webnovel

Harus Menangkap Rusa

Author Point of View

Di kantor polisi

"Apa kau mendapatkannya?" tanya Dong Yoon dengan tidak sabar menghampiri Jiyeon.

Jiyeon menunjukkan buku yang berhasil didapatkannya dengan senyum bangga. Yang lainnya langsung berkumpul di meja Jiyeon dan mulai membahas kasus yang sedang mereka hadapi tentunya dengan membaca novel karangan tuan Kim.

"Rubah jantan sedang melakukan inspeksi!" teriak Key di depan pintu ruangan tim Jiyeon disusul dengan Minho dan anggota tim lainnya.

Mendengar adanya inspeksi dari atasannya, Tim Doyeon mulai sibuk berbenah kecuali Dong Yoon. Mejanya sudah rapi, jadi dia bisa santai sejenak sampai Minho mengeluarkan bisanya, si ular jantan.

"Yak! Cepat atur meja dan kursi agar kita sedang terlihat seperti rapat dan membahas kasus Hamlin!"

"Ck,"

Dong Yoon berdecak malas lalu mulai melakukan apa yang dikatakan Minho.

"Satu menit lagi waktu tersisa!" peringat Jungkook.

"Aish, bisakah katakan pada ayahmu agar tidak suka melakukan inspeksi mendadak begini?"

"Aku tidak sedekat itu dengan tuan Kim. Hehehehe," jawab Taehyung yang dihadiahi tatapan sangar oleh para detektif. Ya, Taehyung adalah putra semata wayang dari tuan Kim sang kapten. Hebatnya dia yang tidak memiliki dendam pada teman-temannya yang sering mengolok ayahnya. Bahkan dia ikut mengolok, tipe anak durhaka.

"Oh, kalian berkumpul disini? Bagaimana dengan perkembangan penyidikan kalian?" tanya Tuan Kim yang sudah berada di ambang pintu.

Para detektif masih terlihat mengatur napas dan mencoba tersenyum.

"Kami masih harus mencari bukti yang cukup, tuan."

Dong Yoon menjawab dengan bijak. Dia melirik novel Sejeong di dekat Jiyeon dan menariknya kilat, takut memperlama proses inspeksi.

"Baiklah kalau begitu. Segera selesaikan, kita tidak punya banyak waktu. Ehemmm," tuan Kim pergi dari ruangan sambil melihat seisi ruangan.

"Ehemmm," Taehyung memperagakan sikap sang ayah.

"Anak durhaka," umpat Jungkook.

"Bagaimana jika kita bahas saja kasus Hamlin? Kurasa kasus Kim Myungsoo sudah tidak ada harapan," kata Minho memulai rapat dadakan.

"Kami akan memperpanjang waktu penyidikan," kata Dong Yoon.

"Sepertinya ada kasus lain yang melibatkan tuan Kim itu. Setelah ini aku akan menghadap ke atas dan meminta perpanjangan waktu penyidikan," jelas Dong Yoon balik.

"Baguslah jadi kita bisa segera menyelesaikan kasus Hamlin. Aku sudah tidak betah jika harus bolak balik sekolah dan kantor," kata Minho mengeluh.

"Cih," decih Jiyeon mendengar keluhan Minho. Minho yang mendengarnya hanya membiarkan tidak mau mencari masalah dengan wanita cantik dan berbisa itu.

"Jadi, bukti apa yang sudah kalian temukan sejauh ini?" tanya Kyungsoo dan Baekhyun bersamaan.

"Kompak sekali," tutur Taehyung yang dihadiahi bogeman dari Baekhyun.

"Aku tahu ini tidak berdasar tapi aku menaruh curiga pada Sejeong. Dia memang terlihat baik tapi ada kesan menakutkan darinya," ujar Dong Yoon.

"Aku memiliki pandangan yang berbeda tentang Sejeong," balas Jiyeon.

Para detektif menatapnya intens.

"Bukan karena aku mulai dekat dengannya tapi aku yakin dia tidak mungkin melakukan itu. Walau baru mengenalnya aku seperti melihat jika dia sosok yang baik. Entah mengapa setiap melihatnya aku seperti melihat seseorang yang ingin mengatakan sesuatu tapi sulit," terang Jiyeon.

"Aku setuju dengan Jiyeon," kata Minho singkat dan atensi berpindah padanya.

"Aku sempat bertanya pada anak-anak mengenai Sejeong karena melihat adegan penggusuran di kantin. Alasan Sejeong mengusir kelompok murid wanita itu adalah untuk melindungi mereka. Mereka kena hukuman tidak boleh makan di kantin selama satu minggu oleh kepala sekolah karena sempat ketahuan bolos. Tidak lama dari pengusiran itu kepala sekolah datang untuk melihat-lihat keadaan kantin, jika Sejeong tidak mengusir kumpulan murid itu maka akan berdampak lebih parah. Mereka juga mengatakan jika Sejeong gadis baik dan ramah, dia tidak pernah memilih teman. Murid-murid berandal juga dekat dengannya termasuk mereka yang dulu sering membully. Dialah yang menyadarkan para pembully itu," jelas Minho panjang lebar.

