webnovel

10. Titik Awal Pembunuhan

Mio menguap untuk kesekian kalinya. Bulan Juni seharusnya tidak terlalu dingin di wilayah New York city. Namun pada kenyataannya suhu disini adalah sebelas derajat. Tidak sampai minus, namun untuk Mio yag alergi dingin itu cukup mengganggunya. Sean begitu baik memberinya jaket berkualitas baik yang sangat hangat dipakai namun diluar dia tampak memakai jaket biasa yang modis. Mio menyukainya. Hanya saja....

"Kapan kita akan sampai?" Mio terkena jetlag. Dia ingin tidur. Tidur yang baik dengan kasur yang sangat empuk. Bukan di dalam mobil. Melirik lelaki disampingnya, Mio menghela nafas stres. Sean tidak menghiraukannya. Di telinganya terpasang earphone dan dia terlihat tengah berbicara dengan seseorang.

"Bagaimana itu?....baik...baik....aku mengerti." Sean menutup teleponnya.

"Antar kami ke rumah sakit di Manhattan."

Mendengar kata rumah sakit bukan penthouse, Mio langsung duduk tegak.

"Kenapa kita ke rumah sakit? Kenapa pula harus Manhattan? Demi Tuhan itu tiga jam perjalanan!"

"Mobil kita diikuti." Jawab Sean. Telepon tadi adalah dari Philip. Philip mengatakan bahwa mereka telah diikuti mulai dari pet shop.

"Diikuti?" Mio membulat.

"Jadi mereka tau kalau aku bersamamu?"

"Tidak berpikir berlebihan. Mereka tidak akan mengira kamu adalah gadis yang menjadi Grace palsu."

"Apa mereka dibelakang kita?" Mio tidak mau menoleh kebelakang. Kebanyakan film yang dia tonton ketika tokoh utama menolehkan krpalanya kebelakang, si penjahat akan segera mengetahui bahwa mereka telah ketahuan. Lalu akan ada baku tembak dan BAMM! Tokoh utama akan terluka berat meski tidak mati. Memikirkan hal itu Mio bergidik.

"Ya. Bersikap tenang. Kemungkinan mereka hanya ingin mengetahui tempat dimana Grace akan dirawat."

Tangan Mio berkeringat dingin. Jika dipikir dengan baik, mengapa mereka mengincar Grace? Bukan Sean. Dilihat bagaimanapun keluarga Guan jauh lebih besar dibanding William. Apa yang mengancam dari itu? Dan sekarang dia harus menjadi sasaran para penjahat itu? Mio menangisi nasip buruknya.

"Apa kamu ingin memancing mereka ke rumah sakit di sana? Lalu bagaimana denganku?"

Sean menoleh dan menatap Mio ragu, "bukankah kita sepakat kamu mejadi umpan?"

"Ketika kamu mengatakan kemarin, sangat berbeda dengan kamu mengatakan sekarang. Kemarin atmosfir sangat santai. Dan sekarang aku merasa aku akan mati ketakutan bahkan sebelum mereka datang."

"Akan banyak pengawal yang melindungimu."

"Kudengar kamu menyewa dua mobil penuh pengawal dan Grace tetap tidak selamat ." Itu adalah reakai spontan Mio. Namun setelah mengatakan hal itu, Mio segera merasa menyesal. Benar saja, wajah Sean langsung gelap setelah mendengar kalimat Mio.

"Tenang saja. Kamu tidak akan mati " berbalik , Sean lalu berbicara dengan supir , "kendarai dengan lebih cepat."

Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Mengapa dia begitu marah? Baik! Aku memang salah... Mio meratapi nasipnya. Berpegangan pada kursen, Mio harus menelan ludah gugup ketika mobilnya melaju dengan kecepatan tidak manusiawi.

***

Di tempat lain di sebuah hotel seorang gadis memegang telepon yang di dekatkan di samping telinganya.

"Apa mereka mengetahui kalian mengikutinya? Ah...terus ikuti mereka. Kudengar mereka bahkan tidak membawa tim terbaik."

"Cara mia." Sebuah lilitan agresif melingkar di pinggang gadia itu. Sedikit tekanan menyatukan punggung gadis itu pada dada bidang lelaki berambut pirang.

"Kenapa kamu masih terlihat repot? Dia sudah mati. Aku memastikan hal itu."

"Bagaimana kamu yakin? Mereka sungguh ke rumah sakit di Manhattan."

"Jangan impulsif, itu hanya umpan untuk menangkapmu."

Gadis itu tersenyum sinis, "menangkapku? Coba saja kalau dia bisa. Bagaimanapun Dia akan melindungiku."

"Jika begitu maka bersantailah." Mempererat pelukannya, lelaki itu meniup ujung telinga gadis itu.

