webnovel

Acara Bazar

Hari yang cerah untuk semua orang. Sedikit berawan namun tidak gelap. Meskipun salju belum mencair dan musim semi belum tiba, namun orang-orang tetap bersemangat menjalani kegiatannya sehari-hari.

Liana melangkah dengan riangnya. Nenek Louvinna dan duo oranye bersaudara juga ikut dengannya. Liana berangkat kerja bersama mereka. Kenapa? karena hari ini ada bazar di dekat kota. Jadinya seluruh penghuni Coil Cottage pergi ke sana untuk melihat-lihat dan membeli suatu barang yang menarik.

"Aku mau beli sisir rambut baru," ujar Lysander dengan tatapan semangat.

Lyosha mengerling, "Bukannya kau sudah punya dua puluh sisir? ingatkan aku jika aku salah."

"Tapi aku sudah bosan!" seru Lysander. "Lagipula aku belum punya sisir warna merah menyala. Pasti akan sangat cocok dengan rambut oranye ku."

"Aku mau beli hiasan rambut," timpal Liana. "Aku ingin jepitan rambut yang lucu bermotif kelinci."

"Miaww."

"Kenapa kau membawa kucing pemalas itu Liana? hoo kau mau membuangnya ya? sini aku buangkan hehehe,"

"Heh!" seru Liana seraya menjauhkan Isaura dari Lyosha, "Sebenarnya aku tidak membawanya. Tapi seperti yang kau tahu, Isaura bisa tiba-tiba ada disampinku kapan saja dan di mana saja."

"Aish, kukira kau akan membuang kucing pemalas itu." Lyosha berjalan gontai.

Isaura menunjukkan kukunya ke arah Lyosha, tatapannya seakan menantang Lyosha. Lyosha yang marah langsung membalas dengan tatapan sengit yang berarti 'Apa?! mau ku goreng?!

Setelah mendapat balasan demikian, Isaura langsung ciut dan bersembunyi pada Liana. Ketika Lyosha tersulut api amarah langsung saja Liana melotot pada Lyosha.

Tak terasa mereka sudah sampai di tempat tujuan, Liana langsung terus ke arah kedai milik Tuan Hurrold. Nenek Louvinna pergi bersama Lyosha.

****

Gerincing bel pintu kedai menandakan ada orang yang memasuki kedai. Orang itu tak lain dan tak bukan ialah Liana. Tepat sebelum pintu tertutup, ada sesosok manusia yang berlari ke arah pintu. Setelah pintu tertutup ada bunyi 'duak' yang tidak ditanggapi oleh Liana. Bunyinya terdengar cukup keras. Alwhin melotot pada Liana.

"Liana...sepertinya orang dibelakangmu itu akan lupa ingatan," ujar Alwhin sambil meringis ngilu.

Liana terdiam, buru-buru ia membuka pintu dan melihat sesosok remaja laki-laki tersungkur dengan dahi benjol sebesar kepalan tangan bayi. Pasti sakit bila disentuh.

"Lysander!" pekik Liana. "Maafkan aku Lysander, aku tidak tahu kalau kau ada dibelakangku."

Lysander tak dapat menjawab ucapan Liana. Nampaknya ia sudah tak sadarkan diri. Lalu dibantu oleh pekerja kedai lain, Lysander dibawa ke dalam ruangan istirahat untuk Alwhin dan Alphonso.

"Ad-du-duhh, kepala ku sakit. Aku dimana? aku siapa?"

"Lysander...kau tidak lupa siapa dirimu kan? ini sudah kesekian kalinya kepala kau terbentur." Liana menatap Lysander khawatir, tapi dia agak gemas dengan benjolan di kepala Lysander. Lalu dia menekan benjolan itu yang langsung dibalas dengan teriakan oleh Lysander.

"Kau ini benar-benar usil Liana." ujar Alphonso menghela nafas, "Eh? suaranya serak. Padahal wajahnya cantik."