"Wah, kau informan yang handal. Aku bangga menjadi anggotamu," tukas Key semangat.

Dong Yoon hanya mengangguk dan Jiyeon tersenyum bangga dengan instingnya yang tidak pernah meleset menilai orang.

"Sepertinya memasukkanmu sebagai berandal ada untungnya juga. Jadi, apa ada info lainnya?" tanya Baekhyun sibuk mencatat info-info yang tersampaikan.

"Menurut para murid yang dekat denganku...."

"Katakan saja temanmu," potong Jiyeon kesal.

"Ck. Iya maksudku temanku, pelaku pembullyan bukanlah seorang murid. Beberapa diantara mereka adalah saksi kunci kasus kita tapi tidak berani untuk angkat bicara, termasuk Sejeong."

"Maksudmu?" tanya Dong Yoon semakin penasaran.

"Dulu sebelum kasus bully ini para murid masih sering belajar hingga larut bahkan menginap di sekolah. Sejeong yang waktu itu hendak pulang bersama beberapa murid lainnya termasuk murid berandal harus terhenti karena mendengar suara jeritan dari salah satu kelas. Mereka langsung mendatangi ruangan itu dan terkejut karena mendapati korban nyaris pingsan akibat seseorang yang tidak diketahui identitasnya. Orang itu langsung kabur dari jendela dan hilang dalam kegelapan. Satu yang pasti, pelakunya adalah seorang pria. Katanya Sejeong sempat melihat setengah wajah pelakunya tapi anehnya dia selalu mengelak jika mengetahui siapa orangnya," lanjut Minho lebih jelas.

"Aku yakin jika Sejeong ingin mengukapkan kasus ini, terlihat jelas dari wajahnya jika dia ingin menyampaikan sesuatu setiap kali aku menatapnya. Tapi kenapa dia tidak bisa mengungkapkannya," lanjut Jiyeon semakin masuk dalam kasus ini.

"Kau tahu korban yang sekarang ini?" tanya Minho pada Jiyeon dijawab gelengan oleh Jiyeon.

"Dia berakhir di rumah sakit karena ingin melaporkan kasus ini, dia berpikir dengan bantuan dari ayahnya yang cukup berpengaruh dan kenalan dari pihak kepolisian akan mempermudahnya tapi tidak juga. Walaupun sekarang kasus ini sudah kita tangani tapi tidak mudah untuk diungkap karena saksi mata sudah dibungkam dengan ketakutan akibat teror pelaku," jawab Minho.

"Kita harus segera menemukan pelakunya sebelum ini semua terlambat," kata Key.

"Yang tidak kalah pentingnya adalah motif dari kasus ini," tambah Jungkook yang diangguki Taehyung.

"Aku yakin jika si Sejeong itu mengetahui pelakunya, Neonna sebaiknya mengorek informasi lebih darinya. Kalian kan mulai dekat,"

"Yang terpenting adalah bujuk ayahmu agar tidak selalu mendesak kita untuk menyelesaikan kasus ini! Ck, kepalaku rasanya mau pecah karena tekanan! Kau tahu, hah?" balas Jiyeon dengan kejam. Dia membereskan barangnya dan mulai beranjak.

"Aku ingin menemui si penulis anker itu, kau cepat selesaikan urusan perpanjangan waktu penyidikan!" perintah Jiyeon pada Dong Yoon.

"Wah, benar-benar tidak tahu diri... tapi aku menyukainya!" kata Taehyung sambil tersenyum.

"Tak" jitakan mendarat mulus pada kepala Taehyung buah tangan dari Dong Yoon.

Author Point of view End

. . .

Jiyeon Point of View

Di ruang introgasi

Aku memerintahkan salah satu sipir untuk membawa Kim Myungsoo ke ruang introgasi. Aku tahu ini sudah malam tapi apa peduliku, aku ingin memastikan apa yang ada di pikiranku sekarang juga setidaknya sebelum aku pulang.

"Kau benar-benar tertarik ya padaku sampai menemuiku secara pribadi begini,"

Aku tidak mengindahkan godaannya, aku hanya ingin fokus untuk mengamati si pembunuh ini atau mungkin saksi? Aku juga tidak tahu ada yang berbeda darinya, sesuatu yang tidak bisa kuketahui apa itu.

"Aku sudah membaca tulisanmu ya tidak semua seri tapi setidaknya yang menurutku aku butuhkan untuk mendapatkan kebenarannya,"

Dia tersenyum dan kembali dengan santainya menatapku dengan dalam. Aku hanya bisa mengulum bibirku menahan senyum yang dengan kurang ajarnya mudah terpancing olehnya.