"Bukankah lebih baik kita bersenang-senang sebelum kamu kembali? Dian..."

***

Marcedez terparkir sempurna di parkir rumah sakit Ellisabet II. Sean keluar mobil terlebih dahulu lalu membukakan pintu untuk Mio.

"Apa akan baik-baik saja? Mereka tidak akan tau kalau aku Grace palsu kan?" Kepala Mio menyusut enggan untuk keluar dari dalam mobil. Semua keberaniannya susut sudah selama tiga jam perjalanan yang mencekam. Tadi Mio sempat melihat mobil hitam yang mengikuti mereka. Mobil itu melaju tidak cepat maupu pelan. Mereka mengikuti mobil Sean dengan penyesuaian sangat baik .

"Mereka sudah tidak ada."

"Benarkah?" Mata Mio memicing curiga. Melihat hal itu Sean tidak bisa tidak membayangkan Miss Han di Penthouse. Mata Mio saat ini sangat mirip dengan kucing kesayangannya ketika mendapatkan makanan baru. Seolah curiga itu racun. Memikirkannya membuat sudut bibir Sean tidak lagi simetris. Ada jejak senyum samar yang ditangkap oleh Mio.

"Kamu tersenyum! Berarti kamu bohong."

Wajah Sean langsung kembali datar,

"Berhenti bertingkah konyol. Kita harus segera masuk dan menemui dokter Fedrick."

"Aku tidak mau. Aku akan tunggu di dalam mobil beberapa saat lagi. Kamu bisa masuk dulu. Mungkin saja mereka bersembunyi di rumah sakit siap menyergap."

"Imaginasimu terlalu tinggi."

"Itu semua karena senyummu! Setiap kamu tersenyum terlihat ada kebohongan tinggi."

Bibir Sean menipis, "apa korelasi senyuman dengan kebohongan?"

" banyak! Wanita sering melakukannya. Misal ketika melihat pacarnya selingkuh mereka akan tersenyum dan mengungkapkan bahwa mereka baik-baik saja. Padahal dalam hati pasti dia ingin melempar gas LPG ke kepala pacarnya. Meledakkan dan Bom! " Mio menggerakkan tangannya berjalan lurus di lehernya lalu berkata, " Dead!"

"Apa itu yang kamu pikirkan?"

"Tidak. Aku tidak pernah pacaran jadi tidak pernah berpikir demikian. Itu kan kebanyakan wanita. Bukan aku. Aku tidak sesadis itu." Mio memiringkan kepalanya lalu melanjutkan,

"Tapi kalau itu terjadi padaku, aku lebih baik mengirim arwah pada pacarku dan selingkuhannya untuk menghantui mereka hingga mereka putus asa dan memilih mati. Itu adil."

"......" Sean tidak pernah berpikir wanita itu ganas dalam asmara. Namun melihat bagaimana Mio berpikir, Sean memastikan dirinya tidak akan pernah menyinggung wanita.

Sean menghela nafasnya. Dibelakangnya Philip tidak mampu menahan senyumannya. Dengan menenteng dua tas hitam kecil, Philip memilih maju untuk membisikkan sesuatu pada Sean.

"Lakukan itu. Dan jemput Miss Han untuk disini." Kata Sean setelah menerima sedikit laporan dari Philip.

"Baik CEO." Philip memimpin tiga orang mengikutinya. Mereka masing-masing membawa koper milik Sean dan Mio juga beberapa barang yang baru Sean beli.

"Ayo turun." Kali ini Sean mengulurkan tangannya untuk membujuk.

Mio mendongak. Berbalik menatap antara tangan dan wajah serius Sean . Lalu dengan enggan meraih tangan itu dengan satu tangan. Saat tangan besar itu meraup tangan kecil miliki Mio, sebuah kehangatan melingkupi hati Mio. Rasa hangat itu menyebar dari tangan memanas naik hingga wajah Mio. Mio merasa aneh dengan jantungnya yang tidak bekerja dengan normal secara tiba-tiba.

Apakah ini karena aku terlalu lama jomblo? Tidak ada lawan jenis selain keluargaku yang menggandengku seperti ini...

Ketika Papa Mio menggandengnya, ada rasa aman dan terlindungi. Ketika Riou menggandengnya ada rasa nyaman dan keinginan melindungi. Tapi tangan hangat Sean ini... Mio merasa perasaan possesif, aman, dan nyaman serta bingung.

Mwoya? Apa ini? Mio menggerakkan tangannya me dadanya. Rasa berdebar dan aneh. Seperti perasaan menyenangkan tapi juga sedikit aneh.

"....kamu mengerti?"

Mio mengerjap, "Eh? Apa?"

Karena sibuk dengan lamunannya, Mio secara tidak sengaja terus menatap tangan mereka yang saling bertaut tanpa mendengar sepatahpun ucapan Sean.

