama, pasti ada kesamaan yang dimiliki setiap korban, yang selanjutnya akan menjadi penghubung dengan si pelaku.

"Ini salinan catatan teleponnya!" Seorang petugas menyerahkan lembar-lembar kertas yang Huda minta. "Salinan lokasi terakhir sudah, 'kan?"

"Sudah. Thank's ya, Bang."

"Jangan lupa laporan berita acaranya!"

Huda hanya mengacungkan jempolnya dan berlalu.

Polrestabes adalah markas tempat Tim Khusus yang dibentuk ditempatkan. Sesampainya Huda di ruangan Tim Khusus, ia segera mengurung diri, duduk di tempatnya dan fokus menyeleksi setiap catatan telpon atau pesan masuk yang mencurigakan. Huda juga memeriksa lokasi terakhir yang ditinggalkan sinyal ponsel untuk mengetahui di mana tempat korban diculik.

Lokasi pertama, tempat sinyal ponsel korban pertama menghilang kira-kira berada di jarak 200 meter dari lampu merah simpang empat. Arah pulang menuju ke rumahnya. Seperti keterangan para saksi, Tri Agus memang menghilang setelah selesai mengerjakan tugas kelompok dan pulang.

Lokasi kedua, jalan kecil. Sama seperti tempat sinyal ponsel korban pertama menghilang, tempat hilangnya sinyal ponsel korban kedua juga sesuai dengan rute pulang ke rumah yang selalu dilewatinya.

Sampai sejauh ini tidak ada hal yang mencurigakan dari keterangan para saksi.

Huda menarik nafas dalam-dalam. Tidak ada yang mencurigakan artinya ia belum menemukan petunjuk apa pun. Belum ada celah yang bisa dilihatnya. Ada begitu banyak pertanyaan yang memenuhi kepala Huda saat ini dan belum ada satu pun dari yang banyak itu, yang bisa ia temukan jawabannya.

'Pelaku bisa melakukan penculikan dengan begitu bersih, kenapa tidak membunuh korbannya saat itu juga?'

'Kenapa harus menculik lebih dulu?'

'Kenapa harus berpura-pura membiarkan korbannya lolos?'

'Kenapa cara membunuhnya harus dengan kecelakaan. Dibanding cara membunuh yang lain, pilihan itu terlalu berisiko.'

Huda mengerang. Ia meremas kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit. Semakin dipikir, akan semakin banyak pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul memenuhi benaknya. Tidak, tidak. Jika ini diteruskan kepalanya akan meledak sebelum kasus terselesaikan.

Yang harus dilakukannya adalah bertindak perlahan. Mengajukan pertanyaan pada dirinya secara perlahan, berusaha mencari jawabannya perlahan. Dengan begitu ia bisa tetap fokus pada tugasnya.

Kantor sedang dalam keadaan sepi. Hanya ada Huda dan seorang petugas lagi yang sedang sibuk di depan komputer. Kelihatannya petugas itu sedang menyelesaikan laporan. Huda sendiri sedang sibuk. Pikirannya penuh tapi sesekali matanya masih menangkap semua pemandangan yang terjadi di sekitarnya. Terutama mejanya yang terlalu padat dengan tumpukan kertas.

Meja Huda begitu padat dan sebenarnya sangat menganggu. Tapi, kalau dia menjauhkan semua lembar-lembar yang berisi laporan-laporan penting itu, ia akan kesulitan sendiri saat harus memeriksa sebuah catatan atau memerlukannya untuk memastikan sesuatu.

Setelah mencatat beberapa detail penting yang akan dilaporkan pada pimpinan tim, Huda beralih pada tugas selanjutnya, mencari hubungan yang mungkin ada antara korban pertama dan kedua.

Pencarian dimulai dari memeriksa akun media sosial korban.

Di abad ini tidak ada rahasia yang tidak bisa ditemukan di media sosial. Bahkan untuk aib pribadi, banyak dari beberapa para pengguna aktif yang mempublikasikannya tanpa sadar. Untuk membuat sensasi, untuk mendapatkan perhatian. Pada akhirnya akan menjadi candu sekaligus bumerang yang balik menyerang diri sendiri.

Baru mulai memegang mouse, suara perut Huda berteriak minta diprioritaskan. Ia belum memakan apa pun dari pagi, jadi wajar untuknya mengambil jeda beberapa saat dan mencari sesuatu yang bisa menjinakkan rasa laparnya sebelum istirahat.

Ada swalayan tidak jauh dari kantor. Di seberang jalan, jarak lima bangunan dari Polrestabes. Huda membeli beberapa roti dan minuman kemasan untuk dimakan di kantor sembari melanjutkan pekerjaannya.

"Pak Huda!" Seorang wanita yang mengenakan kemeja merah bata menyapa Huda.

"Kakak ipar!" Huda menyapa balik, menggoda.