Jangan kaget teman-teman. Meskipun Alphonso tuna netra, ia sekarang punya kelebihan untuk lebih peka terhadap apapun yang ada di sekitarnya. Dan tadi ia juga sempat mengompres dahi Lysander, jadi ia tahu lekuk wajah Lysander.

"Eh? dia perempuan kan?" tanya Alwhin.

Lysanser melongo, dia pundung seketika mendengar pertanyaan tersebut. Dia bangkit dan memekik kesal pada Alwhin dan Alphonso.

"A-aku...aku bukan perempuan! aku laki-laki sejati!" Lysander frustasi dan tidak sadar menjedotkan kepalanya ke dinding.

Seluruh isi kedai terkejut mendengar pekikan itu, urung-burung terbang berkerumun tiba-tiba, sekitar kedai jadi senyap seketika.

"Ku kira dia gadis belia, rupanya pria. Sayang sekali," sahut seorang pelayan kedai laki-laki dengan ekspresi murung seraya berlalu.

"Lysander, aku tidak pernah iri dengan kejeniusanmu. Tapi aku iri dengan kecantikan mu. Dirimu terlalu cocok menjadi lelaki ketimbang perempuan." Liana menatap Lysander dengan tatapan horor.

Lysander bergidik ngeri, "K-kenapa kau juga ikut-ikutan?! arghh kalian semua membuatku takut!" Lysander menutup wajahnya takut.

Tuan Hurrold mendatangi asal suara keributan tersebut. Beliau terkejut melihat di dalam ruangan itu ramai sekali. Lalu perhatian beliau tertuju ke Lysander yang sedang pundung di pojokan ruangan.

"Siapa dia?" tanya Tuan Hurrold.

"Dia temannya Liana yah. Namanya Lysander, betul tidak?" ujar Alwhin seraya melirik ke Lysander.

"Iya," jawab Lysander singkat.

Lysander lalu berdiri dan memperkenalkan diri ke Tuan Hurrold.

"Tumben kau bersama temanmu Liana," ujar Tuan Hurrold pada Liana.

"Iya Tuan. Karena Nenek, dan teman-teman saya hendak melihat-lihat bazar yang diselenggarakan dekat sini," jawab Liana, lalu ia menoleh ke Lysander. "Lalu kenapa kau ikut ke sini Lysander?"

"Aku penasaran dengan tempat kerjamu. Jadi aku sengaja mengikutimu ke sini. Emm...tidak boleh ya?" tanya Lysander ragu-ragu.

"Bukan tidak boleh Lysander, cuma aku penasaran saja. Jadinya aku bertanya," ujar Liana dengan senyum lembut.

"Kalau kalian mau melihat puncak bazar. Kalian bisa datang besok malam. Nantinya akan diadakan festival di sana," sahut Alphonso.

"Ehh? benarkah? pasti akan sangat seru. Tapi mungkin kami pergi ke bazar siang saja. Soalnya menunggu malam terlalu lama. Kalau bolak-balik sangat melelahkan." Liana menunduk lesu.

"Kalian bisa menunggu festivalnya di rumah kami. Jadi kalian tidak perlu repot-repot bolak-balik. Kami sekeluarga rencananya ingin pergi ke festival itu juga malam ini," ajak Alwhin pada Liana dan Lysander.

"Tapi...kami tidak enak merepotkan terlalu banyak," ujar Liana. "Lagipula kami tidak bawa pakaian ganti untuk ke festival."

"Hmm...begitu ya," ujar Tuan Hurrold memegang dagunya sendiri. "Kalau pakaian untuk Nenek mu saya rasa ada. Karena pakaian mendiang ibu saya masih ada di rumah. Kalau Lysander bisa pakai pakaian milik Alwhin atau Alphonso, kebetulan mereka punya jubah panjang yang jarang mereka pakai. Saya rasa itu sesuai dengan gaya pakaian kesukaan Lysander. Kalau untukmu akan saya belikan, katanya kau juga bersama teman perempuan kan? sekalian saja saya belikan untuk dia juga."