"Kamu tidak mendengarkanku?" Mata Sean menjadi tajam tidak senang.

"Itu...itu..." otak Mio berusaha mencari alasan, namun benar-benar tidak menemukan satupun ide. Akhirnya Mio hanya menunduk.

"Maaf..."

Sean menghela nafas, " sudahlah aku akan menjelaskannya lagi ." Sean berpikir mungkin saja Mio masih takut insiden barusan. Dia tidak lagi membahas dan melanjutkan perjalanan masuk ke rumah sakit.

Dokter yang ditemui Sean adalah Fedrick--dokter kecantikan dan seorang ahli bedah. Fedrick berumur empat puluh delapan tahun dan telah menjadi dokter inti dalam setiap operasi plastik. Tugas resminya adalah di Korea daerah Gangnam. Dia disini hanya untuk riset selama dua bulan di rumah sakit ini. Ketika Sean dan Mio menemuinya, Fedrick baru saja akan melakukan operasi dua puluh menit lagi. Jadi Fedrick meninggalkan mereka berdua di dalam ruangan khusus dan mengatakan akan kembali empat jam lagi setelah operasi.

Sepeninggal Fedrick , Mio tidak ragu untuk mengeksplor ruangan milik Fedrick dengan ekor matanya. Ruangan itu di tata klasik seperti ciri khas RS. Ellisabet II. Dekorasi rumah sakit mirip dengan gaya eropa barat pada masa Artitoteles. Klasik, glamor dan berkelas. Warna rumah sakit berbeda pada umumnya. Jika dirumah sakit lain warna akan menjadi hijau dan putih, maka disini khususnya ruangan Fedrick, Mio hanya melihat warna cokelat emas dan biru laut memenuhi baik perabotan sampai dinding ruangan.

Saat Mio hendak berjalan, tangan Mio tertahan di udara. Mio menyadari satu hal, tangannya masih digenggam Sean!

"Maaf!" Mio berniat untuk melepas tangannya. Namun sayangnya refleknya begitu buruk hingga Mio justru seolah melempar tangan Sean hingga tubuh besar Sean sedikit terhuyung.

"Oh maaf!" Merasa bersalah telah menyebabkan Sean terhuyung Mio membungkukkan badan meminta maaf. Namun ketika dia mendongak, jantung Mio serasa akan melompat mendapati kepala buntung melototinya tepat di depan wajahnya. Reaksi Mio bahkan lebih cepat. Sambil berteriak Mio langsung melompat memeluk Sean dengan wajah horor. Sean yang baru saja terhuyung tidak siap dengan lompatan dadakan Mio akibatnya keduanya terjatuh dengan bunyi gedebuk cukup keras dengan Mio berada diatas dada Sean.

"MI-O-NA-KA-MU-RA...." Sean mengeja nama Mio dengan bibir menipis.

"aku tidak sengaja! Tadi...tadi...itu...ah mengerikan!" Menutup matanya Mio menunjuk yang dalam pandangan Sean hanyalah ruang kosong.

"Kamu..."

"Ops! Apa aku mengganggu kalian?"

Baik Sean maupun Mio menoleh bersamaan. Disana, berdiri di ambang pintu ada Fedrick dan seorang perawat diikuti oleh Philip dibelakangnya. Menatap takjub pada keduanya. Sean dibawah, dengan Mio berada diatas. Tangan Mio entah kenapa begitu pas berada di kancing baju Sean dan satu lagi berada di....

Ah mama! Aku ingin mati saja! Mio menangis tanpa air mata.

***

Beberapa saat berlalu. Setelah insiden memalukan itu, Mio hanya bisa duduk canggung disamping Sean. Fedrick duduk di sofa depan mereka dan dengan perawat cantik berwajah asia yang setia berdiri disampingnya dengan membawa berkas. Sedangkan Philip duduk persis di sebelah dokter Fedrick. Seseorang telah membawakan teh pada mereka dan beberapa camilan kue kastanye. Namun Mio sama sekali tidak tertarik meminum atau makan. Bagaimana orang dapat selera makan setelah melihat kepala buntung berdarah dengan mata melotot seperti itu? Bahkan Mio yang terbiasa melihat hal-hal gaib masih ketakutan. Apalagi hantu di luar negeri benar-benar tanpa ampun! Muncul tiba-tiba untuk memusuhinya. Apa salahnya?

"Kamu datang lebih cepat dari janji. Maaf menungguku terlalu lama." Fedrick membuka suara.

"Sesuatu terjadi lebih cepat."Sean menjawab. Sedangkan untuk detail cerita, Sean yakin Philip telah menjelaskannya pada Fedrick.

"Jadi ini gadis yang diceritakan kakekmu?"