Keduanya berdiri di trotoar jalan. Sakhi baru saja menyeberang sementara Huda baru hendak menyeberang.

Semua yang berada di Tim Khusus setahun lalu mengenal Sakhi. Dari Iwata, Haikal, Huda, bahkan ketua tim saat itu, AKBP Iryand, seorang petugas yang saat ini menjabat sebagai Kasat Reskrim di Polresta Selatan.

Sakhi memiliki ceritanya sendiri mengenai kasus yang menghebohkan negri tahun lalu. Sakhi sempat dicurigai sebagai pelaku pembunuhan yang menghabisi nyawa korbannya dengan menggunakan racun dari tanaman yang memiliki racun mematikan atau dikenal sebagai Anacotine.

Anacotine juga digunakan sebagai racun anak panah untuk berburu. Tumbuh di daerah pegunungan di belahan Bumi Bagian Utara. Penggunaan racun 20 ml dapat membunuh satu manusia dewasa dengan kurun waktu kematian 2 sampai 6 jam.

Selain karena racun pembunuh itu melukai tangan Sakhi yang tidak bisa ia jelaskan asalnya, Sakhi masuk dalam beberapa karakteristik pelaku yang telah ditetapkan.

Bukan hanya dicurigai sebagai tersangka pembunuhan, Sakhi bahkan sempat ditahan. Tapi setelah penyelidikan demi penyelikan dilakukan dan kurangnya bukti, juga petunjuk baru yang didapatkan tidak lagi memberatkan Sakhi, ia pun dibebaskan.

Berbicara dengan seseorang saat pikirannya begitu rumit, sangat membantu Huda melonggarkan tekanan yang ada dalam kepalanya.

Begitu bincang-bincang singkat selesai, keduanya melanjutkan pekerjaan masing-masing yang sempat terhenti. Sakhi melenggang pergi menuju ke tempat tujuannya dan Huda kembali ke kantor.

Huda hanya pergi kurang lebih 7 menit, tapi suasana sudah berbalik. Tidak lagi sesepi saat ia tinggalkan.

Setelah kembali, Huda segera ke mejanya. Ia tidak boleh menggulur-ulur waktu.

Tangan kiri Huda berganti dari memegang roti ke minuman yang dibelinya. Mulutnya yang penuh, mengunyah. Tangan kanannya memegang dan meng-klik mouse, sementara otaknya tetap fokus berpikir. Huda melakukan semuanya sekaligus.

Pencarian dimulai.

Mulai dari asal-usul sekolah atau lulusan mana, Huda dapat dengan mudah mendapatkan riwayat pendidikan keduanya dari grup yang dimiliki dan informasi pribadi yang dicantumkan. Huda juga menyelidiki fans page atau grup-grup yang diikuti akun media sosial keduanya untuk menemukan kemungkinan dari tempat itulah keduanya saling mengenal.

Sebenarnya tidak begitu mencurigakan seandainya masuk dalam satu-dua grup yang sama karena banyak orang juga seperti itu. Tapi setelah Huda memeriksa, ternyata tidak ada satu pun grup yang sama-sama mereka bergabung sebagai anggotanya. Mungkin karena karakter keduanya yang bertolak belakang sehingga tidak satu pun grup atau fans page yang diikuti memiliki kesamaan.

Korban pertama, Tri Agus berkepribadian terbuka. Ada banyak fans page yang diikutinya dan grup yang ia bergabung menjadi anggotanya. Dari yang beriisi unggahan humor harian, grup musik, sampai klub motor dan bola. Tri Agus juga memiliki banyak teman, lebih sering memperbaharui statusnya, dan menggungah foto.

Sementara Aditya Zainuddin yang berkepribadian lebih tertutup, sebulan hanya 2 sampai 3 kali memperbaharui statusnya, temannya tidak terlalu banyak, dan hanya grup-grup tertentu yang tercantum di biodatanya. Seperti grup sekolah atau sesuatu yang bisa memberinya pembaharuan informasi terbaru mengenai dunia.

Tidak memiliki kesamaan dalam riwayat pendidikan dan grup atau fans page yang diikuti, Huda beralih dengan meneliti pertemanan juga kegiatan apa yang dilakukan keduanya. Pasti ada yang menghubungkan keduanya, atau kasus ini merupakan pembunuhan dengan korban dipilih secara acak.

Huda tidak berhenti. Semangatnya sedang berada di titik puncak. Semakin tidak ada yang ia temukan, semakin ia ingin terus mencari. Perasaannya mengatakan ini bukan jenis kasus dengan korban acak. Pasti ada kesamaan yang dimiliki korban pertama dan kedua. Ada, hanya saja belum ia temukan.

Waktu terus berputar dari detik ke detik lainnya, beralih ke menit-menit selanjutnya, berganti jam. Matahari yang semakin tinggi dan sinarnya yang semakin terik menandakan waktu sudah masuk tengah hari.

***

Chapitre suivant