"T-tapi Tuan---"

"Tidak ada tapi-tapian. Kau ini selalu saja tidak enakan dengan orang lain. Saya melakukan ini karena kalian saya anggap seperti keluarga saya sendiri."

Liana tidak bisa mengelak atau membantah lagi, Tuan Hurrol sudah berkehendak demikian dan tidak sopan apabila Liana tetap bersikeras menolak.

Setelah jam istirahat Liana tiba, kebetulan Nenek Louvinna dan Lyosha juga selesai melihat-lihat bazar. Nenek louvinna dan Lyosha sengaja mampir ke kedai Tuan Hurrold untuk menemui Liana dan memesan minuman.

"Ehh? Kau di sini juga ya? tunggu, dahimu itu...pfft buahahaha," tawa Lyosha menggelegar. Untung saja saat itu kedai Tuan Hurrold sedang ramai, jadi suara tawa Lyosha tertutupi oleh riuh pengunjung kedai yang lain.

"Jangan tertawa keras begitu bodoh." Lysander meninju kepala Lyosha dengan keras.

"M-maaf...itu semua salahku," sesal Liana.

"T-tidak apa-apa Liana. Jangan merasa bersalah begitu. Ini cuma benjolan kecil." Lysander panik melihat wajah sedih Liana.

"Wah! Nenek Louvinna ada di sini juga rupanya," sapa Alwhin pada Nenek Louvinna.

"Iya, Nenek ke sini untuk menemui Liana. Tunggu...kau ini Jean atau Johanson?" Nenek Louvinna mengerutkan keningnya yang sudah berkerut itu.

Liana menepuk jidatnya, Lysander tersenyum miris, dan Lyosha hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Nampaknya mengingat nama orang lain merupakan suatu hal yang tabu dalam kamus kehidupan Nenek Louvinna.

"A-haha...err hehehe," tawa Alwhin canggung. "Alwhin dan Alphonso Nek. Bukan Jean dan Johanson, nama saya Alwhin Nek."

"Aduh! maaf Alwhin. Nenek sering lupa dengan nama orang lain."

"Tidak apa-apa Nek. Oh iya, bicara soal itu ayah mengajak Nenek untuk ikut pergi ke festival malam ini. Setelah jam kerja Liana selesai kalian bisa beristirahat dulu di rumah kami. Jadi malam nanti kita pergi ke festival bersama-sama."

Nenek Louvinna melirik ke arah Liana, yang dilirik hanya tersenyum penuh arti lalu mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Kalau ayahmu ingin mengajak kami, Nenek tidak keberatan untuk ikut. Malah Nenek sangat berterima kasih karena kalian mau repot-repot mengajak kami."

"Tidak repot kok Nek. Kami senang bisa pergi ke festival bersama kalian."

Setelah itu, Alwhin dan Alphonso mengajak Nenek Louvinna ke rumah mereka. Lysander dan Lyosha memilih tetap di kedai untuk membantu Liana. Liana awalnya menolak, karena ia rasa pekerjaan nya tidak terlalu banyak. Jadi untuk mengisi waktu Lyosha membantu di bagian gudang, sedangkan Lysander membantu di dapur. Dan yang paling merasa risih itu Lysander. Karena para pelanggan dan pelayan kedai yang lain terus-terusan menatap dirinya.

'Aku tidak tahan lagi! mereka terus memandangi diriku seperti orang idiot yang frustasi. Rasanya aku ingin memasukkan wajah mereka ke dalam panci lalu menjadikan wajah mereka umpan babi yang kelaparan seminggu,' batin Lysander seraya mengumpat berkali-kali.

Liana terkekeh, Liana menyadari itu. Liana sudah terbiasa, karena setiap hari para pelanggan kedai selalu memperhatikan kecantikan Liana. Kalau sekarang perhatian mereka terbagi dua karena ada Lysander di situ.