"Ya." Sean menyesap teh miliknya.

"Yah...aku mengerti sekarang. Pasti sangat sulit menjadi dirimu yang melihat hal-hal yang yah...seperti itu." Fedrick adalah seorang Inggris asli. Merupakan anak dari kerabat jauh dari Kakek Sean. Namun beberapa kali keliling negara untuk riset kesehatannya membuatnya fasih dalam empat bahasa. Dan bahasa Indonesia adalah salah satunya.

"Saya sudah terbiasa. Yah...sedikit." Mio menjawab canggung. Dia terbiasa hantu, arwah dan segala bentuk astral Asia. Namun tidak dengan mahluk astral eropa. Ini kali pertamanya.

Fedrick mengamati Mio lamat-lamat sebelum bertanya, " apa kamu tertarik mengubah penampilanmu? Operasi hidung cukup populer. Sedangkan untuk mata, kamu memiliki mata yang bagus. Aku akan memberi diskon."

"Tidak terimakasih. Saya takut pisau, jarum, dan darah. Apalagi benda asing bernama silikon yang masuk ke tubuh."

Fedrick tertawa, " yah, itu belum lazim untuk orang Indonesia."

"Saya cukup puas dengan penampilan saya." Mio menjawab lugas. Dan lagi-lagi Fedrick terbahak.

"Kamu sangat lucu. Memamg seorang psikolog." Mengakhiri percakapannya dengan Mio, Fedrick beralih menatap Sean.

"Aku sempat kaget dengan apa yang terjadi padamu. Aku turut berduka cita."

"Jadi kamu ingin menitipkan Mio disini? Apa kamu yakin? Menjadikan umpan dia adalah hal yang beresiko besar. Lagipula keamanan disini sangat terjamin. Memberi umpan adalah hal sia-sia disini."

"Saya tau." Sean memberi isyarat pada Philip dan Philip sigap mengeluarkan beberapa berkas menyerahkannya pada Fedrick.

"Tidak sulit menemukan pembunuh Grace. Sebenarnya bahkan kakek sudah mengetahuinya. Hanya saja motif, dan dalang sesungguhnya belum dapat diketahui. Kudengar anda memiliki kenalan hipoterapi yang baik disini."

Fedrick melihat-lihat berkas itu. Sebenarnya itu adalah berkas dengan daftar nama-nama yang telah menjadi target keluarga Guan. Beberapa nama Fedrick mengenalinya sebagai bagian dari keluarga Guan itu sendiri.

"Bahkan kalian memiliki perpecahan dalam keluarga. Menjadi seorang Chaebol* memang sulit. Jadi kamu berencana menamgkap salah satu dari mereka dan melakukan hopnotis untuk menanyakan pada mereka?"

(Chaebol: kelompok orang-orang elit)

"Kurang lebih seperti itu. Jadi apakah paman mau membantu kami?"

Fedrick meletakkan berkas di atas meja dan menghela nafas, " aku tidak bisa menolak kakekmu. Tentu saja aku akan membantu. Aku akan menyediakan ruangan VIP atas nama Grace anastasya william. Tentu saja dengan nama-nama dokter yang menanganinya. Apa itu cukup?"

Bibir Sean membentuk senyuman formal, "paman kamu dapat diandalkan. Ini akan menjadi titik awal pembunuh."

Sebagai pihak yang notabenya adalah 'umpan', Mio hanya mendengarkan saja pembicaraan mereka. Namun setelah beberapa saat merenung akhirnya Mio angkat bicara.

"Maaf dokter, bisakah anda meminta suster anda untuk duduk? Saya merasa dia ingin mengatakan sesuatu pada anda. Kenapa tidak menyediakan teh untuknya?" Ini adalah hal yang mengganggu Mio sedari tadi.

SIIIIIIIINGGGGGG~~~~~

Suasana mendadak hening. Mio melihat wajah ketiga lelaki yang tampak terdiam dan pucat. Dia merasa aneh.

"Apa aku salah?" Mio menatap Sean bingung.

Fedrick berdehem. Lalu dengan tangamnya yang diletakkan diatas berkas dia bertanya, " suster yang kamu maksud adalah?"

" itu, suster yang mengikuti anda yang membawaka berkas an..." saat Mio menunjuk suster itu Mio akhirnya sadar. Bahwa di atas dahi suster tersebut ada sebuah titik kecil putih sebiji kopi. Ketika suster itu menoleh pada Mio, jantung Mio melonjak kaget. Kini wajah asli suster itu terlihat. Wajah busuk, meratap pada Mio.

"Maaf sepertinya dia bukan mahluk bernyawa." Kata Mio lirih.

Lalu ketiga lelaki itupun makin berwajah pucat.

***

Chapitre suivant