webnovel

Bucin2

"Irona, kamu tau ngga persamaan kamu dengan bulan?" suasana kelas kini sedang riuh piuh, karena para guru sedang mengadakan rapat bulanan. Aksa yang duduk dihadapan Irona dengan berpangku pada tangan kirinya baru saja melontarkan gombalan khas anak bau kencur.

"Ya beda lah bambang. Bulan mah tuh diatas langit, aku mah apa atuh, hanya manusia yang berada dibawah langit dengan hanya beralaskan tanah" jawab Irona melankolis. Raut wajahnya berubah tersedu-sedu, meresapi kehidupan yang ia alami.

"Bukan atuh sayang" Aksa menatap kesal pada kekasihnya itu, "Bulan sama kamu itu sama. Sama-sama menerangi kehidupan aku"

"Uwuuuuuuuu" sahut seluruh siswa yang menyaksikan mereka. Aksa tersenyum dengan gaya yang so imut, sedangkan Irona menatap ngeri pada kekasihnya.

Irona tidak terbiasa diberi gombalan aneh seperti itu, sejak pertama kali pacaran pun ia tidak pernah mendapat perlakuan semanis seperti saat ini.

Brak!

Semuanya menoleh pada pintu yang tiba-tiba dibuka dengan sangat keras. Dua orang wanita berparas cantik muncul dari balik pintu. Mereka adalah Putri dan Nadira, sahabat karib Niken.

"Ada apa ya, Kak?" tanya Galih si ketua kelas

"Aksa, Niken pingsan" ucap seorang wanita bernama Putri tanpa menghiraukan pertanyaan Galih.

Aksa yang merasa namanya disebut hanya menaikan satu alisnya tanpa menjawab apapun.

"Ia si Niken pingsan" Nadira menjawab dengan raut wajah yang khawatir.

"Ya terus apa hubungannya sama gue? yang harus kalian kasih tahu itu ya emak bapak nya lah"

"Hahahaha" seluruh siswa tegelak mendengar penuturan Aksa, tapi tidak dengan Irona. Ia menatap dingin ke arah dua wanita yang sedang mengganggu kekasihnya dengan tangan yang terlipat di dada.

"Ihh lo mah. Ya kan kita minta tolong lo bawa Niken ke uks, kita ngga kuat gendong dia"

"Kebanyakan dosa tuh" celetuk Galih yang membuat seisi kelas terkikik

"Terus sekarang dia dimana?" Aksa bertanya hal yang janggal, membuat Irona langsung menoleh dan menghadiahi tatapan yang tajam.

"Dia ada di lapangan" jawab Nadira

"Lo berdua gila, ya? ninggalin orang pingsan di lapangan cuman buat nyusulin gue?" Aksa menggeleng-gelengkan kepalanya, ia sangat tidak habis pikir dengan Niken beserta gengnya itu

"Y... ya iya. Kita kan cuman kenal sama lo" Putri menjawab dengan gugup, sedangkan teman disampingnya hanya diam karena malu

"Lih, mending lo tolongin kakak kelas lo" Aksa berbicara pada Galih yang sedang fokus memainkan ponselnya

"Wah.. boleh nih. Kapan lagi gendong si ketua cheers" Galih bangkit dari duduknya, ia merapikan kerah baju dan menyugar rambutnya dengan gaya maskulin.

"Eh ngga-ngga. Kita kan minta nya Aksa bukan lo" jawab putri sebari menunjuk wajah Galih

"Gue sibuk, lagi pacaran!" Aksa dengan lantang membalas ucapan Putri. Bukan, bukan ia tidak ingin menolong orang. Namun Niken bukanlah orang yang tepat harus ia tolong, Aksa pun memiliki prinsip sendiri, ia tidak akan menyentuh wanita selain Irona.

"Yuk, Kak" ajak Galih pada dua orang wanita dihadapannya

"Mau kemana lo?" tanya Nadira

"Katanya mau nolongin kak Niken" Galih memicingkan kedua matanya

"Ngga usah!" jawab Putri dan Nadira serempak, mereka keluar dari kelas tersebut dengan perasaan kesal.

"Aneh banget tuh orang" gumam Galih sebari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

***

"Mana Aksa?" di lain tempat, Niken yang sedang menunggu kedatangan pujaan hatinya merasa bingung. Pasalnya Putri dan Nadira datang hanya berdua, tidak ada Aksa.