"Aku tidak menyangka jika kau sepenurut ini, baru beberapa jam yang lalu aku menyuruhmu untuk membaca karyaku dan sekarang kau sudah melaksanakannya. Ah, kau ingin kuberi tanda tangan sebagai hadiah?"

"Myungsoo-ssi, kau benar-benar melakukannya?" tanyaku mengabaikan pertanyaan tidak pentingnya.

"Baiklah kau bukan penggemarku jadi...."

"Jawab saja pertanyaanku dan jangan bertele-tele!" potongku.

"Kau hanya sekedar membaca tanpa menganalisis! Bagaimana itu bisa menjadi bukti? Jika hanya mencocokkannya dengan berkas kepolisian anak SMA juga mampu melakukannya,"

Aku menggenggam tanganku erat. Sial, bagaimana bisa dia mengetahuinya? Aku masih menatapnya memberi tekanan psikologi, tapi sepertinya bukan dia yang terusik melainkan diriku. Manusia macam apa dia ini?

"Sudah kukatakan jika kau harus membaca semua bukuku jika ingin menemukan jawaban atas semua pertanyaanmu. Kau akan menemukan sesuatu jika kau benar-benar membaca dan menganalisanya,"

"Kau ingin bermain-main sepertinya, baiklah aku akan melayanimu. Jangan menangis jika kau harus mati semati-matinya,"

"Kekeke. Kita lihat saja siapa yang akan menangis jika aku 'mati semati-matinya'. Semoga itu bukan kau,"

"Cih," aku berdecih mendengar omongannya. Dia sudah mulai gila karena selama ini banyak yang mengaguminya.

"Ah, Jiyeon-ssi aku ingin mengatakan sesuatu yang tidak sempat kukatakan diawal perjumpaan kita,"

Aku menunggu kelanjutan perkataannya. Pria ini sungguh pintar membuat penasaran.

"Aku sangat senang bertemu denganmu dan aku bersyukur kasus ini jatuh ke tanganmu. Ah, satu lagi. Jangan lupa baca semua karyaku,"

Apa maksud dan tujuan si pria brengsek yang sialnya tampan ini? Aku benar-benar sulit untuk membacanya. Aku meninggalkannya yang aku yakini mampu membuatku hilang akal jika lama bersamanya.

Apa yang sebenarnya ingin ditunjuukan olehnya melalui tulisannya? Aku yakin ada sesuatu. Aku akan meminta Sejeong membawa semua karya si Kim itu besok.

. . .

Di sekolah

Aku benar-benar lelah jika terus begini, akh kecantikanku akan luntur jika terus begadang memikirkan kasus yang bodohnya kusanggupi untuk ditangani.

"Yak! Wajahmu benar-benar menyeramkan,"

"Diamlah!"

"Kau ini sudah cukup sabar aku membiarkanmu tidak sopan padaku selama ini,"

"Kau harus tau betapa stresnya aku menghadapi semua ini," kesalku pada Dong Yoon (oppa). Aku tahu sudah kurang ajar karena jarang berkata sopan dan suka memerintahnya akhir-akhir ini.

"Cih. Seperti hanya kau saja yang menangani kasus ini,"

"Oh, kalian rajin sekali datang jam segini."

Kepala sekolah menyapa kami yang tidak sengaja bertemu di koridor. Kami membungkuk dan memberi salam hormat dan menyapanya.

"Bagaimana dengan rusanya? Apa sudah terlihat?"

Kami menggunakan kata kunci untuk menutupi penyamaran. Rusa maksudnya adalah pelaku bully. Aku menggeleng dan diikuti Dong Yoon. Walaupun sudah mendapatkan info tapi kami tidak bisa begitu saja percaya dan berbaginya dengan warga sekolah termasuk kepala sekolah. Apalagi fakta mengatakan jika pelakunya bukan seorang murid jadi bisa jadi warga sekolah lainnya.

"Ah, benar-benar liar ya? Kalian pasti bisa menangkapnya, semangat!" kami membalas dengan seruan semangat untuk menyenangkan hati sang kepala sekolah.

Kami melanjutkan jalan dan bertemu Minho, tumben sekali dia datang cepat. Kupikir dia sedang menikmati peran bad boy.

"Hoi, makhluk cupu!" sapanya pada kami. Aku mengangkat sebelah bibirku untuk mencibirnya.

"Berandalan brengsek!" umpatku.

"Bahasamu, Nona!" tegur Dong Yoon.

"Oh, Choi Minho kau tidak terlambat hari ini?" Nam Saem datang dengan tumpukan buku di tangannya di sebelahnya ada Jang Saem yang tersenyum manis. Ck, kupikir mereka berdua berkencan. Hatiku patah sebelum kokoh.

"Selamat pagi, saem!" sapa kami sopan.

Mereka melanjutkan jalan setelah menjawab sapaan kami begitu pun aku dan Dong Yoon. Minho dia masih sibuk di tempatnya dengan ponsel di tangan. Aku tidak ambil pusing, biarkan saja pria menyebalkan itu.

Chapitre suivant