Setelah selesai bekerja. Liana, Lysander, dan Lyosha menyusul Nenek Louvinna ke rumah Tuan Hurrold. Rumah Tuan Hurrold terletak di Jalan Armest Strong, salah satu kawasan rumah untuk kalangan orang menengah ke atas. Meskipun hanya memiliki sebuah kedai, namun kedai milik Tuan Hurrold termasuk kedai paling laris manis di bumi Kerajaan Ellenia. Seluruh warga penjuru kota tahu dengan kedai milik Tuan Hurrol, tidak mahal namun makanan yang disajikan enak dan higienis. Dengan begitu tentunya penghasilan yang dimiliki Tuan Hurrold tidaklah sedikit. Beliau dapat memiliki rumah di kawasan Armest Strong yang terbilang cukup mahal. Namun menurut Tuan Hurrold itu semua tak ada artinya kalau kedua putra kesayangannya harus memiliki kekurangan karena perbuatan orang yang tak memiliki hati nurani. Seperti yang kalian tahu, beliau sudah melakukan berbagai macak upaya. Namun semua tabib, dokter, dan penguasa kekuatan magis penyembuhan angkat tangan untuk mengobati Alwhin dan Alphonso. Ya, tidak ada yang bisa mengobati seseorang yang kemampuan magis nya diambil oleh orang lain. Lalu kenapa kebutaan dan kelumpuhan mereka berdua tidak bisa disembuhkan? karena kemampuan magis mereka merupakan tipe yang merujuk pada kemampuan alamiah dari organ tubuh mereka. Seperti Alwhin yang kekuatan magisnya bisa melihat masa depan lebih cepat beberapa detik, dia menjadi tuna netra setelah kekuatan magisnya tersebut diambil, sebab kekuatan magisnya itu terhubung langsung dan bergantung pada matanya. Begitu pula dengan kekuatan yang dimiliki Alphonso.

"Selamat datang Liana, Lysander, dan... Kak Lyosha? benar kan?" ujar Alwhin seraya menatap Lyosha.

"Ya, nama ku Lyosha. Salam kenal..."

"Alwhin."

"Hoo iya, salam kenal Alwhin."

Lysander melirik ke interior rumah Tuan Hurrold. Semuanya rapi bernuansa abu-abu dan biru turqoise. Ruang tamu nya terdiri dari satu unit sofa empuk berwarna abu-abu yang bagian sandarannya dihiasi bulu-bulu halus berwarna senada plus meja kaca berpoles warna abu-abu. Banyak lukisan keluarga Handpull di dinding ruangan tersebut. Lantai ruangan yang terbuat dari marmer mengkilap sampai-sampai bayangan diri mereka terpantul di situ. Tangga ke lantai dua dilapisi karpet halus berwarna biru tua dengan motif mawar biru di sana. Rumah Tuan Hurrold terdiri dari dua tingkat dengan luas 150 meter pertingkatnya. Dengan taman bunga kecil di pelatar rumahnya. Rumah ini desainnya sederhana namun mewah. Satu kata yang sesuai, yaitu elegan.

Lalu Liana dan yang lainnya numpang mandi di sana. Seusai mandi mereka berbincang-bincang santai sambil minum teh, Tuan Hurrold punya selera humor yang cukup bagus. Waktu tak terasa berlalu sampai waktu menunjukkan pukul tujuh malam.

"Astaga, tak terasa sudah jam segini. Padahal kita baru berbicara tentang paus terbang dan kangguru berekor sembilan." Lyosha menghapus air mata di sudut matanya. Nampak sekali ia habis tertawa terbahak-bahak tadi.

"Iya, kau benar Lyosha. Ah saya senang sekali ada orang yang suka dengan lelucon saya. Nampaknya saya harus mempertimbangkan untuk berprofesi sebagai pelawak. Oke, sepertinya festival sudah dimulai, mari kita bersiap untuk pergi ke sana," ujar Tuan

Chapitre suivant