"Dia ngga mau nolongin lo" jawab Nadira sedikit melemah

Niken beranjak dari duduknya, "Kok bisa sih? kalian ngga bilang kalau gue pingsan?"

"Kita udah bilang, tapi Aksa lagi berduaan sama pawangnya" kali ini Putri yang menjawab. Mereka tidak ingin terkena amukan singa betina seperti Niken

"Irona maksud lo?"

"Iya lah, siapa lagi" Putri dan Nadira mengangkat bahu acuh.

"Sialan Irona. Dia udah berani ngerebut Aksa dari gue. Padahal gue udah suka sama dia sejak awal dia masuk sekolah ini" Niken melipat kedua tangan di dadanya, ia sangat merasa tidak terima. Lelaki yang ia dambakan selama tiga tahun itu justru malah jatuh dipelukan wanita lain.

Niken memang salah, ia tidak pernah berani mengungkapkan isi hatinya pada Aksa. Walaupun dengan terang-terangan ia selalu berusaha mendekati lelaki tampan itu, hanya saja Aksa selalu acuh bahkan tidak pernah peduli.

***

"Kamu kenapa?" Aksa melihat Irona menekuk wajahnya semenjak Nadira dan Putri masuk ke kelas mereka. Harusnya Aksa mengerti atas perubahan Irona.

"Ngga apa-apa" jawab Irona dingin tanpa menoleh sedikitpun pada Aksa. Ia tidak kesal dengan Aksa, namun Niken sudah semakin terang-terangan mengibarkan bendera perang padanya.

"Gue ngga boleh kalah dari Niken. Pacar sah harus lebih kuat daripada pepacor" batinnya.

"Sayang" ucap Aksa lembut sekali lagi, ia sedari tadi melihat wajah yang cantik itu berubah muram, ada rasa tidak suka dihatinya. Ia ingin selalu melihat Irona dengan senyuman manis yang membuat siapapun terpesona, termasuk Aksa.

"Sa" ucap Irona tegas, "Plis, apapun yang terjadi lo ngga boleh kegoda sama Niken" lanjutnya.

"Kamu ini kenapa sih, hm?" Aksa mengusap lembut rambut Irona. Wanita tercantik kedua yang Aksa temui setelah ibunya, wanita yang mampu menjungkir balikan hatinya, wanita yang berhasil membuat kehidupannya berubah. Tidak mungkin dengan semudah itu tergantikan dengan wanita lain.

"Niken udah mulai berani nantang aku" tatapannya lurus dan tajam, raut wajahnya dingin namun mengancam, tidak teduh seperti biasanya.

"Kamu ngga usah pikirin, ya. Apapun yang terjadi, aku ngga akan tergoda sama siapapun" Aksa tetap berusaha menenangkan kekasihnya. Ia takut kalau Irona melakukan sesuatu diluar batas kendalinya, ia takut kalau Irona mendapat masalah di sekolah, namun yang lebih ia takuti adalah ketika Irona terluka, entah itu batin ataupun fisik.

"Aku ngga akan tinggal diam kalau Niken bener-bener mau ambil kamu dari aku" Irona menoleh pada Aksa dengan tatapan dan raut wajah yang tidak berubah.

Aksa mampu melihat ada rasa takut disana, iya rasa takut akan kehilangan dirinya. Ia tidak berkata apapun selain menenangkan Irona saat ini. Gadisnya sangat nakal, tidak bisa dicegah oleh siapapun. Apapun yang Irona mau, harus terlaksana, sekalipun itu berkelahi dengan lawan sesama wanitanya.

Sebelumnya Aksa tidak ingin merubah status mereka sebagai teman, namun ia tidak tahan. Tidak tahan jika Irona suatu saat akan jatuh dipelukan lelaki lain, ia ingin memiliki Irona seutuhnya, hari ini, esok dan selamanya.

"Plis janji sama aku" Irona berkata lirih, ia benar-benar ketakutan. Ia takut trauma itu kembali lagi, ia takut kehilangan dan ditinggalkan untuk kali kedua, ia takut jika harus menjalani semuanya dengan seorang diri, lagi.

"Aku janji sayang" Aksa tidak tahan mendengar gadisnya memohon, lirihannya membuat hati Aksa memohok.

Memang benar, jika ia benar mencintaimu, tidak perlu isak tangis untuk membuatnya patah.

Chapitre suivant